Bagian 1

30 3 13
                                    

Menikmati pemandangan di atap sekolah lumayan menyenangkan. Apalagi membolos pada pelajaran yang tidak disukai. Semenjak tahu akan fakta diriku, aku mulai berubah bandel. Itu kuakui. Siapa yang peduli dengan nilai sekolah?

Mataku beralih menatap ke bawah. Melihat anak-anak yang sedang berolahraga. Dia juga di sana. Cewek yang kutaksir. Sekarang mereka lagi melakukan senam pemanasan, ya, tentunya setelah itu mereka akan lari keliling lapangan. Meski demikian, dengan peluh membanjiri tubuh, gadis itu masih tampak seksi. 

Aurellia namanya. Bertubuh langsing, tingginya mungkin sekitar 163 sentimeter. Berkulit putih, mata agak sipit. Rambut hitam legam. Sosok yang sempurna menjadi seorang wanita. Tidak heran jika dia populer di sekolah. Menurut kabar yang di dengar. Banyak daripada senior yang memperebutkan anak kelas sepuluh itu. Aku juga ingin bersaing di antara mereka untuk mendapatkan hati Aurel, tapi apa daya. Sisi diriku yang lain menahan rasa itu.

"Hah, itu tidak mungkin. Aku tidak ingin membahayakan nyawanya."

Bukannya pasrah dengan keadaan, tapi aku mencoba menjaganya. Dan mencoba menjaga perasaan bodoh ini. Andai saja aku masih tinggal bersama orang tua angkatku, mungkin aku bisa mencintai orang dengan bebas. Tidak seperti sekarang ini.

"Kau bolos lagi, Zero?"

Sial! Aku terperanjat ke samping. Untung saja atap sekolah ini dikelilingi dengan pagar kawat, kalau tidak, mungkin tubuhku sudah terjun dan mendarat indah di bawah sana.

"Kenapa kau selalu muncul tiba-tiba?!" hardikku sekuat tenaga. Namun, dengan suara sekeras ini. Ekspresinya tetap sama. Datar. Benarkah dia seorang perempuan? Atau seorang iblis berjenis kelamin perempuan?

"A-Apa yang kau lakukan?" tanyaku saat tangannya menyentuh kerah bajuku dari belakang. "Lepas, Bodoh!"

"Kembali ke kelas!" ucapnya datar.

Dia memang menyebalkan.

"Dan aku bisa jalan sendiri!"

Dia melepaskan tangannya dari kerahku. Aku mendengus sebal. Gadis pendek ini ... hmm, sejak kapan dia berada dekat denganku? Atau merasa dekat denganku?

Aku menoleh ke samping. Kaki pendeknya berusaha mensejajarkan gerakkan kakiku. Tingginya mungkin sekitar 157 sentimeter, sedangkan tinggiku sekitar 170-an.

Aku sudah duduk di bangku. Mataku berali menatap bagian pojok dekat jendela. Gadis berkuncir dua itu sedang membetulkan kacamatanya. Dia juga memiliki tatapan yang tajam dan dingin. Ekspresi apa yang dia punya selain ini?

Namanya Annora, gadis berkacamata dan rambutnya selalu dikuncir dua. Selalu muncul tiba-tiba di hadapanku. Apa itu hobinya? Mengejutkanku dan membuatku jantungan?

Baiklah, lupakan gadis yang sudah duduk di pojok kiri sana. Dia memang seperti itu. Orangnya pendiam, tak banyak bicara pada teman yang lainnya.

Aku mengalih pandang ke sebelah kanan. Menatap seseorang yang sudah kujauhi semenjak memasuki tahun ajaran baru sekolah, namanya Askar. Aku terpaksa melakukannya ... dia berkali-kali menghadapi masalah hanya karena aku. Lagi-lagi aku harus menjaga jarak karena statusku.

Jangan lagi. Aku tidak ingin kehilangan siapa pun lagi. Sudah cukup satu tahun yang lalu aku menyebabkan kehilangan seseorang. Sampai sekarang, rasa bersalah itu masih mengendap di dada.

Aku kembali menghadap ke depan saat Askar menatap ke arahku.

Maaf. Aku terpaksa melakukan hal ini. Kau sudah terlalu banyak terluka karena aku.

***

Istirahat makan siang kuhabiskan waktu di atap sekolah. Menghabiskan dua bungkus roti ukuran jumbo. Dua kaleng minuman sudah kosong. Kenyang. Namun itu tidak akan bertahan lama, palingan jam pelajaran selanjutnya perutku akan berbunyi lagi.

ZeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang