Caged

1.7K 160 33
                                    

"Aku keluar."

Kalimat itu telak menusuk dalam ke jantung Chuuya. Alisnya berkedut tak percaya, "Ini tidak lucu Dazai."

Sebuah senyum parau menyiratkan kebenaran. "Aku dikhianati, Chuuya."
Tekanan suasana ini membuat Dazai sulit bersuara. Tidak bisa lagi ia menjelaskan alasan agar si pirang itu menghentikan matanya yang berkaca.

"Aku mengerti." kurva tampil di wajah walau manik azure itu menitik air mata. Kedua tangan Chuuya menepuk pundak Dazai, "Jaga dirimu.."

Kini air mata yang jatuh di pipi Dazai. Tak kuasa tangannya merengkuh sosok kecil partnernya itu. Sebuah salam perpisahan yang baik, untuk rekan terbaik yang selalu mengerti.

-o-

Tidak ada yang menarik bagi Dazai di kota ini setelah lama tidak berjumpa dengan sosok bertopi yang selalu menjadi teman.

Namun kini, fortuna berpihak padanya. Mempertemukannya dengan Nakahara Chuuya yang ia rindukan.

Berbincang, minum, bertengkar, hingga sampai pada inti yang selalu ingin Dazai katakan sejak empat tahun lalu di mana ia pergi dari Port Mafia.

"Ikutlah aku Chuuya. Keluar dari Port Mafia.."

"Tidak bisa." senyumnya pahit. "Aku ingin, tapi tidak bisa."

Chuuya terpenjara dalam kurungan dunia kelam. Menetap di sana dan menepih harapan yang Dazai berikan padanya.

"Aku tidak bisa pergi bebas sepertimu. Kau lihat itu?" tangannya menunjuk ke markas Port Mafia, "ada rantai tidak terlihat yang mengikatku. Dimanapun nantinya, akan ada label bertuliskan 'milik port mafia' di atas kepalaku." kata Chuuya membentuk pelangi imajiner di atas kepalanya.

Jika ini suasana lain, mungkin Dazai sudah tertawa akan kelakuan maniak topi itu. Namun tidak saat ini. Yang ada hanya sedih yang terpancar dari sepasang kakaonya.

"Kau hanya harus pergi denganku. Tidak akan ada yang bisa menangkapmu di Port Mafia. Kau petarung terhebat di Yokohama, Chuuya.."

"Terhebat? Wahh... Karena kau yang mengatakan itu, aku tersanjung." Chuuya tertawa, lalu berhenti sebelum helaan nafas berat.

"Chuuya?" Dazai membelai lengan itu, menunjukkan perhatian.

"Aku tau kau peduli. Aku merasa, ingin terbang keluar dari sangkar ini. Hanya,, apa yang bisa kulakukan?"

-o-

"Yokohama porak poranda. Sekelompok pengguna ability mengamuk dan memporak porandakan kota. Belum dapat dikonfirmasi dari mana asal mereka, tapi kekacauan yang terjadi hampir membunuh setengah populasi kota. "

"Kacau sekali." Kouyo berkomentar membaca laporan situasi yang disampaikan padanya . Matanya tertuju pada Chuuya yang berdiri di ambang pintu, "Chuuya kemarilah.."

Menurut, pria itu berjalan dan melepas topinya. "Mori-san berbuat yang seharusnya. Kau juga sudah berjuang semampumu." wanita itu membelai luka sayat di pipi Chuuya. "Sedikit lagi perang ini akan berakhir. Kau bisa bertahan?"

"Aku bisa." dengan senyum lebar Chuuya menjawab. Yakin akan dirinya, Port Mafia, dan Dazai yang juga berjuang di sana.

Bohong kalau ia bilang ia tidak takut. Lebih dari serangan apapun yang pernah terjadi, musuh kali ini benar benar luar biasa, baik kemampuan maupun strategi.

Tekanan yang menyelimuti organisasi organisasi hebat itu sangat besar. Kehilangan anggota yang berharga pun sudah terjadi beberapa kali.

Bagi Chuuya, ia hanya menunggu giliran untuk terenggut nyawanya.

Ia keluar dari ruangan Kouyo -Kouyo yang sudah kehilangan sepasang kakinya karena pertarungan. Sedih sekali rasanya karena ia sangat menyayangi wanita itu seperti ibu sendiri.

Belum jauh berjalan, ia merasakan getar di balik coatnya. Sebuah panggilan yang langsung ia angkat.

"Ada apa Dazai?"

"Chuuya.. Kau baik baik saja??" nada itu penuh cemas. Tergesa gesa, lelah, mengkhawatirkan.

"Ya.. Kau kenapa? Terdengar sekarat."

"Yah, aku baru saja berhasil lolos dari seorang gila yang terus menerus melempariku dengan benda ugh-"

"Kau baik?" Chuuya kembali bertanya karena jawaban Dazai yang tidak jelas itu.

"Aku baik Chuuya. Hanya sedikit terlu-"

"Halo?" yang didengarnya hanya gemerisik jaringan mati. "Halo?! Dazai!!" Chuuya mulai berteriak hingga puncak khawatirnya terjadi saat mendengar bunyi sambungan terputus.

Cepat bertindak, Chuuya pergi ke bagian IT dari tempat itu. Walau semua sibuk, dengan paksa ia menyuruh seorang melacak asal sambungan dari Dazai.

"Tapi Chuuya-san-"

"LAKUKAN SAJA!!" ia berteriak.

Takut dengan ekspresi, kemampuan, dan amarah di nada bicara Chuuya, si petugas langsung menurut. Namun ia berhenti karena melihat nama kontak itu adalah nama anggota yang dicap berkhianat empat tahun lalu. Matanya beralih melihat Chuuya, merasakan cemas di wajahnya.

"Cepat!" sekali lagi Chuuya memerintah, dan si petugas membuang ragu dan segera melakukan tugasnya sesuai perintah.

Hanya dalam hitungan detik, ia bisa mengatakan dengan pasti, "saat telpon itu terjadi, dia ada di dekat dermaga.."

Tidak mendengar lanjutannya, Chuuya langsung berpaling membawa handphonenya. Berlari sekuat yang ia bisa menuju tempat Dazai berada.

-o-
TBC~~~

The TaintedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang