CHAPTER II

19 0 0
                                    


Bulan berada di posisi langganan-nya, yang ia anggap spot terbaik untuk beraksi.

"wah mangsa nih, bocah lagi" bisisk bulan dalam hati

"woii, ingusan!" bentak bulan

"woii juga, blangsakan!" si bocah melawan bulan

"asem, bagi duit sini?!" bulan mendekati bocah tersebut

"bagi-bagi aku gabisa bagi, aku bisa kurang" cetus bocah ingusan yang kumal ini

"yaudah, kurangin duit lo sini!" pinta bulan

"mau kurangin apaan? Ga ada duit"

"terus lo punya apaan?!" tanya bulan

"aku Cuma punya hati kak" senyum bocah itu

"asem, pegi lu, hati mak banyak, emak gua juga jualan ati" bulan meninggalkan spot palakannya.

Minggu pagi, adalah hari kemerdekaan bagi aira dan bulan sebab mereka bisa menghabiskan waktu Bersama seharian. Aira dan bulan pergi ke gubuk yang ada ditengah sawah sambal bersntai.

"ai, apes aku" curhat bulan

"apes kenapa?" tanya aira

"palakan sepi ai" bulan memandangi boneka sawah

"aku kemarin kesel banget" ungkap aira

" kenapa kesel? Ga ada aku ya? Cie kan udah biasa" goda bulan.

"bukan!. Kemarin aku dibentak-bentak sama arif" cetus aira.

"lah kenapa?" bulan penasaran

"padahal aku Cuma mandangin dia doang, terus dia marah_marah gitu, ga jelas banget"aira kesal

"kamu mandangin dia? Lelaki blangsakan itu? Kamu suka sama dia? Ai ai." Bulan geleng-geleng

"kamu tau apa yang menyebalkan didunia ini lan?" aira menatap tajam bulan

"apa itu?" bulan penasaran.

"sifat sok tau mu itu lan" sembari menunjuk dahi bulan

"haha maafkan aku ai hanya bercanda" tawa bulan

Pandangan aira tiba-tiba teralihkan dengan sesosok lelaki yang berlari di tengah sawah yang diterpa angina.

"lan coba liat, itu arif bukan" tunjuk aira

"arif lagi arif lagi" bulan mengabaikan aira

"liat tuh, emang bener lan" aira memutar kepala bulan

"eh iya iya itu arif, kenapa dia lari?" bulan beranjak dari tempat duduknya

"ga tau, kemarin pas aku duduk ditepi sungai sore hari, aku juga liat dia lari-lari sambal bawa plastik gitu" ungkap aira.

"mungkin dia atlet lari cabang bawa plastik kali" canda bulan

"becanda mulu, ada yang aneh deh cari tau yuk?" ajak aira

"ngapain si ai? Biarin aja kenapa, dari pada cari tau mending cari makan, laper ni" pungkas bulan

"ya sudah, kalo aku paksa kamu nuduh aku suka sama dia lagi" aira menarik bulan

"haha emang begitu ai" bulan tertawa

Aira masih penasaran dengan apa yang dilakukan arif, setiap ia melihat arif diluar sekolah ia selalu lari membawa plastik. Aira sungguh penasaran. Ia ingin mencari tau apa yang dibawa arif, namun ia tak mungkin sendirian dan ia sadar teman-nya yang satu ini sudah pasti meledeknya jika ia mengajaknya.

"ai kamu mau dengar puisi ku tidak?" tawar bulan

"aku muak mengajarimu tapi tak kunjung pandai" kesal bulan

"alah, aku beda denganmu ai, hidupmu dari keluar dari perut ibumu sudah ditakdirkan untuk berpuisi, sedangkan aku?! Aku ditakdrikan untuk memalak bocah ingusan ai" curhat bulan

" yasudahlah keluarkan puisimu, akakn ku dengar" pinta aira

Lari-larilah laki babu

Lari-larilah hingga kau ditelan malam

Lari-larilah hingga kau Lelah

Lari-larilah hingga kau jatuh

" hentikan! Apa-apaan ini? Ini arif kan?" aira memotong puisi bulan

"cie langsung tau, haha sekuat itu nalarmu untuknya ai?" goda bulan

"aku menyesal telah memotongmu, kenapa dia? Aku saja sulit untuk membuat puisi tentang preman itu" cetus aira

"bukan tak bisa, kau hanya malu dengan dirimu ai. Dalam hatimu api-api asmara tengah bergejolak ria hahah" bulan tertawa lepas

Aira tak bisa berkata-kata, ia di bully habis-habisan oleh sahabatnya itu. Ia terdiam melihat bulan tertawa lepas dan ia bingung kenapa ia selalu berfikir tentang arif. Bulan aira tak meyakini bahwa ia memiliki rasa kepada arif, tetapi ia hanya heran selalu melihat arif berlari dengan sekantong plastik. Ia penasaran dengan isi dari kantong plastik tersebut.

Pagi senin yang indah atap sekolah yang dihantam sinar mentari pagi. Para pengejar mimpi melakukan berbagai macam hal sembari menunggu bell pertanda pulang.

[To Be Continued]

AIRA DAN BULANWhere stories live. Discover now