2

14 3 0
                                    

——————

Aku pun terbangun karena matahari sudah menyembul di balik tirai kamar. Aku melihat keadaan Jimin, kurasa demamnya semakin parah. Wajahnya pucat sekali. Aku pun mengganti kompresannya dengan yang baru. Tiba- tiba ponselnya berbunyi pertanda ada telepon masuk

“Yeoboseyo?”, Ucap seseorang

“Ne yeoboseyo?”, Timpalku

“Apa dokter Jimin ada?”,

“Jeongsohamnida, dokter Jimin sedang sakit.”,

“Oh begitu, sampaikan pesanku kepada dokter Jimin jika rapat para dokter akan saya wakilkan.”,

“Ne, algesseumnida.”,

Aku pun membuatkan Jimin bubur dan teh hangat untuk sarapannya, aku tidak pernah melihat Jimin sakit seperti ini. Kenapa aku juga sangat sedih jika melihatnya seperti itu? Mungkin aku hanya kasihan saja.

Saat bubur dan teh sudah siap, aku letakkan di nampan, dan kubawa ke kamar Jimin, saat aku membukanya,kamarnya kosong, mungkin dia di kamar mandi. Kuletakkan nampan di atas meja Jimin beserta obat penurun panasnya. Tak lama kemudian aku melihatnya keluar dari kamar mandi hanya dengan kaos putih tanpa lengan dan celana panjang longgar kesukaannya. Aku pun langsung mengalihkan pandanganku yang lain.

“Hyemi, siapkan aku kemeja panjang dan sweater berwarna biru muda.”, Ucapnya

“Hyemi? Sejak kapan dia memanggilku dengan sebutan nama?”Batinku

“Kau dengar tidak?”, Bentaknya sambil memegang kepalanya yang mungkin masih sakit

“Nde, aku dengar, akan kusiapkan.”

Aku pun mengambil kemeja putih dan sweater biru mudanya di lemari. Dia memakai bajunya dengan sangat cepat, kemudian dia berjalan menuju tempat tidurnya untuk bersandar.

“Duduklah disini.”, Pinta Jimin kepadaku sambil menunjuk kursi yang tepat berada di samping kasur

“Nde tuan.”,

“Tolong suapi aku, tanganku agak lemas untuk mengangkat sendok.”,

“Nde tuan.”,

Aku pun menyuapi Jimin, saat aku melihat sosoknya yang sekarang, dia seperti anak kecil yang disuapi oleh ibunya.

“Sudah cukup, aku haus.”,

“Ini tuan tehnya.”, Aku pun menyodorkan minumannya kepada Jimin

“Aku tidak bisa mengangkat sendok apalagi gelas?”,

“Maafkan aku tuan.”,

Aku pun mendekatkan gelasnya ke mulut Jimin, dia juga meminum obatnya.

“Oh iya tuan, maaf tadi aku sempat menerima telepon dari salah satu dokter bahwa dia akan mewakili tuan untuk datang ke rapat.”,

“Ck, berani sekali kau mengangkat telepon ku?”,

“Mianhamnida.”,

“Mana ponselku? Cepat ambilkan!”, Suruh Jimin

“Ini tuan.”, Aku pun menyodorkan ponsel kepadanya, dia pun mengambilnya dengan kasar

Aku melihat Jimin menaruh ponselnya ditelinganya, mungkin dia menelfon seseorang.

“Yeoboseyo, Dr. Kim?” Ucapnya

“Ne sudah mendingan.”,

“Oh yang tadi, dia hanya pembantuku.”

“Bagaimana rapatnya?”,

“Oh begitu, yasudah aku tutup dulu.”

~Plip~

Too Hurt Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang