Revan melihat semua kumpulan koleksinya. Komik Detektive Conan yang berjejer rapi dari 1 sampai 30 membuat dia berpuas diri. Orang yang datang ke kamar cowok yang baru menginjak bangku SMP itu pasti heran. Selain gorden dan seprai berwarna biru itu tak ada tempat kosong lagi untuk ditempeli. Di sekeliling tembok kamar hanya ada poster Detective Conan dan gambar tangan Revan juga tetap tentang Detective Conan. Hingga langit-langitnya pun dia tempeli poster itu hingga tak ada tempat kosong lagi yang tersisa.
Mamanya sempat ngomel. Tidak suka melihat kamar rapi putranya jadi galeri begitu. Pernah Mamahnya menurunkan gambar-gambar dan poster itu. Revan bukan hanya ngamuk dan mogok makan, tapi juga mengancam kabur dari rumah. Maka dari itu mamanya menyerah dan membiarkan gambar itu bertempelan di mana-mana.
Cepat-cepat dia mengambil satu komik Conan seri kelima. Dimasukkannya komik itu ke tas barunya.
"Adeeeek, ayo turun. Papa mau berangkat nih." Itu suara papanya. Revan bergegas memakai tas ranselnya. Dan untuk terakhir kali melihat ke cermin bayangan dirinya. Memastikan dirinya cukup rapi, baru dia cepat-cepat keluar kamar dan turun menyambut Papanya.
"Waduh, anak Mama udah SMP." Mama takjub melihat anaknya memakai seragam putih biru.
Revan cuma nyengir. Diambilnya tiga potong roti isi. Dua di tangan kiri dan satu di tangan kanan. Sambil menahan roti itu di giginya Revan menempelkan tangan amanya ke kening. "Revan berangkat." katanya cepat. Lalu mengambil roti di mulutnya dan ngeloyor mengikuti papa yang sudah ke mobil duluan.
"Hati-hatiiii!" teriak mama. Setelah itu mobil melesat dari garasi.
Dengan kecepatan ekstra tinggi Revan melahap semua rotinya. Sampai dia sempat tersedak beberapa kali.
"Jangan cepet-cepet dong makannya." Papa mengangsurkan botol Aqua kecil lalu Revan meminumnya. Kelegaan bisa Revan rasakan setelah seteguk air mengalir ke kerongkongannya. Lalu dia mengelap mulutnya dengan lengan.
"Nanti di sekolah jangan nakal. Jangan kayak SD lagi. Kamu kan udah pake seragam SMP tuh. Harus bersikap dewasa. Biar bisa cepet dapet pacar."
Revan menoleh. "Nggak janji deeeeh. Habis seneng si jailin orang. Biarin deh nggak dapet pacar. Shinichi Kudo juga nggak pacaran kok, Pa. Walopun ada orang yang dia suka. Tetep aja nggak."
"Dasar. Itu kan komik." kata Papa. Tapi Revan memang terinspirasi dengan komik itu. Makanya dia jadi tergila-gila begini dengan Detective Conan.
Sampai di sekolah, Revan berlari ke kelasnya. Dia yang memang dari kecil berbakat sekali membuat rusuh, adalah ancaman guru-guru di SD-nya dulu. Dan sekarang, dia ingin beraksi lagi sepertinya.
Sampai di kelas dia memanggil teman-temannya dan langsung merangkul mereka. "Gimana kalo pintunya kita kunci?!" usulnya sambil senyum-senyum jahil.
Teman-temannya bengong. "Ngunci pintu?" Gilang menatap Revan aneh. Revan mengangguk meyakinkan. "Ntar kalo dimarahin gimana?"
"Ah, takut amat dimarahin. Penakut lo! Dimarahin doang paling."
"Ya kalo Cuma dimarahin. Kalo dihukum gimana?"
"Itu kalo ada yang ngomong. Kalo kita tetep kompak, siapa yang mau disalahin?" Revan berusaha meyakinkan. Setelah itu semua cengengesan kegirangan. "Ayo, ayo, ayo!"
Revan menjentikan jarinya. Senang karena teman-temannya terpengaruh juga. Bahkan kegirangan mempersiapkan semua kelancaran rencananya.
"Ayo, ayo cepet-cepet pada masuk!" Danar menyeret teman-teman ceweknya yang masih ngerumpi di luar kelas untuk masuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dari Hati
Teen FictionBagiku, cinta sangat sederhana. Kamu ada di sampingku, tersenyum padaku, dan aku bahagia karenanya. Kita saling membutuhkan. Dan kita saling menguatkan. Aku pikir itu sudah cukup sebagai definisinya. Tapi saat hati makin mencintai, dan aku semakin k...