3. Sebuah Luka

102 7 0
                                    

"Bang.." Kenzo segera mengalihkan pandangannya dari kaca bening yang berada di ruang rawat adiknya, saat Fabian muncul dengan raut wajah khawatir.

"Gimana.. Keysha?" Kenzo menatap wajah Fabian dalam keheningan. Pria berlesung pipi itu tidak berniat untuk menjawab pertanyaan dari Fabian.

"Bang, gue-"

"Ikut gue," kata Kenzo yang memilih untuk berjalan menuju taman. Bibirnya mengatup rapat, namun setiap mata yang melihat pasti tahu bahwa pria bermata biru itu sedang menahan amarah.

Fabian mengerutkan keningnya tak mengerti. Dibandingkan Rafael yang ramah dan mudah membagi senyum dengan siapa saja, Kenzo memang cenderung agak pendiam dan tertutup pada siapa saja kecuali pada keluarganya. Dulu, pria berlesung pipi itu tidak pernah menatap Fabian dengan tatapan seperti itu-penuh kebencian-namun, setelah kandasnya hubungan Fabian dan Keysha, Kenzo kembali bersikap dingin padanya. Bahkan, pria itu lebih sering mengabaikan pertanyaan yang Fabian lontarkan dibandingkan untuk bersusah payah menjawab.

"Apa mau lo?" tanya Kenzo setelah mereka sampai di taman rumah sakit yang cukup sepi pagi ini. Fabian menatap wajah Kenzo lekat, dengan alis yang tertaut, tak mengerti maksud pria dihadapannya. "Maksud Abang-"

"Gue nanya, apa mau lo? Lo pikir, adek gue itu mainan? Dia bisa lo mainin seenak lo aja?"

"Gue bener-bener gak ngerti maksud lo, Bang. Gue gak pernah mainin adik elo, atau apapun tuduhan yang selalu lo layangkan buat gue," balas Fabian kesal. Pasalnya, Kenzo selalu mengungkit hubungannya dan Keysha setiap kali sesuatu yang buruk terjadi pada mantan kekasihnya itu.

"Lo..." Kenzo mendesis geram. "Kalo lo dengerin kata-kata gue dua tahun lalu, Keysha nggak akan sebodoh ini, Ndra."

Kerutan di dahi Fabian makin dalam, kala kata dua tahun itu diucapkan Kenzo. Memang ada apa dengan dua tahun lalu? Apa yang dikatakan Kenzo padanya? "Gue sama sekali nggak ngerti maksud lo, Bang." pria itu berbalik, berniat untuk pergi. "Gue gak punya waktu buat bahas masa lalu sama lo."

Kenzo tertawa keras. Tangannya yang sedari tadi terkepal erat di sisi tubuhnya, ia ulurkan untuk menarik bahu Fabian cukup keras. Dengan sekali tarikan, pria itu mampu membalikkan tubuh Fabian kembali menghadapnya.

"Apa sih yang lo tau, Ndra?" Pria itu benar-benar kesal dengan sikap Fabian. "Yang lo tau cuma gimana caranya nyakitin Keysha."

"Gak usah bertele-tele, Bang. Lo cuma harus jelasin ke gue apa maksud dari semua ucapan lo itu."

Kenzo menarik napasnya. Pria itu mencoba untuk bersikap tenang. "Apa yang akan lo lakuin dimalam ulang tahun firma Papi?" Fabian mengerutkan keningnya bingung. "Lo mau tunangan sama Luna? Lo mau jatuhin bom tepat di depan adek gue?"

Setelah lama termenung, akhirnya Fabian mengerti maksud Kenzo. Pria itu menegakkan tubuhnya, tangannya ia masukkan pada kantong celananya. Mencoba bersikap santai, Fabian berkata, "Gue pikir, abang lupa sama status kami.." Kenzo tersenyum meremehkan. "Elo yang lupa, Ndra! Elo yang lupain semua!"

Fabian tersenyum miring, pria itu menatap netra biru Kenzo dalam. "Ya, gue emang udah lupain semuanya-" diam sejenak kepalanya menunduk menatap sepatu yang ia kenakan. "Karena, Keysha yang minta, 'kan?"

- When Love Is Not Enough -

Keysha menatap jemarinya yang terus bergerak membentuk pola abstrak. Perempuan itu sesekali mengiggit bibir bagian bawahnya, saat menyadari fokus Ibundanya masih tertuju padanya.

"Sejak kapan kamu minum antidepresan, Sha?"

"Sudahlah, ma.." Jonathan Tanoesoebrata, yang sedari tadi diam memperhatikan interaksi yang terjadi antara si bungsu keluarga Tanoesoebrata dan sang Istri akhirnya angkat bicara. "Keysha perlu istirahat.."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 15, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

When Love Is Not EnoughTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang