Back

256 37 7
                                    

Kembali seperti dulu.

Itulah yang terjadi pada Jihoon sekarang. Baginya, dulu dan sekarang tidak ada bedanya yang berbeda hanya waktu terjadinya.

Sunyi.

Gelap.

Sendiri.

Abu-abu.

Seperti itulah hidup seorang Park Jihoon.

Warna abu-abu yang dulu sempat tergantikan oleh warna pelangi, sekarang kembali menjadi abu-abu dan mungkin semakin menjadi gelap, hitam.

Jihoon menyadarinya tetapi ia tidak bisa melakukan apapun. Ia hanya diam menerima dan menjalankan kehidupannya seperti biasanya.

Bangun tidur, sekolah lalu pulang lagi adalah kehidupannya. Tidak ada kegiatan lain seperti sebelumnya. Jika ditanyai 'kenapa kau tidak mengikuti ...'

Jawaban Jihoon hanya satu.

'malas.'

Selalu itu yang Jihoon ucapkan saat teman bahkan sahabatnya mengajaknya untuk pergi, melepas penat. Tetapi Jihoon selalu menolaknya.

Sebenarnya bukan hanya malas, tetapi ada hal lain yang harus ia lakukan seperti dulu.

Datang ke tempat peristirahatan malaikat-malaikatnya, pemakaman.

Setiap hari setelah pulang sekolah, Jihoon selalu datang ke pemakaman. Dengan beberapa buket bunga, ia berjalan melewati gundukan-gundukan tanah dengan batu nisan diatasnya.

Dan sampailah ia di empat gundukan tanah dengan nama yang berbeda.

"Annyeong Appa, Eomma,Chanyeol  Hyung ..."

Jihoon mengambil nafas sejenak. Nafasnya tiba-tiba sesak. Selalu seperti ini jika Jihoon akan menyebut 'nama' itu.

"Annyeong ....


Jinyoung-ah."

Jihoon meletakkan buket bunga yang ia bawa di masing-masing gundukan tanah itu. Lalu ia memandangi satu persatu batu nisan berbeda nama itu.

Tidak ada kata yang keluar dari bibir Jihoon.

Bibirnya terlalu sulit untuk berucap karena di matanya, ia melihat kejadian-kejadian yang membuat 'mereka' pergi dari hidupnya.

Di matanya, tergambar dengan jelas kejadian yang menyakitkan hatinya, dadanya kembali sesak, nafasnya terputus-putus dan air mata mulai menggenang.

Sudah satu tahun, tetapi Jihoon masih tidak bisa melupakannya. Terlalu sulit bagi Jihoon untuk melupakannya sehingga setiap ia melihat empat nama yang berada di hadapannya ini, Jihoon selalu menangis. Menangis menumpahkan semuanya di atas empat pusara para malaikatnya.

"Bogoshipeo."

Jihoon merindukan mereka, sangat-sangat merindukannya. Tapi ia tidak bisa berbuat apapun selain datang setiap hari ke pemakaman dengan sebuket bunga dan pastinya berdoa untuk para malaikatnya.

Jihoon mengusap air mata yang telah mengalir di pipi chubbynya. Ia kembali mencoba untuk bersikap baik-baik saja tanpa orang yg lain liat jika dia tidak baik-baik saja di dalamnya.

Jihoon membalikkan badannya, meninggalkan tempat terakhir para malaikatnya. Ia berjalan meninggalkan area pemakaman menuju halte yang tak jauh dari sana untuk mununggu bis yang akan membawanya pulang ke rumah.
.
.
.
Hari berikutnya, Jihoon lalui seperti biasa. Sekarang ia berada di sebuah halte depan kompleks rumahnya dan juga halte ini adalah halte dimana ia melihat semua 'kejadian' itu dengan jelas.

Sequel : Time spent walking through memories [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang