Cerpen 1 : 3 Kata, 408 Kali (Kirana POV)

89 12 8
                                    

"Hii... Bedakmu tebal. " Sudah ratusan kali ia mengejekku seperti itu. Lebih tepatnya 328 kali. Aku selalu menghitung setiap ejekan yang ia lontarkan padaku. Aku tidak seperti yang ia katakan. Aku memang memakai bedak tetapi sangat tipis. Apakah dia tidak bisa membedakan warna kulit wajah yang belang karena terpapar sinar matahari atau wajah yang belang karena sebagian bedaknya luntur? Ada apa dengan matanya? Minus, kah? Plus, kah? Atau buta warna?

Ingin sekali aku menghajarnya dan membuatnya berhenti mengejekku. I HATE HIM. I HATE YOU "M. ROZAQ AL ZAIDAN". Aku tidak menyamarkan namanya sedikitpun. Aku sudah sabar menghadapi nya, namun lelaki dengan panggilan Zaki itu sudah membuat emosiku meledak-ledak.

Terakhir kali, tadi, saat kami pindah di kelas 9.4, aku duduk di depan dan saat itu tidak ada guru. Zaki berkeliaran di kelas lalu ia menghampiriku, menginjak kaki-ku dan berkata, "Hii... Bedakmu tebal." Ini sudah ke 329 kalinya ia mengejekku. Namun aku tetap diam dan tidak mempedulikan perkataannya meski 3 kata itu terus terngiang-ngiang di kepalaku.

Ingin rasanya aku menangis dan melaporkan pengejekan yang dilakukan Zaki kepadaku. Aku ingin sekali mengadu pada bu Dwi, guru BK, tentang perilaku tidak baik Zaki. Tapi, jika aku mengadu pada bu Dwi dan Zaki dihukum, mungkin setelah itu dia akan semakin mengejekku.

Hanya 3 kata, sudah membuatku sakit hati. Bagaimana laki-laki bisa paham tentang perasaan perempuan jika mereka yang menyakiti hati perempuan. Aku tidak tahu lagi bagaimana aku harus menceritakan perlakuan buruk Zaki. Aku semakin menjadi seorang penyendiri dan pendiam. Hanya karena 3 kata itu.

***

Hari ini, tepatnya sebulan setelah pengejekan di kelas 9.4, Zaki kembali mengejekku. "Hii... Bedakmu tebal." 408 kali ejekan. Hanya dalam sebulan dari 328 ejekan sudah menjadi 408 ejekan. Parah! Sebenarnya aku sudah muak dengan semua ini. Aku ingin sekali mencaci-makinya, memukulnya, mematahkan tulang rusuknya, tapi tidak mengakhiri hidupnya.

Aku masuk ke sekolah dan menaiki tangga. Aku berjalan melewati beberapa kelas dan beberapa anak menyapaku dengan ramah. Aku masuk ke kelas dan menurunkan kursi. Aku duduk terdiam sambil membolak-balik buku pelajaran sejarah.

Masih sekitar 10 menit aku membaca buku sejarah. Dia datang. Dia berjalan dengan santai seperti tidak ada beban atau dosa di pikiran dan hatinya. Dia duduk di tempatnya dan berbincang dengan teman yang lain. Dasar Zaki! Badboy, pekerjaannya hanya mengejekku saja.

Ya Allah, dosa apa yang ku perbuat sehingga aku dipertemukan dengan orang tidak waras itu, yang mulutnya tidak bisa diatur sama sekali, yang mulutnya hanya dipakai untuk mengucapkan kata-kata kasar, bukan kalimat yang meng-agungkan-Mu.

Mataku kembali fokus pada buku sejarah. Hanya karena 3kata itu pikiranku dipenuhi dendam. Ratusan kali aku menghilangkan rasa dendam itu dan berhasil. Namun, setiap saat ia selalu mengejekku dan dendam ku kembali muncul. Hanya karena dia dan 3 kata itu aku hampir lupa cara tersenyum dan tertawa.

***

Sekarang sudah masuk musim hujan setelah kemarau yang begitu panjang dan menyiksa. Daerah-daerah yang semula kering menjadi subur kembali dan persediaan air sangat melimpah sehingga menimbulkan banjir dimana-mana. Sekolah sudah sepi, hanya ada aku dan beberapa anak yang juga berteduh di tempat parkir minimarket yang ada di depan sekolahku. Kulihat Zaki mengendarai sepeda motor dengan kencang. Dia lewat dihadapanku dan karena laju motornya yang kencang, air tersembur ke bajuku.

Kini dia ada di perempatan, meski begitu laju motornya konstan. Dari arah selatan sebuah mobil bak terbuka juga melaju dengan kecepatan tinggi. Zaki yang melaju dari arah barat menabrak pintu mobil tersebut.

Dar!! Bruak!!

Kecelakaan pun terjadi. Aku dan beberapa orang menghampiri Zaki dan sopir mobil tersebut. Tubuh Zaki lemas, mulutnya robek, kepalanya hancur, seketika air hujan berubah menjadi merah. Jalanan penuh dengan genangan darah.

Sopir mobil juga mengalami luka di kepala dan kakinya. Ini pemandangan yang amat menyeramkan. Namun, bibirku menarik garis senyum, seperti orang jahat di film-film. Tetapi aku tidak bermaksud untuk tersenyum apalagi dalam suasana menegangkan seperti ini. Beberapa orang langsung membantu evakuasi kedua korban dan membawa mereka ke tempat parkir minimarket dan membersihkan jalanan.

Zaki menatap sekeliling dan pandangannya terpaku padaku. "M... m... ma... a... a... f... kan... a... a.. ku, " Ucap Zaki terbata-bata. Lalu ia kejang-kejang dan kesulitan bernapas. Zaki sedang mengalami sakaratul maut. Ku bimbing dia mengucapkan syahadat, rupanya lebih sulit dari yang kubayangkan.

Zaki nampak kesulitan membaca syahadat. Allah, apa ini balasan untuk 408 ejekan nya? batinku.

Belum rampung ia membaca syahadat, malaikat Izrail sudah mencabut nyawanya.

"Innalillahi wainna ilahi raji'un, " Ucap semua orang yang mengelilingi Zaki.

Sangat disayangkan, Zaki meninggal di usia muda dan dia tidak bisa mewujudkan impiannya. Aku tidak tahu harus senang atau sedih. Aku senang karena tidak akan ada yang mengejekku dengan 3 kata itu lagi dan aku sedih karena akan melihat wajah orang-orang terdekat Zaki yang sedih atas kepergian Zaki.

Zaki telah mendapat balasan yang sangat setimpal. Inilah balasan dari kesabaranku menghadapai 408 ejekan dari Zaki. Sampai jumpa tukang ejek, semoga kau diterima di sisi-Nya.

3 Kata, 408 KaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang