Sumpah lo !

6 2 1
                                    

Aku diajak si Malik ke warung deket club tadi. Aku si mau-mau aja ya. Bukan karna tampangnya, tapi lumayan irit ongkos makan. Maklumlah anak perantauan.

"Ling!" Teriakku yang kencang. Kencang banget sampai semua mata berputar natap aku berasa ikut the voice deh.

Si Maling ini malah melotot dengan isyarat jari telunjuk ditempelkan pada bibir depan seolah memberi tanda agar aku tidak berisik.

Ya kali, aku mau nurut.

"LO NGOMONG APAAN!" Kali ini sangat amat lebih kencang pada Mas Malik.

Tangannya dengan tak sopan membekap bibir seksi titisan Kylie ini untuk menutup sementara.

"Lo jangan berisik dodol! Malu gue. Kalau lo masih ngomong kaya tadi, gue tinggal lo disini" ancam Malik sama aku. Wuiih, dah berani dia.

Dulunya, alasan si Maling ini malu berbaur bukan karena cuman matanya tapi juga kebiasaanya yang bisa jadi bahan bully.

Cowok depanku ini suka ngompol kalau ketawa berlebihan, malu, takut, dan lain-lain. Tapi ya sekarang udah enggak kali ya. Malu dah lagi rapat deg-degan. Eh, celananya anget. Iih, jijik banget bayangan ini. Sungguh memalukan kalau beneran kejadian.

Aku menggangguk mematuhi ucapan Malik. Untuk kali ini aja. Kasihan capek dianya ngurus aku yang bebal ini. Sabar ya Lik! Alu ngurus diri sendiri aja susah.

"Mau ngomong apa lo ama gue?" Tanyaku setelah tangan Malik kembali ke tempat semula.

Malik menatapku sesaat sebelum memjawab pertanyaanku. Tatapannya itu loh sekarang tajem. Bikin aku kekepin di kamar peluk unyu sendiri.

Dia berdehem, "Jadi, gue ngajak lo kesini mau menyampaikan banyak hal. Eh, nggak banyak banget sih sedikit tapi panjang ceritanya. Seperti apa ya? Yang penting lo dengerin gue aja .Dan gue harap loau dengerin tanpa nyela gue. Sebelum itu,-"

Belum selesai ngomong, kini tanganku gantian menutup bibir Malik. Ngomong sama aku kaya mau pidato. Dia fikir aku istri presiden pakek pembukaan segala.

"Intinya adalah?" Tembakku langsung ke sasaran atau tujuan utama dia mengajakku kencan. Eh? Makan deng.

"Mr. J-lo kembali ke Indonesia" balasnya berbisik dengan mata menyipit.

"Eh..ko..em..duh....hah...augh....arrgh...Ha!" Bahkan untuk mengucapkan satu kata yang bermakna pun aku tak kuasa.

Mr. J adalah seseorang yang pernah ada di lingkaranku. Aku memaksanya masuk walau ia selalu berkata tidak. Dan ya, akhirnya dia mengalah dengan faktor balas budi. Tapi, aku senang akan hal itu tak peduli alasan yang mendasari kenapa ia mau menerimaku. Dan aku tau ia sudah malas dan lelah denganku yang TIDAK PERNAH ada di hatinya.

Andai dulu aku tidak sebodoh itu memaksanya agar tetap disampingku. Aku bahkan tak peduli betapa ia tidak suka terhadapku yang terlihat egois dan manja di matanya. Aku bertahan walau ia tak mencintaiku karna selama kami bersama, ia selalu memperlakukanku dengan baik. Tapi terkadang perlakuannya berbanding terbalik dengan tatapan matanya yang tajam padaku.

Teman-temanku sudah memperingatiku agar segera memutuskan kekasih khayalanku karna dibelakangku ia selalu mengeluh kepada sahabatnya sendiri bahwa ia sudah sumpek dan ingin berhenti menjadi kekasihku.

Dia bahkan pernah mengatakan padaku agar aku mau memutuskannya dengan dalih tidak cocok. Tentu aku akan memutar otak demi hubungan sepihak ini. Aku mengatakan akan berubah dmei dia agar bisa melengkapi dirinya, menutup kekurangannya.

Rasanya sangat percuma, sebaik apapun aku berubah kalau memang yang ia cari bukan aku maka aku tak akan pernah menjadi prioritas baginya. Yang ada hanya benci yang semakin menggunung padaku yang terlalu memaksa dan sok tegar ini.

Aku menghela napas dan melirik Malik yang ada di depanku. Aku diam. Rasanya suaraku sulit untuk dikeluarkan.

"Sesil! Hey!" Tangan Malik melambai lambai di depanku. Aku melihatnya. Aku malas berkata-kata.

"Hmmm.." gumamku yang menjawab panggilannga padaku.

Aku menyentuh punggung tangannya, "Pulang yok! Gue capek. Anterin!" Ya, dengan songongnya aku meminta ia mengantarkanku pulang dengan suara lirih. Padahal makanannya belum dateng :(

Malik balas menyelimuti tanganku dengan tanga yang lain. "Lo kenapa? Gue ada salah ngomong ya? Harusnya kita nostalgia berdua tanpa ngingetin dia. Sorry," aku mendengar sarat bersalah Malik.

Disini, aku tak menyalahkan siapapun karna yang membuat suasana menjadi aneh begini adalah aku. Untuk apa aku menyendu memikirkan dia? Sudah sepatutnya aku membiarkan dia bahagia dengan pilihannya dan aku akan mencari jalan lain yaitu move on demi tidak lagi mengganggu hidupnya bagai benalu.

"Bukan salah lo. Oke? Jangan merasa bersalah. Gue aja sok drama, berlebihan" balasku menenangkannya. Aku mencoba tersenyum agar lebih meyakinkan.

"Menurut gue, lo nggak papa ko mikirin dia anggap aja kalian mantan pacar biasa yang udah lama nggak ketemu dan ingin mencoba menjalin hubungan yang baik. Lo harus terbiasa dengan keadaan dia tanpa perasaan lebih. Ini demi lo. Gue nggak mau lo tersakiti lagi " ujar Malik yang tak disetujui otakku.

Kepalaku menggeleng sebagai bentuk tak sependapat dengan Malik. Bagaimana aku menganggap biasa saja, kalau sesekali aku terpikir namanya bahkan namanya terkadang terselip dalam harapan yang selalu kusemogakan.

Aku tolol terus menginginkannya. Aku- entahlah sebutan apalagi yang pantas bagi perempuan yang mengemis cinta pada laki-laki yang dari awal tak mengharapkan aku untuk menemaninya.

"Come on!" Ajakan Malik untukku pulang beramanya setelah meminta maaf dan membayar pesanan kami yang kami batalkan walau sudah ditolak penjualnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 25, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Setulus Matahari pada BumiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang