(2)

100K 6K 154
                                    

"Bunda, ini maksudnya apaan sih? Siapa yang mau nikah?"

"Kamu sama Adam yang akan nikah akhir minggu ini Dek dan Bunda gak nerima penolakan ya Dek"

"Allah, Bunda kenapa kaya gini? Kenapa harus mendadak kaya gini Bunda? Nawa belum siap menikah, apalagi sama dosen Nawa sendiri, nanti orang-orang dikampus pada mikir apa?"

"Dek, siap gak siap itu bukan alasan dan gak ada salahnya juga menikah dengan dosen sendiri, gak ada larangannya dosen menikahi mahasiswinya kan Dek? Bunda minta tolong Adek jangan nolak, ini keinginan almarhum Ayah kamu Dek"

Aku hanya tertunduk lesu didepan Bunda sekarang, aku bisa apa lagi kalau ternyata almarhum Ayahlah yang menginginkan pernikahan ini terjadi? Aku cuma belum siap menikah muda apalagi kalau harus menikah dengan Pak Adam, aku beneran gak bisa bayangin kalau seandainya beneran Pak Adam yang bakalan jadi suami aku nanti.

"Maaf Tante, boleh Adam bicara sebentar dengan Nawa?"

"Li, lo ikut sekalian" hah? Ngapain Mas Ali di ajak sekalian? Mau bicara apa mau rapat?

"Gue? Lo bisa bicara berdua sama Nawa_

"Bertiga, gak mungkin berdua sama Nawa, lo ngerti maksud gue" ckkk, ya ya ya, ngerti ngerti, mana mau Pak Adam bicara berdua doang sama perempuan kalau bukan urusan kerja.

Mendapat izin dari Bunda, Pak Adam sama Mas Ali langsung berjalan duluan ke arah taman belakang rumah, sedangkan aku sendiri masih mematung kalau seandainya gak ada Bunda yang mulai ngedorong aku untuk ngikutin Pak Adam sama Mas Ali dari belakang.

Ini Pak Adam apa-apaan lagi? Ngapain ngajak ngomong segala? Lagian bukan cuma itu yang aku fikirin, ini Pak Adam kenapa malah santai banget pas disuruh nikah? Dia udah tahu duluan apa gimana? Ya Allah kalau gak inget Bunda sama Mas Ali, aku mau kabur aja.

"Ada perlu apa Bapak ngajak saya bicara disini?"

"Kamu pikir untuk apa saya membawa kamu kesini?"

Lah ditanya malah nanya balik, somplak ni dosen, astagfirullah Nawa mulut kamu, aku menghela nafas dalam dengan mulut yang gak berhenti komat-kamit ngucap istighfar dari tadi, ngadepin dosen memang butuh banyak kesabaran, jangan sampai tar pas mau skripsi Pak Adam yang jadi dosen pembimbingnya.

"Saya pribadi tidak bisa menolak perjodohan ini tapi kalau kamu saya tidak tahu"

"Maksud Bapak?"

"Kamu yang suka bikin rusuh dikelas sayakan? Jadi saya yakin kamu juga pasti punya banyak cara untuk membatalkan pernikahan ini"

Allahuakbar, dikata aku apaan? dia seenak jidat ngomong gak bisa nolak, nah aku malah disuruh nyari cara untuk ngebatalin perjodohan ini, situ sehat Pak?

"Kenapa harus saya? Saya gak nikah sendiri ya Pak, kalaupun bener kita dijodohin, Bapak yang akan menikahi saya, bukan saya yang menikah Bapak, jangan kebalik"

"Dek, yang sopan" cicit Mas Ali natap aku geram,

"Jangan cuma Nawa yang dipelototin Mas, itu sahabat Mas juga gak beres, ngomong gak pake saringan"

"Jadi maunya kamu bagaimana?"

"Lah Bapak sendiri maunya bagaimana?"

"Saya tetap tidak bisa menolak permintaan orang tua saya jadi saya sudah menyetujuinya"

"Lah saya apa bedanya, Bapak gak denger Bunda saya ngomong apaan tadi? Bunda saya gak nerima penolakan"

"Saya anggap kamu menerima lamaran saya"

"Terserah dah terserah" aku ninggalin Pak Adam dan narik Mas Ali gitu aja, males kalau harus ngadepin Pak Adam yang dinginnya ngalahin kulkas.

Narik Mas Ali dan langsueaku bawa ke kamar, aku butuh penjelasan dari Mas Ali sekarang, ngeliat Mas Ali yang dengan santainya sama pemberitahuan Bunda, aku yakin kalau Mas Ali sebenernya udah tahu masalah ini dari awal.

My Perfect Husband (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang