Hujan masih deras, tapi sudah tak lagi membasahi Ageha. Awalnya Ageha sempat terkejut dengan apa yang dilihatnya, seseorang yang berdiri di belakangnya, sembari memegang payung berwarna biru untuknya. Seseorang berkemeja putih itu tampak tegap dari tempatnya berdiri. Rambutnya yang dipotong pendek, dibiarkannya sedikit berantakan, terkesan natural.
Ageha hanya memandang orang itu sekilas saja, sepertinya rasa sedih sudah menguasai dirinya. Dan laki-laki itu tetap pada posisinya, terus berdiri dan tak beranjak sesentipun.Juga tetap membisu, menutup erat mulutnya. Tidak tahu harus berkata apa untuk menghibur gadisnya dulu.
Beberapa saat berlalu, masih tak terdengar sepatah katapun yang keluar dari mulut keduanya. Suasana masih hening, hanya suara air hujan yang beradu dengan kerasnya aspal yang terdengar mengalun.
Sepertinya, dia sudah tidak tega melihat Ageha, dia khawatir Ageha akan jatuh sakit. Perlahan dia membungkukkan badannya dan memeluk Ageha dari belakang.Kali ini, keduanya dalam keadaan basah kuyup, setelah orang itu melepaskan begitu saja pegangan payung ditangannya.
Ageha terlihat meronta, namun akhirnya di abaikannya juga pelukan itu. Pikirannya terlalu kacau dan juga tidak bertenaga untuk memberikan perlawanan atas apa yang dilakukan seseorang itu. Semuanya masih terpusat pada kejadian yang baru saja dialaminya. Dimana Hyori bermesraan dengan Hiro.
Tidak mungkin Ageha dengan mudahnya menumpahkan segala kepiluan hatinya. Apalagi pada seseorang yang dulu pernah menjadi pemilik hatinya, dan kini tengah memeluknya dari belakang. Untuk itu, dia lebih memilih diam saja dan mengacuhkan kehadirannya. Dan juga, rasa kecewa yang dulu ada, kini kembali menyeruak seiring hadirnya si pengukir kecewa itu. Hajime Kyo.
“Ageha…,”, kata Kyo dengan nada yang begitu lembut disamping daun telinga Ageha.
Tak ada respon dari panggilannya, setelah beberapa saat.Ageha mencoba bangkit dan laki-laki itu mengikuti gerakannya.
“Aku masih menyayangimu……..!”, lanjut Kyo lirih.
Emosi Ageha memuncak, rasa kecewa, sedih dan terluka telah memenuhi dirinya.
“Ma’af, aku harus pergi sekarang!”, suara Ageha terdengar serak.
“Tapi kali ini aku,…”,belum selesai Kyo dengan perkataannya ,Ageha sudah memotongnya dengan cepat.
“Lepaskan aku sekarang!”, pinta Ageha.
“Tapi aku serius…”, kata Kyo bersikeras meyakinkan gadis didepannya.
“Sudahlah, aku tak ingin mendengar penjelasanmu sekarang!”, Ageha berteriak sembari menyentakkan lilitan tangan Kyo dari pinggangnya.
Seolah tak rela, Kyo masih mencoba menggenggam jemari tangan Ageha.
Ditatapnya wajah Kyo dan genggaman ditangannya bergantian. Kemudian diambilnya oksigen diudara dan dihirupnya dalam-dalam.
Sementara itu, Kyo juga menatap lembut kearah manik mata Ageha. Seperti memancarkan kesungguhan dan keseriusan hatinya untuk kembali menjalin hubungan dengan Ageha.
Ketika dengan perlahan, tangan besar Kyo meraih pipi Ageha dan mencoba untuk menghapus jejak-jejak air mata yang belum juga mengering itu.
Ageha masih menatap Kyo, namun sekarang lebih tajam dan terkesan dipenuhi oleh amarah kebencian.Dan setelah membuang nafasnya kasar, tangan Ageha melayang. Menyisakan bekas kemerahan pada pipi kanan Kyo. Dia menampar laki-laki itu. Dan dengan satu gerakan, Ageha memutar tubuhnya, membelakangi Kyo. Kakinya melangkah panjang-panjang menjauh dari keberadaan Kyo.
Kyo masih mematung di jalan itu. Hujan masih menemaninya, kini giliran dirinya yang terluka. Hatinya telah benar-benar hancur oleh Ageha.
Penyesalan mulai datang menyergap benaknya. Berbagai pertanyaan berputar-putar dalam kepalanya, dan seolah pertanyaan itu tak kunjung ada jawabannya.