Seoul, 23 Oktober 2017

934 95 7
                                    

Bbas meringkuk di balik selimut, tubuhnya masih menggingil kedinginan meski selimut yang ia pakai sudah cukup tebal. Seingatnya ia telah mengicilkan pendingan ruangan, namun tubuhnya masih saja menggigil kedinginan. Bbas kembali menarik selimutnya membungkus tubuhnya rapat sehingga udara dingin tak bisa menembus tubuhnya. Ia terus bergerak tak nyaman dalam tidurnya tanpa ia sadari gerakan-gerakan tak nyamannya telah membangunkan seseorang yang tengah tidur di sampingnya.

God menerjapkan kedua matanya. Dia masih sangat lelah, namun merasakan Bbas bergerak tidak nyaman di sampingnya membuat pria tampan itu pun terpaksa melawan kantuknya untuk melihat keadaan Bbas.

Bbas masih meringkuk seperti malaikat kecil di atas ranjangnya. Tubuh berisinya nyaris tertutup seluruhnya dibalik selimut tebal. God memandangi wajah Chubby Bbas. Seulas senyum terukir dari bibirnya menyadari begitu sempurnanya wajah pria yang kini tertidur di sampingnya. Jika selama ini God selalu yakin bahwa dia memiliki wajah yang sangat tampan namun setelah bertemu Bbas, Ia menyadari bahwa Bbas jauh lebih tampan darinya. Lebih menyenangkan jika ditatap lama-lama. terlebih lagi dari jarak yang begitu dekat.

God perlahan mengulurkan tangannya, berusaha membuat gerakan sepelan mungkin agar tak membangunkan Bbas. Pria jangkung itu menyentuh kening Bbas. Mendapati suhu tubuh Bbas yang sangat panas.

God panik. Bibir Bbas tampak begitu pucat dan terus menggigil.

“Bbas, kau tidak apa-apa?” God mencoba membangunkan BBas. Namun pemuda yang jauh lebih pendek darinya itu hanya melenguh sambil kembali menggulung badannya menahan dingin.

God meraih ponselnya. berusaha menghubungi P'Oh atau P'Ake. Namun ia membatalkan niatnya setelah melihat jam digital yang tertera di Ponselnya. Sudah hampir jam 3 pagi. Mustahil God membangunkan managernya. Sempat terpikir untuk menghubungi Mama Bbas. Namun memikirkan wajah Mama Bbas yang pasti sangat khawatir membuat God kembali mengurungkan niatnya.

"Bbas, kau bisa mendengar P'?" God kembali bertanya. Menepuk pipi chubby Bbas yang tampak kemerahan karena demam.

"Bbas?" God kembali memanggil. Bbas tak menunjukkan banyak reaksi. Hanya menggerakkan bola matanya namun tak kunjung membuka kedua matanya.

God segera menarik seprai tempat tidurnya. Menjadikan selimut tambahan untuk Bbas. Pria jangkung itu segera beranjak dari tempat tidurnya. Mengambil syal dan juga kaus kaki bersih yang ada di dalam tasnya. God segera kembali dan memakaikan Syal untuk membalut leher Bbas. ia juga memakaikan Bbas kaos kaki agar kaki bbas tetap hangat. God segera mematikan pendingin ruangan dan pergi ke kamar mandi untuk menyiapkan handuk basah.

God membenarkan posisi tidur bbas, lalu menempelkan handuk basah ke kening Bbas. Wajahnya masih tampak cemas. Ia tak pernah merawat orang sakit sebelumnya. Ia tak punya banyak pengalaman apapun. Hanya berbekal ingatannya pada saat sang ibu merawat adiknya ketika sakit demam. Itupun sudah sangat lama.

God meraih tangan Bbas di dalam selimut. Menggenggamnya lembut untuk memberikan kehangatan. Ia menarik tangan Bbas mendekatkan ke mulutnya dan meniup-niupnya pelan sembari menggosok-gosoknya.

Bbas melenguh, merasakan hangat dan nyamannya genggaman tangan God. Pemuda 18 tahun itu mulai membuka matanya memfokuskan kedua irisnya untuk menatap siulet God yang semakin lama semakin jelas.

"Aw.. P' sudah kembali?" Tanya Bbas lemah.

God mengangguk, mengecup punggung tangan Bbas kemudian kembali menggosok-gosoknya.

"Kapan P' kembali? Kenapa Bbas tidak sadar P' kembali?" Tanya Bbas linglung.

God menatap Bbas cemas. Alih-alih mencemaskan dirinya sendiri yang tengah sakit. Bbas justru memberondongnya dengan pertanyaan-pertanyaan.

"P' sudah pulang sejak lama. Mungkin Bbas terlalu lelah jadi tidak sadar. Bbas sudah minum obat? Apa Kau ingin P' membelikan sesuatu untukmu?" Tanya God masih dengan nada cemas.

Bbas menggeleng lemah. "Bbas tidak apa-apa P'. Hanya masuk angin." Jawabnya.

God merasa tak puas dengan jawaban Bbas. "Kau ingin makan sesuatu? P' akan membelikannya untukmu."

Bbas tersenyum, "Ini bukan Thailand P', bagaimana jika P' tersesat? Sungguh Bbas baik-baik saja. Bbas hanya butuh tidur." Jawab Bbas berusaha menenangkan.

God menghembuskan nafasnya berat. Bbas benar. Ia hampir lupa jika saat ini mereka tengah berasa di Korea Selatan. Jangankan arah, bahasa korea pun dia sedikitpun tak paham. God merasa tak berguna sekarang. Dia benar-benar kesal karena tak bisa melakukan apapun untuk Bbas.

Bbas menyadari wajah kecewa God. Pria 18 tahun itu menarik tangan God yang masih menggenggam tangannya. "Bbas tidak apa-apa P'. Sungguh. Jangan cemas." Seulas senyum tersungging dari bibir Bbas mau tidak mau God ikut tersenyum dan mengangguk.

"P' tidurlah. P' pasti juga lelah."

God mengangguk dan beranjak dari samping tempat tidur Bbas, kemudian naik ke ranjang mereka. God menarik tubuh Bbas membiarkan pria yang jauh lebih muda darinya itu bersandar di dada bidangnya. God dapat merasakan panas tubuh Bbas melalui pori-pori kulitnya.

"Bagaimana jalan-jalannya? Apa Bbas senang?" Tanya God sembari mengusap lembut rambut Bbas.

Bbas menggeleng pelan "Aku merindukan P' sepanjang perjalanan." Jawabnya jujur.

God semakin mengeratkan pelukannya. Mengecup pucuk kepala Bbas yang masih panas.

"Maafkan P', " Ucapnya.

Bbas mengangguk dalam dekapan God. Menyesap aroma tubuh God yang begitu ia rindukan.

"Tidak apa-apa P," Ucapnya.

God menatap wajah kemerahan Bbas, Mengecup pucuk hidung mancungnya, kemudian pipinya dan berakhir di atas bibir pucatnya.

Bbas menerjapkan kedua matanya menatap wajah God yang penuh penyesalan. Pria 18 tahun itu kemudian mendaratkan ciuman singkat di pipi God. Membisikkan bahwa ia baik-baik saja. kemudian tersenyum dan kembali menyandarkan kepalanya di atas dada bidang God.

God menarik tubuh Bbas semakin dekat. Membiarkan kekasih prianya itu tertidur dalam dekapannya menggenggam tangan-tangan mungilnya hingga pagi menjelang.

"P' mencintai Bbas. Maaf P' belum bisa menjaga Bbas dengan baik." Bisik God kemudian mengecup lembut pipi Chubby Bbas.

.
.
.
.

Pagi menjelang, Bbas baru bangun dan menyadari God sudah tidak ada di sampingnya. Pria Chubby itu hanya melihat semangkuk bubur hangat dan obat-obatan diatas meja nakasnya. Bbas bangkit dari tempat tidurnya dan meraih secarik kertas yang di selipkan dibawah mangkok buburnya.

Bbas membuka pesan itu dan meyakini bahwa itu adalah tulisan tangan God. Bbas tersenyum. Disentuhnya sendiri keningnya dengan telapak tangannya. Masih sedikit demam tapi tidak sepanas semalam.

Bbas beranjak dari tempat tidurnya menuju ke kamar mandi untum bersiap-siap. Ia meletakkan kembali kertas yang berisi tulisan tangan God. Hatinya terasa hangat meski kini God tidak berada di sampingnya.

'Terima kasih P', Bbas sehat sekarang berkat P' Bathin Bbas
.
.
.
.

To. Bbas

'P' membelikanmu sarapan. Jangan lupa meminum obatmu. Maaf, karena P' tidak membangunkanmu ketika pergi. Cepatlah sembuh. P' Menunggumu....'

PS. Pakai Syal ini kemanapun. Kondisimu sedang lemah. P' tidak ingin Bbas sakit ketika P' tidak ada di samping Bbas.

-God-

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 24, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Love is Trust (Godbbas Stories)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang