1. Bertemu

34 3 4
                                    


Sudah hampir satu jam ia menunggu jemputan pribadinya, namun belum ada tanda-tanda bahwa pak Marno akan segera tiba. Ia sudah mencoba menelepon supir pribadinya tetapi lagi-lagi tidak ada jawaban, bahkan sesekali tidak bisa dihubungi.

Waktu terus berjalan, tak terasa hari sudah mulai petang. Matahari kini mulai tenggelam tak menampakkan sinar lagi . Ia berjalan sendiri menyusuri jalanan yang penuh kendaraan itu, tidak perduli bagaimana supir itu kebingungan mencarinya ditempat biasa ia menunggu.

Terdengar suara bising kenalpot motor dari arah barat suara itu sangat mengganggu telinganya, secara refleks ia menoleh kearah suara motor berisik itu dan siapa sangka motor itu berhenti tepat disampingnya.

Tanpa mematikan mesin motor, sang pengendara turun dari motor lalu menghampiri Varisha, ia reflek mundur takut bila lelaki berjaket denim itu melakukan sesuatu yang jahat

"Eh jangan maju-maju dong, lo siapa sih?"
Ia agak ketakutan sekarang, lelaki itu terus maju mendekatinya.

"Astagfitullah neng, ini teh pak Marno."
Lelaki paruh baya itu melepas helm dan masker pelindung diwajahnya.

"Hah? Pak marno beneran ini bapak? Kok pake motor sih? Terus pake jaket sama masker kayak anak muda aja?"

Pak marno nyengir, meskipun hari sudah mulai gelap namun masih tetap terlihat jelas wajah dan deretan gigi putih Pak Marno.

"Jadi gini neng, waktu mau jemput eh dilajan mobilnya tiba-tiba mogok yaudah saya telepon mas-mas bengkel biasa buat benerin mobil. Yaudah daripada telat jemput saya pinjem motor sama seperangkat helm sama orang bengkel hehe maaf atuh neng."

Supirnya kini menjelaskan panjang lebar bagaimana kronologi kejadian mengapa ia telat menjemput dan menggunakan motor abal-abal itu.

"Yaudah ayok keburu malem pak, tapi jangan kenceng-kenceng bawa motornya oke?"

Varissha membonceng ala perempuan dan memegang pundak pak Marno persis seperti sedang naik ojek.
Btw jaketnya keren pak

***

"Sha bangun woy, udah jam berapa nih."
Kevin menggedor pintu kamar Varisha sambil berteriak, ia sudah hafal betul dengan kebiasaan adiknya itu. Sebenarnya ia malas jika harus membangunkannya tapi mau bagaimana lagi bunda yang menyuruhnya.

"Oke tiga menit lo ngga bangun, berangkat sekolah naik angkot."
Kali ini tanpa gedoran namun suaranya agak ia naikkan.

"Apaan sih, elah iya gue bangun."

Sambil menyibakkan selimut tebalnya Varisha turun dari kasur menuju kamar mandi untuk melakukan rutinitas kegiatan pagi sebelum berangkat kesekolah dengan mata masih sedikit terpejam, ia benci bangun pagi tetapi mau bagaimana lagi bunda pasti sekarang sudah ngomel-ngomel. Apalagi kakaknya, ah sudahlah.

Setelah selesai mandi ia pun menyisir rambutnya yang masih agak basah karena ia malas untuk mengeringkan rambut dengan hair dryer,tidak lupa megoleskan lip blam favoritnya setelah dirasa tidak ada yang kurang ia segera turun.

"Sayang ayo sarapan dulu biar bunda siapin ya."
Ucap Erika sambil tersenyum kearah anaknya.

"Yah bun buat bekal aja ya, takut telat nih."

"Makanya kalo dibangunin tuh langsung bangun, jangan tidur lagi. Dasar malesan."
Kevin melirik adiknya yang kini sedang memandangi dirinya dengan muka ditekuk.

"Yee biarin." Varisha menjulurkan lidah ke Kevin, ia senang meng-ganggu kakak lelakinya itu.

"Yaudah sana berangkat nanti keburu telat. Varisha bekalnya bunda taruh di tas kamu, jangan sampai ngga dimakan. Kevin, kalo bawa motor jangan kenceng-kenceng,pake helm sama jaket oke?"

"Iya bunda, Varisha berangkat dulu."
Ia mencium punggung tangan Erika begitu juga dengan Kevin, akhirnya mereka berdua berjalan menuju ke luar.

