Penyesalan.

33 1 0
                                    

Pagi itu dengan langkah yang berat aku mendatangi Aluna di rumahnya. Aku masih belum tahu harus berkata apa, aku tahu ini akan merusak indah paginya, tapi aku harus benar pergi.

"Aluna, aku minta maaf." Kucoba untuk memberanikan.

"Loh, kenapa Mas? Kamu kan tidak salah apa-apa."

"Maafkan aku, Aluna. aku harus pergi."

"Mau pergi kemana, Mas? Yaudah gapapa, kenapa harus minta maaf."

"Bukan itu maksudku, Al. aku sudah..."

"Sudah apa?"

"Sudah mengkhianatimu, semalam aku selingkuh. Maaf, Al."

Ia terperanjat, matanya mulai berkaca-kaca. Hatinya terluka menerima kenyataan itu, pedalamannya hancur berkeping-keping. Ia berlari menuju kamar tanpa menggubrisku. Ia ingin menangis sepagi ini.

Ia kunci pintu kamar, aku berjalan tak berdaya menuju kamarnya. Di dalam sana seorang putri sedang menanggung duka.

"Aluna, ma..."

"Pergi! Pergi sana! Jangan kembali!" Ucapnya keras dengan masih sedu-sedan.

Aku terdiam, aku tahu itu terlalu menyakitkan. Aku telah mengkhianatinya. Maafkan aku Aluna.

Aku berjalan pelan keluar, meninggalkan rumah itu dengan seorang putri di dalamnya yang sedang terluka. Seluruh tubuh kurasai tidak ada tenaga. Hatiku sendiri hancur. Tidak ada semangat lagi dalam jiwaku. Aku sudah biasa dengan kehilangan, tapi baru kali ini aku merasakan begitu sakit karena kehilangan—yang terjadi karena ulahku sendiri.

Aku menyesal, begitu menyesal. Kalau tahu begini seharusnya dulu aku tidak mendekatinya. Tidak membuatnya juga cinta kepadaku. Biar aku saja yang merasakan cinta—seperti biasanya. Tapi semua telah terjadi, tidak bisa ku kembalikan lagi. Aku tidak pernah sebersalah ini. Semua di sekelilingku seakan menghakimiku, mereka menghujatku: Peselingkuh tetaplah peselingkuh!.

Hari-hari berlalu tanpa Aluna lagi. Semakin kesini gelora dalam hati ini meledak-ledak, baru kusadari bahwa aku benar-benar mencintainya. Aku tidak tahu, adakah seseorang setelah ini yang bisa menerima dan menyayangiku setulus dia. Sekarang aku sudah kehilangannya. Dan aku menjadi lelaki terbodoh karena telah menyia-nyiakannya. Cintanya begitu sederhana, ia bisa menerima semua kekuranganku. Kasih sayangnya tulus seperti ibuku sendiri.

"Aluna, maafkan aku. Semua itu di luar kesadaranku. Aku sudah mencoba untuk setia, tapi nyatanya belum bisa. Terimakasih sudah pernah memberiku kasih sayang yang begitu tulus, terimakasih akan keikhlasanmu yang sudah bisa menerima semua kekuranganku. Semoga kamu berbahagia, semoga setelah ini. Sekarang aku hanya bisa mengenangmu, mengenang kasih sayangmu, dalam rindu."

Selesai. Terimakasih sudah membaca :)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 27, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Perempuan Akhir MeiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang