Kisah Si Anak Kembar

418 16 12
                                    

Perkenalkan namaku adalah Riki, dan aku adalah adik kembar dari kakak ku yang bernama Raka. Kami adalah kembar serupa, artinya wajah kami persis sama karena ada sebagian anak yang meskipun kembar tetapi wajahnya tidak serupa. Namun kata ibu, bapak dan kerabatku juga teman-temanku, bukan hanya wajah kami yang serupa tapi juga postur tubuh, suara dan cara berbicara kami juga sama. Aku terkadang suka menjahili teman-temanku dengan berpura-pura menjadi kakak ku, dan itu selalu berhasil, hehe.
Pernah suatu hari ketika waktu istirahat, "Riki, ayo kita makan siang, waktu istirahat sudah tiba, kamu bawa bekal kan ?" tanya temanku Agus. Lalu aku menirukan sikap kembaranku sambil menjawab "Maaf, ini Raka, Riki sedang pergi ke toilet. Sebentar lagi dia akan kembali." Lalu ekspresi Agus berubah, wajahnya menjadi merah karena malu. Lalu ketika Raka kembali, Agus langsung merangkul bahu kakak ku sambil bertanya "Riki kenapa kamu punya kembaran sih, wajah kalian sama pula, aku kan jadi susah membedakannya." Lalu Raka menjawab "Ini sudah kehendak Allah swt. aku tidak bisa berbuat apa-apa, maaf yah." Seketika itu juga wajah Agus menjadi merah, namun bukan karena malu tapi karena kesal padaku. Aku langsung lari saat itu juga sambil meminta maaf pada Agus. "Aku tidak akan memaafkanmu sampai kau membuatkanku burung dari kertas itu lagi." Teriaknya sambil berlari mengejarku.
Begitulah, wajah kami memang serupa, postur tubuh, suara dan cara berbicara kami juga sama. Namun kami punya sifat yang berbeda. Raka kakak ku dia selalu bersikap tenang, pendiam, santun, lembut dan penyayang. Sedangkan aku adalah anak yang ceria, tidak bisa diam dan mudah akrab dengan siapa saja.
Meskipun sifat kami berbeda, namun ibu dan bapak tidak membedakan kami, mereka sayang pada kami berdua, ibu dan bapak selalu merawat kami dengan tulus mereka bilang mereka bangga punya anak kembar seperti kami. Aku dan kakak kembarku tentu saja senang mendengarnya. Sebagai balasannya, aku dan kakak kembarku ingin selalu membuat mereka senang dan merasa bangga. Yaitu dengan berbakti kepada mereka dan belajar dengan tekun di sekolah.
Hasilnya, kami selalu dapat peringkat atas di kelas, kembaranku selalu dapat juara satu dan aku juara dua. Meskipun begitu aku tidak merasa kalah oleh siapa pun. Kemampuan kami memang berbeda. Raka kembaranku pandai dalam bidang akademik atau pelajaran sekolah, apalagi soal menghitung dan pelajaran agamanya. Sedangkan aku lebih pandai dalam bidang non akademik, atau diluar pelajaran sekolah, meskipun nilaiku rata-rata dalam bidang pelajaran, namun aku sangat ahli dalam bidang olah raga, apalagi sepak bola dan bulu tangkis. Aku sangat suka keduanya. namun, itu bukan berarti Raka tidak ahli dalam bidang olah raga, hanya saja dia lebih suka belajar dan membaca buku.
Menurut bapak, sifat dan kemampuan kami yang berbeda itu sangat wajar. Itu Karena itu diwariskan dari ibu dan bapak. Bapak dulu adalah seorang atlit sepakbola dan selalu meraih medali di sekolahnya, sedangkan badminton di peroleh dari nenek atau ibu dari bapak ku yang juga seorang atlit badminton. Sedangkan Raka, kakak kembaranku itu mendapatkan kemampuannya dari ibuku. Ibu dulunya adalah murid yang senang belajar dan membaca. Bapak sering melihatnya di perpustakaan waktu di SMA dulu. Begini ceritanya saat aku menanyakan bagaimana bapak dan ibu bisa saling kenal.
Suatu hari, bapak sedang diberi pelajaran tambahan oleh gurunya. Namun itu bukan berarti bapak anak yang tidak pandai, tapi karena bapak ketinggalan pelajaran setelah beberapa hari ikut turnamen sepakbola di daerahnya, kata bapak. Waktu itu pak guru tidak bisa memberikan pelajaran tambahan karena berhalangan. Bapak disuruh untuk pergi ke perpustakaan karena waktu ujian akhir sekolah sebentar lagi. Baru pertama kalinya bapak masuk ke perpustakaan sendirian, biasanya bapak pergi bersama guru dan teman-teman sekelasnya untuk belajar disana.
Waktu kesana, bapak merasa malu dan tidak tahu harus bagaimana. Dan bapak tidak tahu harus mencari buku di bagian rak mana. Pokoknya waktu itu bapak tidak tahu harus bagaimana, kata bapak meyakinkan.
Waktu itu di perpustakaan hanya ada ibu dan ibu penjaga perpustakaan. Bapak malu untuk bertanya pada ibu penjaga perpustakaan, apalagi pada ibu yang waktu itu belum bapak kenal. Melihat bapak yang kebingungan ibu lalu bertanya pada bapak dan menawarkan bantuan. Bapak tidak langsung menjawab karena malu, apa kata orang nanti kalau bapak mencari buku saja tidak bisa. Tapi ibu malah bertanya lagi, dengan sedikit malu bapak menjawab pertanyaannya. Dan Mendengar jawaban bapak, ibu hanya tersenyum lembut sambil pergi ke arah rak dan mengambilkan buku yang bapak perlukan. Tidak hanya itu, ibu juga mengajari bapak dan bapak merasa kagum pada ibu, ibu banyak membaca buku sehingga ibu bisa tahu banyak hal, ibu mengajari bapak pelajaran matematika, agama dan sejarah. Sejak saat itulah bapak kenal dengan ibu dan bapak mulai suka membaca dari sana, kata bapak setelah selesai bercerita pada aku dan kakak ku Raka.
Sebetulnya aku juga suka membaca, tapi aku lebih suka membaca buku tentang biogerafi atlit sepakbola dan badminton terkenal seperti Cristiano Ronaldo, David Beckham, Susi Susanti dan lain-lain. Kata ibu membaca itu jembatan ilmu, kita bisa mengambil pelajaran dari kisah-kisah atau buku-buku yang kita baca.
Meskipun begitu, yang lebih sering membaca adalah kakak ku, aku lebih sering bermain sepak bola. Terkadang aku sampai lupa waktu sehingga kak Raka datang utuk menjemputku sambil membawakan ku sarung dan kopiah untuk solat berjamaah magrib di masjid. Raka memang lebih dewasa dariku. Dia sudah seperti kakak yang umurnya jauh lebih tua dari umurku, padahal waktu kelahiran kami hanya beda 7 menit.
Sehabis pulang sekolah, setelah solat ashar, aku pergi bermain bersama teman-teman. Aku pergi bersama Agus ke lapang dekat kampung sebelah untuk bermain footsal melawan anak dari kampung itu. Yang kudengar dari Agus, mereka tidak terkalahkan. Tapi, saat kami bertanding ternyata tim mereka punya kelemahan dalam kerja tim. Karena itu mereka mudah kami kalahkan, apalagi dengan duo maut antara aku dan Agus.
Mungkin karena itu salah seorang anak dari mereka bermain kasar pada Agus sehingga kakinya cedera. Aku yang melihatnya langsung menasihati anak itu, namun dia malah mendorongku sampai terjatuh. Seketika itu juga aku langsung berdiri sambil marah lalu aku mendorongnya kembali. Anak itu terkejut karena tubuhku yang jauh lebih kecil darinya memiliki kekuatan untuk mendorongnya sampai terjatuh. Sambil marah anak itu segera mengepalkan tangannya dan siap memukulku. Aku yang kaget langsung memejamkan mata seketika. Namun aku tidak merasakan apapun. Karena penasaran aku membuka mataku sedikit, betapa terkejutnya aku saat melihat Raka yang jatuh di depanku. Ternyata Raka menghalangiku agar tidak terkena pukulan anak itu.
Saat itu juga kemarahanku semakin memuncak, apalagi setelah melihat ujung bibir kak Raka yang berdarah. Aku segera akan memukulnya saat kakak ku menahanku. Aku ingin sekali memarahinya, namun kakak kembaranku itu malah tersenyum lembut, senyum yang mengingatkanku pada ibu. "Ibu bilang tidak baik kalau kita membalas keburukan dengan keburukan" ujarnya. Aku hanya memalingkan muka sambil menahan marahku. Lalu Raka menoleh pada anak itu sambil tersenyum dan berkata "Maafkan adik ku yah, sekarang kita berteman saja." Lalu aku melihat pemandangan ajaib, anak yang tadinya terlihat sangat marah dan menakutkan itu merasa terkejut dan salah tingkah. Dia lalu berkata, "Tidak, aku yang minta maaf, tidak seharusnya aku bersikap seperti itu, aku yang salah, maafkan aku." mintanya sambil menyodorkan tangannya untuk meminta maaf padaku. Aku merasa tidak harus memaafkannya, namun kakak kembaranku itu melihatku dengan senyumannya itu, akhirnya aku mau memaafkannya walau masih merasa sedikit kesal. Akhirnya kami pun bersalaman dan berkenalan. Ternyata namanya adalah Dodi, dia sudah kelas dua SMP, namun ternyata umurnya tidak membuatnya dewasa dan kakak ku yang kelas 6 MI ini justru lebih dewasa darinya.
Dari sana aku tidak lagi sekedar menganggap Raka sebagai kakak kembaranku yang berbeda jarak 7 menit, sekarang aku menganggapnya sebagai kakak yang jauh lebih dewasa dari umurnya dan menjadikannya sebagai panutanku. Dan satu hal lagi yang kuketahui tentangnya hari ini, ternyata aku dan kakak ku punya kemiripan lain, yaitu mudah akrab dengan orang lain.

Kisah Si Anak KembarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang