tiga

27 2 0
                                    

"Hai, Osa. Makin cantik aja deh."

"Mati lo."

"Kok kamu nyumpahin aku sih? Eh tapi gak apa deh. Nanti kalo kangen, kan aku bisa gentayangin kamu."

"Mati aja lo sana yang jauh sekalian gak usah balik lagi!" Gadis itu meraih minuman berwarna kuning yang sesuai dengan namanya, Mimosa, dan berlalu pergi.

Aku menatap Jona yang kini sedang tertawa terbahak-bahak. Aku menyadari mungkin mukaku sebentar lagi sobek karna mulutku sudah menyeringai terlalu lebar.

"Dasar gila."

Masih sambil tertawa pelan, cowok itu membalikkan badan dan memamerkan cengirannya. "Lo harus coba deh Le. Asik tau!"

"Apaan? Jadi gila kayak lo?" Aku menaikkan sebelah alisku. "Makasih deh."

Jona -nama Jonathan kebagusan buat manusia gila satu ini- kembali tertawa. "Itu juga sih. Tapi maksud gue ngegodain orang."

Aku mendengus. "No. Thanks."

"Whhhyyyy?" Cowok yang kini sudah penuh menghadapku itu memanjangkan ucapannya dengan manja.

"Males. Dan lo gak usah sok imut gitu deh, jijik."

Cowok itu terkekeh dan kembali menyesap birnya. "Apa perlu gue yang godain cowok buat elo?"

Aku memutar bola mataku. Kuakui sebuah senyum belum juga lepas dari wajahku. Aku memang semakin dekat dengannya, dua atau tiga kali dalam seminggu kami pasti bertemu. Tanpa Kak Rahma ataupun teman-teman yang lain.

Saat ini kami sedang berada di Rooftop Bar Xaviery. Sebuah rutinitas yang entah mulai dari mana, jumat malam kami sepakat menghabiskan malam disini.

Sampai pagi.

Untung Jona belum pernah minum yang sampai mabuk. Entah apa yang kulakukan kalau dia mabuk parah. Langsung kabur, mungkin.

Ku sadari asap putih rokok terhembus ke arahku. Cowok itu sudah menyulut nikotin batangan kesayangannya. Dia menghirup dan menghembuskan asapnya sambil menatapku, seakan sedang memikirkan sesuatu. Dan jangan lupa seringai kecil di wajahnya itu!

"Kenapa?" Tanyaku seraya meneguk fruit punch yang kupesan. Pertama kali ke tempat ini, Jona-lah yang merekomendasikan minum manis bersoda ini. Bahkan tanpa membiarkanku memilih.

"Gak usah yang aneh-aneh." katanya waktu itu.

Gimana mau aneh-aneh, nama minuman yang ku tahu disini hanya bir saja.

"Kalo gue ngegodain satu orang lagi, lo harus coba juga ya!" Kata Jona bersemangat. Matanya berkilat-kilat senang.

"Eh, kok gitu?" Aku kontan berjengit. Ide macam apa itu?!

"Sekali-kali lah, okay?" Pintanya memohon. Cowok itu dengan bodohnya mengedip-ngedipkan sebelah matanya padaku. Dikiranya aku bakal terpengaruh gitu?

Ya emang ngaruh sih...

Aku menggigit pipi dalam mulutku. Sampai sekarang, Jona selalu menghiburku dengan rayuan gombal kacangannya kepada cewek-cewek yang lewat. Mimosa, cewek bercepol tinggi tadi adalah satu dari sekian banyak korbannya. Entah cowok ini yang terlalu bodoh atau memang aku yang terlalu receh, kami pasti tertawa di setiap kesempatan.

Mungkin tak ada salahnya aku mencoba juga. Siapa tau korbanku cuma orang yang hanya kutemui satu kali. Toh, pengunjung Xaviery kan banyak banget.

"Hmm, boleh deh." kataku mengangkat bahu.

Jona terkekeh pelan "Its a deal, then." Lalu cowok itu menoleh ke kanan dan ke kiri mencari mangsa.

Aku hanya memutar bola mataku dan kembali menyesap minumanku. Memperhatikan bartender yang tengah membuat minuman. Bartender itu memakai kemeja lengan panjang yang di gelung sampai siku dan apron yang menutupi sebagian kaki terbalut celana jeans hitam. Atraksinya mencampur minuman asik sekali. Mencampur dan melemparkan tumblr mixer ke udara dan menangkapnya.

Siapa ya nama cowok yang kemarin Jona sempat ngenalin ke aku itu? Dika? Dira?

"Hai Fia.." Suara bass khas Jona mulai menggoda. Aku memalingkan wajah dari bartender kece dan melirik ke seorang gadis yang kini menjadi target Jona.

Aku belum kenal dengan gadis ini, kulitnya putih pucat dengan rambut hitam legam sepundak dan kacamata bulat berbingkai merah. Manis.

Gadis itu tengah memainkan handphonenya sambil menyandarkan sebelah tubuhnya ke counter bar, seakan menunggu pesanan.

Aku mengulum senyum. Jarang-jarang seorang gadis tidak menyadari keberadaan Jona.

"Sibuk banget sih Fia, gak merhatiin aku." Jona yang sepersekian detik di cuekkin oleh gadis bernama Fia itu ga kehilangan akal. Dia mulai mencolek siku gadis yang sibuk dengan handphonenya.

Bagaikan tersambar petir, gadis itu terkejut dan menjauh dari Jona. Wajahnya bingung dan ... panik?

"Sorry, Fi. Gue udah manggilin lo terus dari tadi, tapi lo gak nyaut." Jona mengangkat kedua tangannya takut-takut.

"Err-- kayaknya lo salah orang deh, bro. Gue bukan Fia." dan gadis yang namanya bukan Fia itu langsung menghindar pergi.

Ku yakin bola mata Jona tengah membesar kali ini. Ditambah rona merah di wajah. Dengan kaku cowok itu membalikkan tubuhnya ke arahku.

"My bad." gumamnya kaku.

Aku tertawa tergerai.

Jona melepaskan kacamatanya dan memijat pangkal matanya dengan sebelah tangan.

"Anjasss," desisnya pelan. Warna merah muda masih menghiasi pipinya.

Pasti malu banget.

Aku menonton cowok disebelahku ini menghirup rokoknya banyak-banyak dan menghembuskan asap kuat-kuat. Satu, dua, tiga kali. Hirup, hembus. Hirup, hembus.

"Iye, Le. Gue gagal." Sungut cowok itu. Hembusan asap lagi. "Terserah lo jadinya mau godain cowok apa ngga."

Aku tertawa pelan. Jona masih belum mau menatap wajahku.

Boys and their ego.

"Hmm," aku bergumam pelan. Sebuah ide gila terlintas di kepalaku.

"Roses are red, violets are blue ..."

Cowok gondrong di sebelahku sontak menoleh. Matanya yang tak terlapis kacamata itu menatapku bingung. Sebelah alisnya sudah terangkat tinggi. Ku yakin dia pasti sering mendengar kata-kata yang ku ucap barusan. Mengumpulkan keberanianku, aku balas menatap matanya.

"You are so cute, may I have you?"

AzaleaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang