one...

32 2 2
                                    

"kamu...keluarlah dari sini, anak sialan!!!" suara lelaki berumur 40-an terdengar begitu keras didalam rumah itu. "orang tuamu sudah tidak ada, seharusnya kamu itu mengerti dengan kehidupanmu yang sekarang ini!!! kamu itu, sebanding dengan sampah yang tidak ada gunanya lagi!" lelaki itu mengeluarkan kekesalannya kepada keponakannya. "andaikan saudara laki-lakiku tidak menikahi perempuan ja**ng itu...mungkin dia masih ada sampai sekarang...kenapa juga dia mencintai perempuan ja**ng sepe-" belum selesai berbicara, terdengar suara gelas yang pecah. 

"apa yang kamu lakukan anak ja**ng ?!" kata istri dari lelaki 40-an itu.

"apa yang ku lakukan, kata tante??? seharusnya aku yang bertanya seperti itu, apa yang kalian lakukan terhadapku?! kalian terus mengata-ngatai bundaku yang sudah tiada, apa salah bundaku terhadap kalian?!" sebuah tangan mendarat di pipi cewek yang masih berumur 16 tahun. matanya sembab akibat air mata yang tak berhenti mengalir. 

"berani-beraninya kamu tidak sopan kepada tantemu! HAH?!" tanya lelaki itu sambil melemparkan buku tebal ke wajah keponakannya.

cewek itu mengepalkan tangannya dan segera pergi ke kamarnya untuk mengemasi barang-barangnya. dari luar kamar, terdengar caci-maki tante dan omnya.

"kenapa aku harus seperti ini?" kata cewek itu sambil memasukkan pakainnya ke dalam koper yang cukup besar. saat ingin memasukkan sebuah bingkai foto yang memuat kedua orangtuanya dan dirinya, dia mengelus-ngelus foto itu. "ayah...bunda...kenapa kalian meniggalkanku di tempat yang seperti neraka ini? aku harus bagaimana? apa aku ikut kalian saja tenang di sana? agar aku tidak seperti ini lagi?" cewek itu menitikkan air matanya lagi. "bunda kenapa om dan tante membencimu? dan juga...kenapa bunda harus lahirin aku?" kata cewek itu memeluk bingkai foto itu. lalu, segera memasukkannya kedalam koper.

setelah mengemasi barang-barangnya. cewek itu, segera keluar dari kamarnya. diluar sudah tidak ada lagi om dan tantenya. saat membuka pintu rumah, cewek itu bertemu dengan adik sepupunya di ambang pintu.

"kak jingga? kakak mau ke mana?" tanya adik sepupu jingga yang satu tahun di bawahnya.

"kakak hanya mau bilang...kakak sudah tidak tinggal disini lagi." kata jingga memeluk adik sepupunya dengan penuh kasih sayang.

"kenapa? pasti karena ayah dan ibu kan?" tebak dito melepas pelukannya dari jingga.

"bukan karena om dan tante kok!" jawab jingga berbohong.

"kalau bukan karena ayah dan ibu, kenapa kakak pergi?" tanya dito lagi.

"kakak ingin saja. kakak tidak mau menyusahkan om dan tante lagi." jelas jingga.

"terus kakak mau tinggal dimana?"

"kakak akan ngambil uang di rekening kakak, terus kakak akan cari apertement dekat dengan perusahaan ayah kakak." jelas jingga.

"kakak jaga diri disana yah!" kata dito memegang kedua tangan jingga.

"kamu juga jaga diri disni. jangan nakal, jangan pernah berantem lagi, makan jangan pernah lupa, dan juga obatnya jangan lupa diminum." kata jingga yang memegang erat tangan dito. "kamu sudah besar sekarang. bahkan, kamu sudah lebih tinggi dari kakakmu ini. jadi, jangan pernah kecewakan kakak yah?" lanjut jingga.

"siap! kakakku sayang." kata dito memeluk memeluk jingga terakhir kalinya.

"kalau gitu kakak pergi dulu yah." kata jingga menarik kopernya ke mobilnya yang berwarna biru nafi.

"hati-hati ya kak!" teriak dito saat mobil biru nafi itu keluar dari halaman rumah yang sangat besar itu.                                                

                                   ####


diperjalanan jingga terus menangis sambil menyetir mobil. untungnya saja malam itu tidak banyak kendaraan yang lewat. jadinya jingga bisa memelankan laju mobilnya. heandphone jingga bergetar, nama seseorang tertera di layar heandphone-nya.

filler of my emptinessWhere stories live. Discover now