SENIN

53 6 3
                                    


"Hai, nama gue Rinai. Ini podcast pertama gue di sini. Gue harap kalian bakal suka dengerinnya."

Gadis berambut sebahu itu kembali mendengarkan ulang podcast yang baru diunggahnya itu. Rintik hujan menjadi latar karya pertamanya. Dengan tambahan sunyi dan sepi, dia mulai bercerita.

"Gue pengen banget jatuh cinta."

Dia tersenyum kecil mendengar suaranya sendiri. Dia lalu membaringkan kepalanya di atas meja. Lanjut mendengarkan. Kali ini dengan mata tertutup.

"Ehm... terdengar klise gak sih? Ya gimana ya, jujur seorang Rinai belum pernah jatuh cinta. Tapi kalo suka sama seseorang sih ... pernah."

Hujan di luar kian menderas. Petir mulai datang bersusulan. Namun, tepat di dalam kamar ukuran studio bernuansa biru, gadis mungil itu masih bergeming.

"Dari novel yang Rinai baca sih, katanya cinta tuh kaya lolipop, manis-manis gimana gituh. Kadang juga kayak rujak, pedes tapi bikin nagih. Sakit, tapi tetep gak bisa lepasin. Kadang juga bisa kaya hujan, nenangin, bikin seneng, tapi kalo keseringan dan kelamaan bisa bikin sakit."

Gadis itu mendengkus kecil.

"Mungkin, nanti Rinai coba tanyain ke Mama aja kali ya. Atau kalian juga mau kasih Rinai jawaban? Boleh kok."

Gadis itu mencabut heandset-nya. Dia melirik objek yang sudah berdiri di depan pintu kamarnya sambil menatapnya dengan tatapan yang seolah mengatakan: kenapa belum tidur.

"Udah malem, kenapa belum tidur?"

Benar kan, dugaannya?

"Iya Ma, nih mau tidur kok." Zae mengulas senyum kecil agar terlihat meyakinkan.

Tiara menggelengkan kepalanya. Zaesa berjalan mendekat. Dia mengecup pipi Tiara. Maniknya lalu menatap Tiara dalam.

"Selamat malam, Mama. Zaesa sayang banget sama, Mama."

Tiara mengusap rambut anak kesayangannya. Dia menyisipkan poni Zaesa ke belakang telinga.

"Bukan selamat malam, Sayang."

"Hm?"

"Selamat pagi!" Tiara menunjukkan layar ponselnya yang menampilkan pukul satu dini hari.

Zaesa tersenyum salah tingkah. Dia langsung berlari dan menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur. Dia juga menutup tubuhnya dengan selimut sampai leher. Detik berikutnya, Zaesa sudah memejamkan matanya rapat, berpura-pura tidur. Dari pintu, Tiara hanya bisa menahan tawa melihat tingkah anaknya.

Setelah memastikan Tiara sudah pergi dari kamarnya, Zaesa kembali membuka matanya. Dia melongokkan sedikit kepalanya, menghitung beberapa saat untuk kemudian menyalakan ponselnya. Tak lupa, ia mengenakan heandset hitam kesayangannya.

Beberapa kali tekan, sebuah suara mengalun. Detik berikutnya, Zaesa mulai menyamankan posisinya dan pergi ke alam mimpi.

***

Tiara sedang mencuci piring di dapur. Gerimis turun pagi ini, sisa hujan semalam barangkali. Ditemani alunan biola yang mengalun dari ponsel, Tiara biasa menjalankan segalaa rutinitas paginya.

Tiara menghentikan kegiatannya saat ponselnya bergetar, menandakan adanya notifikasi. Tiara yang sudah hafal betul mengulas senyuk simpul sembari dalam hati menghitung dari angka satu.

Satu, dua, tiga, empat...

"Mama! Kenapa gak bangunin, Zae sih?!"

Tiara menggelengkan kepalanya. Dia bahkan sudah bolak-balik kamar gadisnya tiga sampai empat kali. Tapi mau gimana lagi, wong gadis itu kalo tidur udah kaya kebo, susah banget dibangunin. Tiara bahkan berani bertaruh kalo ada gempa bumi pun, anak bungsunya itu gak bakal kebangun.

MAAFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang