Awal.

44 1 0
                                    

Kurasa aku jatuh cinta lagi. Apakah karena aku seorang peselingkuh yang mudah untuk jatuh cinta? Atau karena dia yang memang meminta untuk kucinta. Aku sudah bosan dengan cinta yang begitu-begitu saja, rasa cinta yang hanya sekejap mata. Tapi yang sekarang ini nampaknya berbeda, rasa ini terlihat nyata mungkin inilah cinta yang sebenar-benarnya; bukan hanya nafsu belaka.

Aluna, perempuan yang membuatku merasakan cinta dengan pesona yang berbeda. Kali ini aku seperti menemukan tempat singgah, atau yang lebih tepat disebut rumah: tempat untuk berpulang, untuk menetap dan tidak berpindah lagi ke lain hati. Aku sudah biasa berada di dekat perempuan, dan baru kali ini hatiku berdebar kencang ketika di dekat makhluk cantik itu. Hatiku bergoncang di dekat Aluna. Entah karena apa aku tidak tahu, yang jelas aku sedang jatuh cinta, biar saja.

Wajahnya bulat di dalam kerundung yang menghiasinya, juga matanya yang hitam kecoklatan mempunyai pandangan yang begitu indah, hidungnya mungil hampir tertelan wajahnya, gigi taring yang bersembunyi di balik bibir tipisnya sesekali terlihat saat simpul menempel di bibirnya. Walaupun tidak secantik Ratu Monalisa, tetap saja pesonanya memenuhi celah pikiranku. Setelah kurasa aku benar jatuh cinta hari-hariku dipenuhi tentang dirinya.

Sejurus kemudian aku mencoba untuk mendekatinya, tak peduli ia suka atau tidak. Aku tidak mau main-main lagi soal perasaan, kali ini aku akan bersungguh, tidak seperti ke perempuan biasanya yang pernah aku cintai—yang hanya akan aku jadikan bahan sementara saja—yang aku dekati, pacari, lalu kutinggal pergi karena jatuh cinta ke perempuan yang lain lagi. Karena ia tidak pantas untuk itu, bahkan seorang peselingkuh pun akan mencoba setia ketika ia benar-benar jatuh cinta. Aku ingin menikahinya; barangkali.

Pagi itu aku memberanikan diri, menantang semua kemungkinan yang bisa terjadi. Tamparan yang bisa tiba-tiba melayang, atau bahkan ia akan pergi tak kembali. Tapi sebuah perjalanan tidak akan pernah dimulai sebelum aku melangkah.

"Aluna?" Aku memulai.

"Iya."

"Hmm, ah, hmm, aku..."

Ia pandangi aku setelah itu menunduk. Suasana jadi hening. Aku yang sudah terbiasa dengan perempuan mati kutu di hadapannya. Payah! Tak bisa berkutik. Tapi tak kubiarkan terlalu lama dalam keheningan, aku harus tetap mengatakannya. Tiba-tiba ada kekuatan ghaib yang menggerakkan mulutku kembali.

"Aku suka kamu."

Ia terkejut. Menatapku sesaat lalu menunduk lagi, ia alihkan wajah lantas memunggungiku, seperti belum pernah berada dalam situasi yang seperti ini. Apakah perkataanku terlalu lancang? Apakah ia belum pernah pacaran sebelumnya? Ia masih saja terdiam, aku mencoba meneruskan.

"Aluna?"

Masih tidak ada jawaban, Ia masih diam seakan ingin lari dari semua ini. Wajahnya memerah, nampaknya ia malu, atau benar ia belum pernah pacaran?—di tembak seorang lelaki lebih tepatnya.

"Aku ingin menikahimu."

Ia tersentak, kaget mendengar ucapanku. Ia menatapku, mencoba memastikan apakah benar yang ia dengar. Pandangannya berat menimpa jantung, menggoncangkan pedalamanku. Menunggu jawabannya tidak seperti menunggu jawaban yang lalu-lalu. Kali ini seperti berada dalam hidup dan mati saja.

"Mas." Ia mulai bicara. Dua detik kemudian "Apa benar yang kau ucapkan itu?"

"Benar, Al."

"Bahkan kau belum begitu mengenalku."

"Setelah menikah aku akan mengenalmu."

"Kau yakin, Mas?"

"Yakin. Izinkan aku untuk mempersiapkan semua—mempersiapkan segala sesuatu sebelum aku menikahimu."

Ia terdiam lagi, mencoba mempertimbangkan keputusan yang bisa saja salah. Ia tahu menikah bukan hanya perkara ijab sah. Karena setelah menikah ia akan kehilangan sesuatu: ketaatan terhadap ibunya. Apa-apa setelah menikah harus atas izin suami bukan ibunya lagi.

"Jika memang benar, aku mau, Mas. Tapi jangan dalam waktu dekat ini, biarkan aku nenyelesaikan kuliahku dulu, dua tahun lagi."

Aiya! Taman bunga layaknya berpindah ke dalam hatiku. Mawar bertebaran, kupu-kupu berterbangan riang seakan ikut merayakan kebahagiaan ini. Dua tahun, aku akan menunggu itu tidak lama. Tapi ada hal yang aku takutkan: aku masih seperti dulu, masih suka berpindah hati. Apakah seorang peselingkuh bisa benar-benar sembuh?—bisa bersetia kepada satu hati tanpa mengkhianati?. Kiranya aku tidak akan pernah tahu jika aku belum mencobanya.

"Baik, Al. aku akan menunggu. Tapi tolong jaga hatimu, aku juga akan menjaga hatiku, sekuat tenagaku."

*

Perempuan Akhir MeiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang