YANG TERBUANG

25 2 0
                                    

Sudah berapa hari berlalu sejak dia dikorbankan? Vaenn berpikir sambil menatap Jembatan Cahaya yang bermandikan sinar matahari. Untuk sejenak gadis itu mengagumi ratusan pelangi yang muncul akibat bias matahari pada debu kristal pembentuk jembatan itu.

Vaenn ingat hari itu, hari dia ditinggalkan di depan Jembatan Cahaya menuju dunia para Dewa. Sebagai ganti seteguk air dari Sumur Kebijaksanaan, Pendeta Sihir Klannya, gurunya sendiri, mengorbankan Vaenn kepada para Dewa.

Samar-samar Vaenn ingat telah melangkah untuk menyeberang Jembatan Cahaya. Dia juga ingat rasa panas yang membakar dirinya begitu dia menapak debu kristal. Namun hanya sampai situlah ingatannya berakhir.

Selanjutnya dia telah terbangun dalam Aula kecil milik Dyr.

Vaenn melirik bangunan dari kayu sederhana yang telah menjadi tempatnya bernaung selama beberapa hari ini. Dibandingkan Aula milik Dewa lain yang tersebar dalam dunia ini, Aula Dyr kecil dan tampak lusuh.

Dari tempatnya duduk di tebing kecil yang menghadap padang rumput, dia dapat melihat dua struktur Aula raksasa. Yang satu gagah berlapis emas, berkilat-kilat memantulkan cahaya matahari. Yang lainnya indah dengan keanggunan feminim seorang wanita. Di sanalah para Dewa dan Dewi berkumpul setiap harinya dalam perjamuan untuk membicarakan dan memutuskan nasib kaum manusia.

Pagi-pagi sekali tadi, Dyr sudah pergi ke sana untuk mengikuti perjamuan. Dia tampak senang sekali karena sudah lama sejak terakhir dia diundang. Dyr yang biasanya begitu pendiam sampai tidak dapat menahan diri untuk bercerita dengan antusiasme anak kecil. Vaenn turut gembira untuknya.

Kalau tidak ditolong Dyr, Vaenn tidak tahu apa yang akan terjadi padanya di dunia yang  asing ini. Vaenn dipersembahkan pada seorang Dewa untuk mengabdikan hidupnya dan melayani Dewa tersebut.

Menurut Dyr, seharusnya Dewa tersebut menjemputnya untuk melewati Jembatan Cahaya. Tanpa dampingan seorang Dewa, Jembatan Cahaya akan membakar makhluk hidup yang melewatinya sampai hangus. 

Vaenn tidak mengerti kenapa tak seorang Dewa pun menjemputnya. Apakah dirinya tidak berarti bagi para Dewa?

Dari hari dia terbangun dalam Aula Dyr, Vaenn terus menerus berpikir tentang seluruh ketidakadilan yang menimpanya. Pengkhianatan gurunya sendiri membuat Vaenn dipenuhi rasa pedih dan pahit. Sekarang ditambah perlakuan para Dewa yang menganggapnya tidak ada.

Vaenn meneguhkan diri untuk membalas dendam.

Dia ingin kembali ke Klannya untuk membuat perhitungan dengan gurunya. Salah satu cara yang terpikirkan olehnya adalah memanfaatkan Dyr. Lagipula Dyr paling tidak adalah seorang Dewa walaupun mungkin kelasnya rendah.

Namun selama dia tinggal di Aula Dyr, hanya kebaikan dan kelembutan kikuk yang selalu diterimanya. Kehangatan penerimaan yang tidak pernah dialaminya membuat Vaenn ragu untuk memanfaatkan Dyr. Lagipula dia tidak tahu bagaimana caranya untuk memanipulasi seorang Dewa.

Suara derap lari terdengar dari kejauhan. Vaenn menoleh dan menemukan seekor kuda berlari seakan kesetanan. Sosoknya begitu akrab karena Vaenn telah melihatnya beberapa kali. Begitu mendekat, kuda itu meloncat tinggi. Saat mendarat, sosok kuda tersebut lenyap digantikan oleh seorang pria bertubuh tinggi kurus yang mengenakan mantel bulu serigala.

Dyr!

Tapi ini belum waktunya Dyr kembali dari pertemuan. Vaenn bangkit dan menuruni tebing untuk menyambutnya.

Sambil berjalan, Dyr menarik tudung kepala serigala dari mantel bulu yang dikenakannya sampai menyembunyikan wajahnya dalam bayang-bayang. Hiasan kepala itu sempat menyebabkan Vaenn mengira Dyr adalah serigala yang akan memangsanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 28, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

FANTASY FIESTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang