Sayat

12 1 0
                                    

Ibaratkan matahari, cahayaku belum mampu menembus pintu rumahmu. Tak mampu atau mungkin tak mau. Ibaratkan aksara.. Tak bermakna... Ibaratkan puisi tak berjiwa..
.
.
Apakah harus kusalahkan waktu? Ataukah keterlambatanku untuk datang sebelum senja membawa malamku yang kuasa akan penantian tak berujung? Dan menghujaninya dengan badai yang telah kuyakini takkan berulah, punya hati menggoyahkanmu. Sayup berkata, badai pasti berlalu. Akankah badai gemuruh di hatiku juga?
.
.
Bisa saja aku bermain, dan menghalau dengan perisai yang ku miliki. Mencoba meyakini, bahwa perjalanan tak berhenti. Gila saja, sebuah sayatan mampu membuatku resah? Dan mengakhiri nya dengan ungkapan baik-baik saja.
.
.
M Arief Maulana Hutagalung - 27 September 2017

RinaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang