(4)

87.5K 5.6K 145
                                    

"Semoga Nawa menjadi istri yang baik untuk mas dan Ibu yang baik untuk anak-anak kita nanti" dan berakhir dengan Pak Adam ngecup singkat kening aku.

"Nawa?" panggil pak Adam lembut tepat didepan mata aku, astaghfirullah jantung, sejak kapan Pak Adam bisa lembut?

"Eh iya Pak, Bapak mau minum? Bentar saya ambilin" tanpa ngedenger jawaban Pak Adam, akunya langsung kabur, wah jantung mulai gak sehat.

"Loh Dek, kok didapur?" tanya Bunda gagetin.

"Astagfirullah Bunda, ngagetin Nawa aja, ini Nawa haus Bunda" jawabku setelahnya nyengir gak jelas.

"Adek udah makan? Makan dulu ya biar Bunda siapin, jangan nolak karena Bunda tahu adek belum makan apapun dari tadi" Bunda mengelus pipiku pelan dan tersenyum, aku hanya menatap Bunda dengan mata berkaca-kaca, jangan cengeng Nawa.

Setelah selesai nyiapin makan, Bunda ninggalin aku dan balik masuk ke kamar, kasian juga Bunda, butuh istirahat, aku mulai menyuap makanku dengan tangis tertahan, aku gak bisa bohong kalau aku ngerasa Bunda gak adil, kenapa aku harus dipaksa nikah kaya gini? Aku gak suka dan terlebih lagi aku gak cinta, tapi disisi lain aku juga gak mau ngecewain Bunda, ini permintaan almarhum Ayah.

"Minum, jangan menangis disaat saya gak ada, karena setiap air mata yang kamu keluarkan adalah tanggung jawab untuk menghapusnya, makan pelan-pelan" Pak Adam meletakkan segelas air didekatku dan berlalu naik ke atas, aku hanya diam tertunduk tak ingin membalas ucapan Pak Adam sedikitpun,

Selesai makan, aku memberanikan diri naik dan masuk ke kamar, di dalam aku ngeliat Pak Adam yang udah terlelap akunya malah jadi bingung sendiri, mau ikut tidur tapi gak berani, alhasil aku hanya membuka novel yang sedari beberapa hari yang lalu terus gagal aku baca.

"Kamu gak tidur?" mau pura-pura gak denger tapi yang nanyak malah duduk disamping.

"Belum lagi Pak"

"Kenapa?"

"Karena saya gak nyaman dan gak berani tidur disebelah bapak, maaf bukannya apa-apa tapi saya gak ingin berbohong karena itu yang diajarkan oleh keluarga saya, jujur untuk situasi apapun" jawabku tertunduk.

"Jadi kamu mau begadang sampai besok pagi cuma karena gak berani tidur disebelah saya? Memang besok kamu gak kuliah?" aduh ini Pak Adam ngapain nanyak terus? Makin pusing.

"Besok saya masuk siangan Pak, Bapak tidur aja, saya mah gampang"

"Tidur Nawa, saya tidak akan meminta hak saya malam ini tapi tidurlah bersama saya" ucap Pak Adam lembut tapi masih dengan tatapan dinginnya,

Aku menutup novelku dan mengikuti ucapan Pak Adam tapi aslian tetep gak bisa tidur, gimana mau tidur kalau disuruh ngadep sama Pak Adamnya.

.
.
.

Subuhnya aku bangun dan mendapati Pak Adam sudah selesai berwudhu, aku juga bangkit melakukan hal yang sama, shalat berjamaah dan berdo'a bersama, menabung pahala untuk meraih surga-Nya Allah.

Setelah selesai beberes aku melangkah turun untuk ngebantuin Bunda nyiapin sarapan dibawah, sebelum nikahpun aku udah terbiasa ngebantuin Bunda jadi bangun pagi itu bukan masalah.

"Pagi bunda, pagi Mas" sapa aku ke Bunda yang lagi masak didapur dan Mas Ali yang lagi nyeruput kopinya di meja makan.

"Cie yang udah gak perawan"

Astaghfirullah, Aslian Mas aku kenapa mulutnya kaya gini? Niat banget ngajak berantem pagi-pagi kayanya, ini lagi ngapain bawa-bawa kata perawan, orang semalem aku sama Pak Adam cuma tidur doang, gak ngapain-ngapain, dasar kepo.

My Perfect Husband (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang