Teken bintang. Pliese...
***
South Korea, 2012
Taeyeon menghentikan mobilnya, lalu melangkah keluar menuju rumahnya yang bercat putih sempurna. Rumah yang baru enam bulan menjadi tempatnya untuk pulang. Setelah melalui negosiasi yang panjang, akhirnya ibunya bersedia menetap di negara asal ayahnya ini. Bukan berarti Taeyeon lebih memilih Korea dibanding New York. Taeyeon suka keduanya karena itu adalah bagian tak terelakkan darinya. Taeyeon hanya menyukai perubahan dan rumah baru, juga lingkungan hidup baru merupakan salah satu dari sekian banyak hal yang disukainya.
Masih dengan langkah ringan juga bibir yang bersenandung, Taeyeon memasuki rumah. Segalanya tertata rapi juga harmonis. Sebuah foto keluarga berbingkai indah berisi dirinya juga kedua orangtuanya-Dongwoo dan Hegyo-menjadi titik sentral dari tema ruang tamu itu. Taeyeon tersenyum ketika melihatnya. Foto itu juga baru diambil beberapa minggu yang lalu. Ia nampak begitu bahagia, diimbangi dengan senyum orangtuanya yang terlihat amat menenangkan. Mengisyaratkan bahwa kehidupan mereka akan terus seperti itu; bahagia dan tenang.
Taeyeon mengerutkan kening ketika melihat pintu ruang keluarga terbuka lebar. Mengikuti bisikkan hatinya, Taeyeon mengubah arahnya dan berdiri di depan pintu.
Segalanya tampak aneh di mata Taeyeon; ayahnya berdiri kaku, sementara ibunya duduk dengan wajah pucat juga tangan terkepal di dada. Kemudian ada Paman Donghwa-kakak ayahnya-yang berdiri menghalangi pintu.
Taeyeon tidak mengerti apa yang menjadi penyebab keganjilan itu, hingga Paman Donghwa bergeser dan memberi Taeyeon pandangan yang lebih luas. Ada seorang gadis berdiri di tengah ruangan itu. Seorang gadis yang mungkin seusianya, dengan tubuh tinggi juga rambut coklat gelap.
Dengan perasaan familiar yang aneh, Taeyeon terus mengamati gadis itu bersama suasana tegang yang mewarnai ruang keluarganya. Seakan-akan mereka semua sedang berada di tengah medan pertempuran.
Taeyeon tersentak ketika gadis itu berbalik menatapnya, dengan mata berwarna hitam kelam yang merefleksikan warna mata Taeyeon sendiri.Perlahan, seulas senyum tersungging di wajah gadis itu. Ada sesuatu dalam dirinya yang membuat Taeyeon merasa tidak tenang. Pertanyaan demi pertanyaan datang memenuhi benak Taeyeon. Dan seluruh pertanyaan Taeyeon terjawab dengan satu sapaan ramah dari gadis itu.
"annyeong, nae dongsaeng."
Seluruh mata di ruangan itu beralih pada Taeyeon dengan ekspresi syok dan panik menjadi satu. Taeyeon membeku sepenuhnya, tak memercayai pendengarannya. Tiba-tiba segalanya nampak kabur. Ibunya berseru memanggilnya, sementara Paman Donghwa berusaha meraihnya ke dalam pelukan.
Namun Taeyeon menolaknya. Ia melangkah mendekat dan terus menatap gadis itu, yang kini senyumnya berubah menjadi lebih dingin.
"Apa maksudmu?" tanya Taeyeon dengan suara yang dipaksakan datar. Lalu penjelasan itu mengalir dengan lancar. Selayaknya cerita pengantar tidur lengkap dengan nada yang terkontrol. Taeyeon tetap mendengarkan dengan seksama, tak peduli pada rasa sakit yang terus menggerus hatinya seiring berjalannya cerita itu. Cerita yang terasa seperti mimpi buruk, namun memberi fakta tak terbantahkan; segalanya masuk akal.
Gadis berambut coklat gelap itu bernama Raein dan mengaku sebagai anak dari Kim Dongwoo. Usianya genap delapan belas tahun tiga bulan yang lalu. Hanya tiga bulan lebih tua dari Taeyeon yang akan berulang tahun besok. Sekarang Taeyeon mengerti perasaan familiar yang dirasakannya, karena ternyata mereka berbagi darah yang sama.
Seakan fakta itu belum cukup menghancurkan, Raein mengatakan fakta lainnya. Bahwa ibu kandungnya adalah Lee Hyemi-adik kandung dari Hegyo, ibu -yang menghilang bahkan sejak sebelum Taeyeon lahir. Hyemi pergi untuk menyembunyikan fakta bahwa dirinya mengandung anak dari suami kakaknya. Kini, semua benar-benar masuk akal.

KAMU SEDANG MEMBACA
Collection | GD & Taeyeon ✔
Fanfic"Berhenti, Taeyeon! Berhenti bersikap kekanakan sebelum kau melukai dirimu sendiri!" ------------------------------------------ "Taeyeon, kau harus berhenti melakukan ini. Kau harus berhenti membiarkan kebencian merasuki hidupmu. Kau tidak akan pern...