Diperjalanan Varisha bertanya terus menerus mengapa hari ini ia berangkat bersama Kevin, dimana Pak Marno, dan kenapa Kevin menggunakan motor. Tetapi Kevin tetap diam tak mau menjawab pertanyaan yang diajukan oleh adiknya tersebut.

Pukul 07:02 biasanya ia sudah sampai sekolahan dan bertemu dengan teman-temannya. Namun kali ini ia masih dijalan menunggu ban motor itu ditambal. Varisha tidak suka situasi seperti ini. Bisa ditebak ia akan telat datang ke sekolah.

"Kak, masih lama ya? Kita bakalan telat dong?"
Perasaannya kini campur aduk, antara takut dan bingung. Pasalnya jika ada murid telat pasti akan dihukum membersihkan ruang UKS disekolahannya

"Tau gini mending dianter pak Marno aja, dari pada bareng lo jadi telat gini."
Varisha tidak menggunakan embel-embel 'kak' karena kesal dengan kakaknya itu.

"Bawel banget lo."
Kevin juga malas bila harus berdebat dengan adiknya, bisa panjang urusannya. Apalagi ditempat umum seperti ini.

Akhirnya motor Kevin sudah selesai di tambal, Varisha merasa lega meskipun akhirnya telat juga. Lain kali ia akan pikir-pikir bila berangkat bersama kakaknya.

Setelah kurang lebih lima belas menitan akhirnya mereka berdua sampai di Sekolah. Keadaanya sepi, mungkin pelajaran pertama sudah dimulai 20 menit yang lalu.

"Ah aku bilang juga apa telat kan, motor mahal tapi pake bocor segala. Tau gitu pake motor motor mbak Asih aja, tinggal nge-gas" Varisha ngomel dari parkiran sampai koridor namun tidak ditanggapi oleh Kevin. Bahkan kakak nya itu melesat enah kemana meninggalkan adik perempuannya itu.

Dari arah kejauhan sudah terdengan suara sepatu bu Murti, guru kesiswaan yang sering patroli disetiap awal pelajaran atau bahkan sampai akhir pelajaran. Bu Murti bisa dibilang guru yang sangat disiplin, ia tidak menyukai murid bandel,datang terlambat,suka bolos,baju tidak dimasukan,rambut siswa gondrong,rok seragam yang terlalu pendek atau celana siswa yang sengaja dibuat pensil.

Dada Varisha rasanya sudah tak karuan, ia sangat deg-degan dan takut. Ia seperti sedang nonton film horror pada malam jum'at.

"Kamu telat?" Tanya bu Murti sambil melihat ujung kaki sampai ujung kepala Varisha. Benar-benar mengerikan.

"E.. iya bu saya minta maaf." Ucap Varisha sambil menunduk takut. Demi apapun ia akan mengadukan hal ini kepada Bunda, harusnya Kevin juga ada disini bersamanya.

"Oh begitu? Yasudah sekarang kamu langsung pergi kekelas saja."

"Loh kok kekelas bu? Saya ngga dihukum dulu?"

"Nggak, saya lagi males."

Varisha melongo mendengar jawaban yang diberikan guru BK itu. Setahu Varisha guru killer ini tidak akan memberi kompensasi hukuman dan tidak akan mengampuni murid yang berbuat salah.

"Saya ngga salah denger kan bu? Bu Murti sehat?" Tanya Varisha tanpa dosa.

"Iya, saya udah males hukum siswa hari ini gara-gara anak kelas sebelas itu, rasanya otak saya mau keluar isinya. Udah sana balik kekelas kamu, dan satu lagi. Ibu masih sehat." Guru itu kini meninggalkannya sendiri, sambil membenarkan kacamatanya bu Murti berjalan menuju kantor guru.

Penjelasan bu Murti cukup membuat ia bingung. Namun ia sangat bersyukur karena tidak mendapatkan hukuman sama sekali. Yang dipikirkannya adalah, siapa siswa yang bu Murti maksud. Tidak mungkin kan kakaknya, karena Kevin sudah kelas dua belas lagipula tadi ia bersama Kevin namun setelah melihat sosok bu Murti kakaknya itu langsung menghilang.

Haloo, ini cerita pertama aku ya.
Semoga kalian suka dan tebak siapa yang dimaksud bu Murti?


Follow : ig @nadiadiian

xoxo
Nadi💖💖

NevarishaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang