Langit sedang tak bersahabat malam ini. Gemuruh petir terdengar bersahutan, kilat-kilat cahaya datang silih berganti setelahnya. Dibawah naungan rumah bergaya minimalis terdapat seorang Gadis yang sedang duduk di pinggir kasur menatap hujan deras yang mulai turun lewat jendela kamarnya.Ia mengambil selimut untuk menghangatkan dirinya dari udara dingin yang menusuk kulit. Bergelung dalam selimut sambil berimajinasi, berandai-andai mempunyai kehidupan seperti Princess Disney menjadi pilihannya untuk sekarang. Walau ia tau itu tak akan mungkin terjadi. Setidaknya ia bisa merasakan mempunyai kehidupan yang sempurna walau hanya dalam dunia khayalnya.
Hening.
Ia tak tau harus berbuat apa lagi, Kehidupannya terlalu monoton. Sangat membosankan.
Menghela napas dengan kasar, ia segera beranjak dari tempat tidurnya hendak turun ke lantai dasar. Satu-persatu anak tangga ia turuni dengan hati-hati sambil menahan sakit ia meringis kecil.
Satu lagi anak tangga terakhir yang akan ia pijak, kakinya menggantung di udara,
PRANG
Di urungkannya niat awal yang sebenarnya ia tidak tau untuk apa ia turun kelantai bawah. Kaki mulusnya perlahan mundur secara teratur, berbalik badan dan menaiki tangga lagi dengan cepat. Diambilnya langkah besar hingga menaiki dua anak tangga sekaligus.
Setelah sampai dikamarnya ia segara mengunci pintu. Tubuhnya merosot kelantai, tetes bening air mata mulai mengalir membasahi pipi mulusnya.
"Lagi..." Gadis ini berusaha menghirup oksigen sebanyak-banyaknya, napasnya makin tercekat kala suara gaduh mulai terdengar lagi dari lantai bawah.
Sudah bertahun-tahun ia ingin menghentikan kejadian dibawah sana. Tapi niatnya selalu ter urung, Takut. Satu kata yang menjadi alasannya untuk berdiam diri saat kejadian itu berlangsung setiap harinya.
Berapa tahun sudah ia hidup di dunia yang kejam ini? Bahkan selama itu ia selalu memendam segalanya sendirian. Apakah ia kuat memikul segala tekanan batin ini? Jawabannya bisa ya, bisa tidak.
Ya, karna selama ini dalam hidup ia bisa melawatinya,
Tidak, karna ia sudah mulai lelah sekarang.
Diseka'nya air mata itu dengan kasar, menarik napas panjang dan dikeluarkannya secara perlahan. Lalu berjalan gontai menuju kasur, memejamkan matanya dan menunggu alam mimpi menjemputnya malam ini.
***
"Pagi!" Sambil melangkahkan kaki dan merapikan dasi di seragam putih abu-abunya ia menyapa,
Lalu hening. tak ada balasan sapa untuknya, gadis ini mendesah kecewa. Padahal diruang makan ini terisi oleh Ayah, ibu, dan kakak lelakinya.
Ia menarik kursi tepat disebelah kakaknya, dan mendudukinya dengan wajah datar.
Aura dingin seakan ingin berperang menyelimuti ruang hening ini, ditambah hanya ada dentingan sendok dan garpu yang beradu diatas piring membuat suasana makin mencekam.
Tak ada kehangatan dalam keluarga ini, padahal ia sangat membutuhkannya sekarang.
Buru-buru ia menyelesaikan sarapannya, tak ingin berlama-lama bersama para mahkluk dingin ini ia segera bangkit dari meja makan dan berujar,
"Zilla berangkat." Lalu sang Ayah hanya berdehem untuk menjawab pertanyaan putrinya itu.
Gadis itu bernama Zilla, Nazilla Emily. gadis yang semalam menangisi nasib hidupnya, yang terus menahan sakit tanpa tau apa obatnya.