Prolog

12 2 3
                                    

Ini semua karena dia yang keras kepala.

“Mirin! Berhenti sebentar!”

 

Aku sudah lelah.

“Mirin! Oh Tuhan…Astaga Mirin !!”

“…”

Sehun memegang erat lengan Mirin. Takut gadis itu kabur lagi. Kalau saja dia tidak ingat fakta Mirin akan kabur. Tangannya pasti sudah dia gunakan untuk mengapus peluh yang sudah menutupi kening, hidung dan pelipisnya.

“Lepas!”

Mirin memberontak. Sayang tenaganya lebih lemah dari Sehun.

“Sakit Sehun, please..” kali ini ia merintih. Hampir menangis, sepertinya. Matanya sangat enggan menatap Sehun. Dalam diam Sehun menunggu mata itu menatapnya balik. Tapi tidak. Sampai akhirnya Sehun meregangkan genggamannya, mata coklat favorite Sehun itu masih terus menatap trotoar dibawahnya. Hanya meregangkan, tidak ada niat untuk melepas.

“Mirin, coba jelaskan padaku. Apapun. Apapun yang membuatmu marah kali ini aku minta maaf. Tapi beritahu aku, jelaskan padaku. Jadi lain kali aku bisa –“

“Tidak ada lain kali,”

“Apa?”

“Aku lelah”

“Mirin, sayang. Apa maksud –“

“Aku lelah, Oh Sehun. Kita akhiri saja sampai disini,”

“…”

Mirin berbalik. Melepas genggaman Sehun yang masih syok dengan perlahan.

“Baiklah…Aku juga lelah…” Mirin yang hampir melepas tangan Sehun berhenti. Sehun melepaskan sendiri sisa genggamannya. Akhirnya juga, mata itu menatap milik Sehun. Terlambat. Dada Mirin agak perih melihat hangat dimata Sehun berubah dingin. Seperti bukan Sehun-nya.

“Kau egois! Kau manja! Kenapa aku bisa suka kau? Cantik pun tidak,” Sehun meledak dengan wajah datarnya.

“KALAU AKU EGOIS, MAKA KAU KERAS KEPALA. KAU BODOH. KAU TOLOL. TIDAK PEKA. AKU BENCI KAU !!” air mata Mirin mengalir deras. Berteriak didepan Sehun hingga tenggorokkannya perih. Lalu bergerak menjauh.

“TERSERAH PADAMU!” Sehun juga berbalik. Berjalan menjauh.

Baru lima langkah. Saat Mirin berhenti dan kembali melihat kebelakang. Melihat punggung Sehun yang semakin mengecil. Dengan mata yang makin deras memuntahkan cairannya. Hatinya berbisik. Perih, katanya.

Sehun…..

Kejar aku Sehun

Mirin memukul kepalanya. Apa yang dia harapkan? Tidak. Tidak lagi jatuh untuk Sehun. Mirin lelah berharap.

Sehun berhenti di samping toko dengan jendela besar yang memantulkan bayangan. Memperhatikan urat-urat dilehernya yang masih menonjol. Entah ada apa dengan hatinya. Benda itu yang menyuruhnya berhenti. Dan sekarang benda itu memintanya untuk berbalik. Menatap punggung Mirin yang bergetar. Sehun dapat melihatnya meski sekarang punggung itu siap untuk berbelok dan hilang dari pandangannya.

Haruskah aku mengejarnya?

Tidak. Tidak lagi mengejar. Sehun sudah lelah. Kali ini Sehun menyerah

-To Be Continued-

SilhouetteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang