[3] Masa Kecil

38 14 2
                                    

Allena

"Kena kau. Hehehe..."

BRUK!

"Astaga! Hei! Bangunlah! Kau mau menakutiku ya? Aku ini tidak takut apa-apa, jadi berhentilah pura-pura pingsan!"

Tidak ada jawaban.

Aduh, sepertinya aku sudah berlebihan. Sebenarnya bukan begini rencana awalnya, hanya saja reaksinya yang acuh membuatku ingin menjahilinya lagi. Aku ingin melihatnya marah.

Nah, sekarang bagaimana? Sekolah sudah sepi. Apa aku tarik saja seragamnya dan bawa dia ke UKS?

"Lena! Lihat sekarang sudah jam berapa kenapa lama sekali?! Astaga, apa yang sudah kau lakukan?!" bagus sekali. Benar-benar waktu yang buruk. "Cepat bersihkan meja itu dan ikut aku!" Leo memapah Haru sambil kepayahan.

Selesai membersihkan meja Haru, aku segera menuju UKS.

DUK!

"Maaf tante, saya sedang buru-buru." aduh kenapa harus menabrak orang sekarang sih?

"Iya, tidak apa-apa. Kamu baik-baik saja?" tanyanya dengan logat yang agak aneh. Aku menjawabnya dengan anggukan. Tatapan wanita itu terlihat sendu, kulitnya putih mulus, wajahnya bulat, dan tubuhnya kecil.

"Permisi tante." aku menunduk sopan.

"Tunggu, dimana UKS?" tanyanya.

"Di sebelah sini." jawabku sambil mengantarnya ke UKS. Jantungku berdegup kencang. Apa dia ada hubungannya dengan Haru? Kenapa timingnya pas sekali? Atau dia adalah perawat baru di sini?

Wajahnya seperti orang kelelahan. Apa dia akan marah padaku jika tahu penyebab Haru pingsan? Apa aku harus segera minta maaf jika memang dia wali Haru? Atau kuantar sampai depan pintu saja lalu aku pergi? Tapi bagaimana dengan Leo? Astaga aku bingung sekali.

"Whoa!" pintu UKS terbuka lebar persis di hadapan kami. Tampak wajah Leo yang terkejut melihat kami.

"Lena! Dia mimisan! Aku tidak tahu-Tante...Haru?" tanya Leo pada wanita di sebelahku ini, dan apa katanya? Tante Haru?

"Haru... Ibu di sini" katanya lembut sambil jalam menuju kasur. Berbeda dari dugaanku, kupikir dia akan panik atau marah saat melihat kondisi Haru.

"Cepat minta maaf!" Leo mendorongku. Degup jantungku semakin kencang.

"Ta-tante..." aku gugup sekali. "maaf Tante, Haru sepertinya pingsan karena...tadi saya-" aku tidak bisa melanjutkan kata-kataku. Ibu Haru melihatku dengan seulas senyum tipis dengan tatapan mata kosong. "maaf Tante!"

"Apa tadi dia melihat sesuatu yang aneh di sini?" tanyanya. Apa maksudnya hal aneh?

"Hal aneh bagaimana ya?"

"Seperti mahkluk yang...bukan manusia." suasananya berubah tegang. Bukan karena kata 'mahkluk bukan manusia' itu, tapi karena raut wajah Ibu Haru yang terlihat seperti orang kaget sekaligus takut. Tubuhku merinding seketika. "dia... sejak kecil sering 'diganggu', didorong dari tangga, barang-barangnya dirusak, bahkan dibuatnya mencekik diri sendiri, sejak itu dia jadi sangat trauma."

Dia mengalami hal-hal seperti itu? Jadi selama ini dia selalu menahannya? Semua yang telah kuperbuat padanya, ditahannya walaupun dia sangat ketakutan. Aku benar-benar egois.
Maafkan aku Haru. Maaf.

Keesokan harinya
"Haru! Ayo kita pulang bersama!" aku akan meminta maaf dengan benar. Ah, dia berlari menjauh dariku. "Haru tunggu!"

-end of flashback-

Allena

HOPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang