Aldo menatap baju putih seragam sekolahnya yang masih ada bekas sepatu. Digantungnya baju itu di dekat foto kedua orang tuanya. Hujan deras dan suara angin yang bergemuruh diluar tidak dipedulikan, matanya lekat memandang jejak sneaker di bawah saku baju.
"Bi, baju seragam yang di kamar jangan dicuci ya selamanya.. Selamanya!" Aldo memegaskan kalimat terakhir dengan meninggikan suaranya. Bi Inah hnya mnaggut manggut.
"Kenapa?" Tiara memandang heran anak semata wayangnya di amini oleh Azam suaminya.
Aldo hanya tersenyum sambil menikmati nasi goreng.
"Rahasia" pelan Aldo menjawab sambil menempelkan telunjuk di atas bibirnya.
***
Hari ini Aldo ke sekolah lebih pagi, mata kelinci itu mengganggunya semalaman dan ia ingin sebelum masuk ke kelas ia bisa melihat mata itu mengerling bete ke arahnya. Ia mengacak rambutnya sendiri."Ngapain senyum senyum sendiri" Rizal menepuk bahu Aldo dengan keras
"Ampuuun ni orang" Aldo mengusap dadanya berulang-ulang karena kaget dengan sapaan teman sekelasnya itu
"Lagi nungguin Matahari ya?"
"Enggak gua lagi nungguin Pa Kirman"
"Eh... Itu matahari! --Rijal menunjuk pintu gerbang yang gak ada orangnya. Aldo dengan cepat mengikuti arah telunjuk teman kerempengnya itu di balas dengan gelakan tawa yang keras-- benerkan lu nungguin Matahari"
Percakapan kedua sahabat ini terhenti karena Nevi datang dengan tergopoh-gopoh. Ia membungkuk lalu berdiri dan mencoba mengatur napasnya.
"Lu berdua.. tolongin gue" ujar Nevi dengan napas tersengal
"Buruaaaan!" Hardiknya lagi pada Aldo dan Rijal yang masih kebingungan
"Emang ada apa sih, lu kaya di kejar hantu" kata Aldo sembari mengikuti langkah gadis berambut pendek itu.
"Lebih dari hantu, nanti lu tau sendiri" Nevi berlari menuju gerbang diikuti duo jangkung.
Mata Aldo terbelalak melihat pemandangan di depannya, mata kelinci yang biasanya menggemaskan itu kini penuh amarah, tubuh mungilnya bergerak naik turun mengikuti napas yang terlihat berat. Pipi kanannya berdarah seperti terkena goresan benda tajam. Tangan kanannya memegang tempat pinsil dari kaleng yang ringsek di bagian depan tatapan Aldo beralih ke arah depan, ia melihat siswa laki laki dengan luka berdarah di pelipis dan sudut bibirnya namun sorot matanya tidak menampakan kesakitan malah menampakan kebahagiaan dan Aldo tidak senang melihatnya.
"Kamu tau matahari, luka di pipimu itu akan mengingatkanmu padaku selamanya"
Matahari meradang ia kembali memukuli siswa itu dengan tempat pinsil yang sekarang sudah benar-benar ringsek.
"YA!" Nevi berteriak ke arah Aldo dan Rijal yang hanya bengong melihat Matahari seperti kerasukan.
Aldo bergerak cepat di rengkuhnya tubuh mungil Matahari, ia menariknya dengan cepat lalu mengunci tubuh matahari dengan kedua tangan.
"Bawa ia pergi dari sini" seru Nevi saat melihat Matahari masih meronta.
Tanpa fikir panjang Aldo mengangkat tubuh mungil itu membawanya ke kelas dan mendudukannya di bangku. Napas Matahari masih turun naik, ia masih menyimpan amarahnya.
"Nih minum dulu" Aldo menyodorkan air mineral namun ditolak
"Kalo ga minum aku gendong lagi!"
Matahari mengerling, dengan cepat ia mengambil air minum dari lengan Aldo lalu ditenggaknya sampe habis.
"Gila, gua ga nyangka muka strowberry kaya gini bisa berkelahi juga" seru Aldo, di bales seringaian dari Matahari.
"Untung kejadiannya masih pagi, blom banyak anak-anak yang datang jadi lu ga bakalan jadi bahan gosip" lanjut Aldo lagi.
"Itu sakit ga?" Aldo menunjuk pipi kanan Matahari yang luka
"Sakitlah" jawabnya sambil memegang luka yang di tunjuk Aldo
"Ah... Dicari-cari ternyata disini" Nevi berdiri di pintu kelas sambil memegang perut dengan tangan kiri tangan kakannya melambai ke arah Matahari.
"Mat, lu dicariin pa Heri sekarang juga di tunggu di ruangan merah" lanjut Nevi sambil mengerakan tangan ke lehernya.
Matahari berdiri dia berjalan lunglai
"Mau gua temenin ga?" Kata Aldo
Lagi matahari menyeringai, Aldo tersenyum tipis.
"Mat, hutang air mineral ini suatu saat gua tagih"
"Terserah" jawab Matahari sambil meninggalkan kelas.