Tertanda

554 22 17
                                    

Teruntuk sahabatku yang sekarang terpaut jauh oleh jarak denganku, ketahuilah.

Bukannya aku berniat sombong atau melupakanmu. Hanya saja ... saat aku hendak mengirimimu pesan dan bertanya tentang bagaimana hari-harimu berjalan, sesuatu bernamakan kenyataan menyerang.

Kenyataan bahwa kamu telah memiliki sahabat baru, yang menggantikanku dalam bertugas membuatmu tertawa, menenangkanmu saat menangis, menghiburmu saat bersedih, atau mendengarkanmu saat bercerita, itu bukan lagi aku.

Itulah sebabnya aku mengurungkan niat mengirimimu pesan.

Tak ingin melupakanmu, namun mungkin saja kamu yang melupakan aku. Karena sejauh ini, selalu aku yang mengawali percakapan lewat pesan. Kamu—mungkin—hanya menunggu, membalas seadanya. Jika aku tak memulai? Ya sudah, tak ada percakapan.

Lalu lama-kelamaan aku akan mengerti. Jika hidup memang seperti ini. Sesuatu yang lama sudah sewajarnya tergantikan dengan yang baru.

Sebab air akan terus mengalir, bumi akan terus berputar,  bintang akan terus bersinar, dan rasa mungkin akan berganti.

Yang tersisa hanya kenangan, mengabadi dalam diri.
Melekat kuat dalam ingatan, untuk kelak kemudian hari diceritakan.

Tertanda,
     aku yang bertanya-tanya, masihkah aku sahabatmu?

adlptr

Sejuta kata untukmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang