From the writer of CLASH proudly present...
A short story of Ali and Prilly
Pesawat Kertas Permohonan
With love,
Aliprillylover*****
Sinar matahari menembus jendela kamar, cahayanya menelisik kedua mataku. Sinarnya selalu bisa menghangatkan di setiap pagi yang cerah. Tapi apa artinya itu jika aku tidak berada di rumahku yang dulu. Aku masih tidak bisa terima harus pindah ke tempat baru. Kamar baru, suasana baru, semua ini asing untukku. Tapi apa boleh buat, ini sudah keputusan kedua orang tuaku.
Bosan, ku raih buku diaryku di nakas dan kembali berbaring di tempat tidur. Kubuka secara asal halamannya. Entah kenapa aku masih menyimpan diary usang ini. Aku bahkan sudah tidak pernah menyentuhnya sejak... Tanpa sengaja selembar foto terjatuh dari sela halaman buku. Dalam selembar foto tersebut tampak dua anak kecil, perempuan dan laki-laki. Keduanya bergandengan tangan dan tampak tertawa riang. Aku langsung mengenali si anak perempuan berkuncir dua tersebut. Mata cokelat dengan pipi bulat sempurna, siapa lagi kalau bukan diriku sendiri. Meskipun tidak sebulat dulu, tapi pipiku masih saja terlihat chubby bahkan hingga aku beranjak dewasa. Sementara anak laki-laki tersebut, dia lah alasan kenapa aku tidak menggunakan diary ini lagi. Dia adalah teman masa kecilku, Digo.
Digo adalah teman terdekatku, kami berdua selalu bermain bersama. Kebetulan tempat tinggalnya tepat berada di sebelah rumahku. Dia selalu bisa membuatku tersenyum saat aku merasa sedih. Dia juga selalu bisa melindungiku dari anak-anak lain yang menggangguku meskipun artinya dialah yang menggantikanku untuk diganggu. Dia berjanji padaku akan selalu di sisiku. Hingga pada suatu hari, kedua orang tuanya harus pindah ke luar kota sehingga Digo pun harus meninggalkanku. Aku menangis sejadinya saat dia memberitahu harus pindah. Diapun menangis kala itu, kata maaf tak henti dia ucapkan. Namun apa yang bisa dilakukan oleh dua anak kecil berumur tujuh tahun.
"Aku janji, saat aku sudah besar, aku akan menemuimu lagi dan kita akan bersama selamanya"
Aku masih mengingat janjinya, saat dia mengaitkan jari kelingkingnya ke jari kelingkingku. Namun perlahan aku mulai ragu. Itu hanyalah janji anak berumur tujuh tahun yang mungkin saja sudah terlupakan berjalannya waktu. Apalagi dia mungkin telah mempunyai kehidupannya yang baru. Sudah seharusnya aku melupakan kenangan itu. Entah sudah berapa lama aku melamunkannya hingga suara derit pintu kamar membuyarkan dan seseorang dengan wajah yang sangat ku kenal menyapaku dengan senyumannya.
"Bagaimana keadaanmu pagi ini, Prilly?"
To be continued...
03.01.18
![](https://img.wattpad.com/cover/126050493-288-k315427.jpg)