Angin malam menyapa ruang hampa nan lembab. Bentangan langit polos nan kelam tanpa cahaya bintang maupun bulan akibat tertutup awan gelap tak terlihat. Jalanan basah menampilkan sisa-sisa hujan yang mengguyur ibu kota. Masih terlihat beberapa manusia beraktivitas malam itu, namun jalanan tak begitu padat seperti siang harinya. Udara nan lembab juga terasa dingin namun tak terasa menusuk apabila menerpa kulit yang terbuka.
Tapi berbeda dengan mereka yang kini berada dalam Café tak merasakan udara luar yang lembab akibat hujan turun senja tadi, namun masih dapat melihat keadaan luar yang tidak sepi dengan menampakkan kendaraan berlalu lalang atau pun orang yang berjalan di jalanan nan mengkilap.
Cuaca malam ini sama halnya dengan perasaan gadis itu, terasa lembab seperti hati nya yang menangis bagai air hujan yang menyambar udara, hatinya hampa yang telah dibawa pergi bagai langit malam tanpa cahaya menghiasi luas bentangannya.
Gadis yang kini berada dihadapan seorang laki-laki yang mungkin ia benci, atau mungkin yang sangat ia rindukan?
Dia benci atmosfir ini, seketika terbesit didalam hati nya
Dengan mudahnya kau kembali ke hadapanku setelah luka yang kau bekaskan sebelum pergi meninggalkan ku dalam keadaan hati yang telah kau ambil tanpa sisa. Kau berlalu, tanpa izinku untuk membawa sepenuh hati yang kupunya. Hingga selama kau tak disisiku, kau bahkan tak dapat membuatku jatuh hati kepada orang lain saat ku berfikir kau tak akan kembali. Sekejam itukah kau sehingga aku menjadi orang yang tak punya hati lagi? Dan tidak bisa mencintai sesorang lagi?
Brengsek? Entahlah.
Setelah dua tahun.
Setelah dua tahun mereka berjumpa kembali.
"Gue mau ngomong"
Keduanya tersentak sebab mengucapkan kalimat yang sama tanpa sengaja meluncur dengan bersamaan.
"Lo bisa duluan, Ji"
"Ngg-- lo duluan aja gapapa kok"
"Ladies first. Lo duluan aja" ucapnya seraya tersenyum, tipis namun lembut terlukis diwajahnya. Sungguh senyuman yang benar-benar dirindukan oleh seseorang yang berada dihadapannya saat ini.
Drrrrttttttttttt
Secara tiba-tiba handphone milik Sehun bergetar pertanda ada yang menelpon, ia melirik sebentar dengan senyuman menyusul setelah melihat nama yang tertera di layar handphone nya meski hanya sedetik
Oke, kepotong.
Jeehan membatin dan mungkin sedikit jengkel, secara dia sudah sering hampir mengatakan sesuatu yang selama ini ia pendam. Tentu ini bukan hal yang sama yang terjadi saat SMA, memendam rasa yang diam-diam ia simpan, melainkan hal yang terkait hubungan mereka. Bukan hubungan pasti tentunya. Mungkin dulu baginya memendam memang lebih aman. Tapi sekarang bukan soal aman, melainkan mengeluarkan sesuatu yang menurut nya menyesak justru akan lebih lapang bagi nya untuk tidak tetap tertahan di sel hati tak berbesi.
Please, deh. Gue udah sipain mental asal lo tahu. Secara gue ini cewek yang mau menyampaikan perasaan gue selama lo gak ada. Oke, gue tahu gue bukan siapa-siapa lo dari dulu. Tapi gak masalah kan kalau gue minta keterangan sekaligus kepastian? Sumpah, gue mau numpahin semuanya. Gila gak sih? Ya nggak lah, gue pengen legain semua nya. Gue udah capek mendem mulu, mending gue bilang langsung ke orangnya.
Kini Jeehan menatap pada Sehun yang sedang berbicara dengan telponnya.
"Kamu udah balik? Kapan?"
"Kok gak ngabarin?"
"Padahal mama kamu pesen buat jemput kamu di bandara kalau kamu kabarin aku kalo udah nyampe"
"Oh gitu, oke"
"Aku lagi diluar, sama temen"
"Iya. Hati-hati"
Oke, kata 'Teman' itu wajar. Tapi bagi Jeehan entah mengapa setelah mendengar percakapan Sehun dengan seseorang dari handphone nya, ia merasa sedikit kecewa. Tidak, sedikit cemburu? No, sangat-sangat cemburu dan kecewa bercampur dalam hatinya saat ini. Ya, Jeehan telah mengambil kesimpulan sepihak nya kalau yang berbicara disebrang sana adalah...
Kekasih nya, mungkin? Mengapa tidak? Dia berbicara lembut seperti yang Sehun lakukan dulu pada Jeehan. Sungguh rasa tak rela bergerak gesit dalam dada nya saat ini.
Secepat itu? Ohhh god, gue selama ini mati-matian buat buat lupain lo tanpa sisa, sementara lo segampang itu buat membuka hati untuk perempuan lain. Mana janji lo dulu? Please, ini gak adil.
"Maaf, pembicaraan kita kepotong. Lo bisa ngomong yang mau lo omongin ke gue tadi"
"Duhh gue jadi lupa buat ngomong apa"
"Bisa ya ditinggal bentar aja lupa"
Mending, daripada lo yang 'meninggalkan' dalam sekejap lupa sama yang lo tinggalkan
"Abis udah diujung lidah tadi dipotong aja, fikiran gue udah kemana-mana jadinya"
"Sumpah deh, gue bener-bener lupa mau ngomong apa"
Kali ini Jeehan berbohong tentunya, apalagi setelah prasangka nya terhadap hubungan Sehun dengan wanita yang berbicara di telfon tadi. Tentu Jeehan tak ingin menjadi orang ketiga, bukan? Yang benar saja, Jeehan dan Sehun tak ada hubungan apa-apa. Tetapi tidak dengan hati Jeehan yang bukan tak ada apa-apa.
Oke, bukan waktu yang tepat sepertinya.
Mungkin lain waktu.
"Terus gimana?"
"Lo bilang lo juga mau ngomong sesuatu, kan?"
***
|Published on October 13, 2017.
Pekanbaru
***
Halo.
Ini adalah work pertamaku, sebenarnya udah lama ada keinginan untuk menulis cuma karena tak percaya diri yang mendominasi, jadi ya baru sekarang deh bisa publish.
Sebelumnya maaf apabila cerita aku masih amatiran atau apapun itu, secara ini adalah pengalaman aku yang pertama. Buat kalian para reader pasti udah banyak membaca cerita dari penulis-penulis yang bagus di Wattpad dengan cerita hasil karyanya yang keren habis, maka maaf apabila ceritaku belum sekeren yang kalian ingin. Setidaknya mencoba udah kita lakukan, barangkali kita bisa menemukan kemampuan baru. Siapa tau kan, hehe.
Tunggu chapter-chapter ku berikutnya ya, dan jangan lupa vote.
Bye-bye
💦💦
KAMU SEDANG MEMBACA
Pain
General Fiction[SOME PARTS ARE PRIVATED] [ON GOING] Dengan mudahnya kau kembali ke hadapan ku setelah luka yang kau bekaskan sebelum pergi meninggalkan ku dalam keadaan hati yang telah kau ambil tanpa sisa. Kau berlalu, tanpa izinku untuk membawa sepenuh hati yang...