Bandung, 24 Oktober 2017
Untuk Kamu
Langitku,
Salam hangat
Maaf karena membuat kamu harus repot - repot membaca ini. Sebenarnya, aku bisa berbicara langsung padamu, tapi, aku bukanlah orang yang pandai merangkai kata untuk mengatakannya secara langsung.
Dulu, aku pernah bertemu seseorang yang membuatku rela menunggunya sangat lama, memberikan sepenuhnya harapan dan perasaan kepadanya. Dulu, aku merasa bahwa dia adalah orang yang aku butuhkan selama ini. Hingga saat aku tersakiti oleh sikap dan ucapannya, aku mengabaikan rasa sakit itu. Dulu, aku berfikir bahwa aku harus mengerti dia apapun situasinya, bagaimanapun sikapnya.
Dulu, rasa sakitku tertutup oleh perasaan dan harapanku padanya.
Teman kita dulu, ingat Lista? Saat kamu sedang tidak bersama kami, dia selalu mengatakan bahwa aku dan kamu cocok, aku dan kamu serasi. Aku hanya tertawa mendengar ucapannya sebagai respon. Lagi pula, aku dan kamu sudah merasa cocok sebagai sahabat, mana mungkin bisa lebih dari itu, kan?
Aku masih ingat, saat aku dan kamu membeli jajanan dari pedagang kaki lima, aku tiba - tiba bertanya padamu apa kamu sedang menyukai seseorang waktu itu, lalu kamu tersenyum. Awalnya kamu menolak mengakui, tapi setelah aku memaksa, kamu mengatakannya juga, bahwa kamu memang sedang menyukai seseorang. Aku sempat terdiam, ada perasaan yang bergejolak aneh saat kamu menyebutkan nama orang yang kamu suka itu dengan senyuman yang lebar di wajahmu. Rasanya seperti... sakit? entahlah.
Tapi aku mengerti, ternyata itu titik awal aku mulai menyukaimu.
Apa kamu masih ingat saat kamu dan aku bertengkar pertama kali?
Saat itu, kamu bercerita padaku tentang dia yang mengkhianatimu, aku tahu kamu merasa sedih-- ah maksudku kamu sangat merasa kesal waktu itu. Aku mencoba memberimu pengertian, bahwa masalah antara kamu dan dia bisa terselesaikan dengan baik, tapi kamu salah faham, dan menganggapku tidak bisa mengerti perasaanmu saat itu. Hingga pada akhirnya kamu bertambah kesal karena aku.
Pesanku, permintaan maafku, semuanya kamu abaikan. Cemas, takut, dan rasa sedih tiba - tiba menghantui selama hampir tiga hari. Hingga di hari ketiga itu, Lista memberitahuku bahwa kamu setuju bertemu denganku. Aku senang pastinya, tapi aku merasa canggung untuk bertemu denganmu.
Saat kita bertemu, kamu terus terpaku pada ponsel dan seperti masih enggan untuk menatapku. Jari tanganku menusuk - nusuk pipimu seraya mulutku terus mengucapkan maaf, aku diam saat tanganmu bergerak menahan tanganku dan menggenggam nya, lalu mengiyakan permintaan maafku.
Pipiku memanas, ada perasaan bergejolak aneh lagi, tapi kali ini perasaan itu menyenangkan, sungguh. Sebisa mungkin aku tidak menunjukkannya padamu.
Setelah sekian lama aku dan kamu dekat, kali ini aku baru menyadarinya. Aku baru menyadari bahwa ternyata seluruh keinginanku terletak padamu. Rasanya seperti, kamu adalah sebuah kotak hadiah yang mendatangkan kembali sebuah harapan saat aku sedang membenci-- sangat amat membenci yang namanya harapan.
Dari situ pula aku belajar, bahwa tidak ada salahnya untuk menerima kembali harapan baru yang sebenarnya terdapat celah untuk kembali bahagia.
Tentunya sekarang, aku sangat amat bersyukur karena mendapat kesempatan untuk bisa bersamamu lebih dari yang sebelumnya.
Aku pernah mengatakan bahwa kamu berbeda dari yang lain, kamu juga bertanya apa maksudku. Jika waktu itu aku hanya tersenyum dan memintamu untuk tidak membahasnya lagi sebagai jawaban, kali ini tidak, aku akan benar - benar menjawabnya.
Kamu orang yang bisa bersikap manis, menyebalkan, dan menggemaskan dalam waktu bersamaan, tanpa sadar kamu selalu bisa meredam emosiku hingga aku tidak pernah bisa benar - benar marah padamu (mungkin belum, kita lihat saja nanti), kamu tidak pernah marah jika sikapku benar - benar menyebalkan, kamu tidak pernah marah jika aku terus mengganggumu, kamu bisa mengerti keadaanku, dan kamu selalu memberi pengertian jika aku melakukan kesalahan. Kamu selalu sabar menghadapiku.
Aku harap itu bisa menjawab rasa penasaranmu selama ini.
Terimakasih karena keberadaan kamu sekarang, aku menjadi lebih baik. Terimakasih karena sudah mau membagi suka dan duka denganku. Terimakasih karena kamu sudah banyak menyalurkan semangat padaku. Terimakasih karena sudah mau menerimaku untuk tetap bersamamu di situasi apapun. Terimakasih karena sudah ada untukku saat aku membutuhkannya. Terimakasih.
Jangan pernah berfikir bahwa kamu tidak bisa membuatku nyaman dan tidak bisa membuatku merasa senang. Kamu selalu melakukan yang terbaik untuk membuatku nyaman dan merasa senang.
Oh, dan maaf karena aku masih belum bisa mengerti kamu, aku masih belum bisa menjadi seperti apa yang kamu mau, tapi percayalah, aku sedang berusaha sebaik mungkin untuk menjadi rumah ternyaman untukmu.
Maaf kalau aku selalu terlihat aneh dan berbeda dari gadis lain. Jika aku tidak seperti itu, maka itu bukan aku. Juga caraku untuk menyampaikan rasa sayangku memang sedikit berbeda... dan aneh. Jadi, maaf dan tolong maklum jika sikap dan perkataanku menyakiti perasaanmu atau membuatmu tersinggung. Maaf juga jika aku menyebalkan. Iya, aku mengakui itu.
Apa aku juga perlu mengatakan disini kalau aku sangat sangat sangat sangat mencintaimu?
Sepertinya tidak perlu.
Ngomong - ngomong, sebenarnya ini lucu karena aku menulis kata - kata terakhir ini saat sedang duduk disampingmu.
Salam sayang,
Pasirmu.
∞
note:
Selamat ulang tahun. Wish u all the best, darl'. Sorry because i can't gift u something.
Maaf karena aku tidak seperti gadis lainnya yang bisa memberimu kue dan juga hadiah yang sangat bagus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Novum
Short StorySemoga kamu tidak bosan untuk membaca tulisan ini berulang - ulang. ©Hak Cipta Terlindungi, 2017, Oleh Nikieailsa