Chuuya mengaktifkan ability dan terbang. Matanya mencari dimana kiranya sosok Dazai di tengah puing puing bangunan pelabuhan yang hancur.
Putus asa muncul di benak tatkala matanya menangkap bercak darah di jalanan. Ia turun, berlari, dan mencari.
Hingga akhirnya matanya menangkap sosok itu tertimbun puing beton.
"Dazai!" Chuuya berlari. Menyentuh beton yang menimpa Dazai hingga benda berat itu bergerak karena manipulasi gravitasi.
Samar samar suara parau pria itu terdengar, menyebut nama Chuuya diselingi batuk dan sesak nafas dengan kondisi yang sangat parah, lebih parah dibanding misi tersulit mereka yang pernah dilalui.
"Apa yang kau lakukan sampai begini bodoh?!" suara Chuuya berat, diiringi wajah yang merah pertanda ia menahan tangis. "Jangan bergerak dulu!"
Kakinya patah, tangannya juga sama. Sepanjang punggung ia terluka, pun darah yang mengalir dari pelipis membasahi wajah dan rambutnya.
"Seharusnya.. aku tidak me-nelponmu.." dengan bantuan si mungil, Dazai terduduk bersandarkan sisa tembok.
"Tarik nafas, tenang oke? Kau bisa melihatku Dazai? Kau melihatku??"
"Aku melihatmu." senyum itu melunturkan kecemasan Chuuya.
Kemudian Chuuya merasakan dingin di tangan yang menyentuh pipinya, membuat bayangan sakit —saat Dazai kehilangan teman baiknya— berputar di benak eksekutif itu.
Hanya, yang dirasakannya lebih pelik.
"Lari." Dazai bersuara parau.
"Tidak tanpamu."
Dazai menepih rangkulan Chuuya seraya berkata, "Dia mengikatku dengan abilitynya. Aku tidak bisa-" ia kembali terbatuk, dan dengan tegas pemilik manik biru itu berkata, "Aku akan membunuhnya!"
"Jangan!" tangan Dazai menggenggam milik Chuuya, "Dia sangat gila.. Bukan tandinganmu Chuuya.. Kumohon, pergi saja."
"Kalau aku pergi, kau pergi. Kalau kau tinggal, aku juga akan terus di sini."
Bisa Dazai hitung binar haru di safir itu.
"Kau akan mati jika melawannya.."
"Lebih baik dibanding mati karena meninggalkanmu sendiri."
"Dia sangat hebat Chuuya!!"
Sekali lagi si maniak bunuh diri meyakinkan manusia bebal itu, namun sayang, untuk kali ini mungkin ia akan kalah dalam adu mulutnya.
"Kau bilang waktu itu," Chuuya menarik kerah kemeja Dazai yang sudah bewarna merah, memaksa hazel itu bertatap dengan sapphire nya, "Kau bilang waktu itu, aku adalah petarung paling hebat di Yokohama. Kau ingat?"
Dazai ingat itu.
"Lihat aku oke? Lihat bagaimana petarung terbaik ini melawan orang gila itu.."
Nada bicara yang dilontarkan Chuuya penuh dengan keyakinan, menutupi kalau sebenarnya dia juga takut.
Tapi di sini ada Dazai Osamu yang membutuhkannya. Dazai yang terikat dalam ability bodoh dan tidak bisa bebas. Chuuya tau rasanya terkurung dalam sangkar, dan dia ingin menyelamatkan rekan bodohnya ini.
Tangannya merogoh saku, mendapati handphone yang setelahnya ia gunakan untuk memanggil bantuan.
"Yosano-sensei.." Dazai bersuara, "Kemarikan, aku akan telfon Yosano-sensei."
Sebelum Chuuya bertanya siapa gerangan Yosano itu, sebuah batu terbang ke arah mereka. Jika bukan karena refleks bagus Chuuya, mungkin Double Black hanya tinggal nama.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Tainted
Fanfiction"Ikutlah aku Chuuya. Keluar dari Port Mafia.." "Tidak bisa." senyumnya pahit. "Aku ingin, tapi tidak bisa." Chuuya terpenjara dalam kurungan dunia kelam. Menetap di sana dan menepih harapan yang Dazai berikan padanya. Namun keinginan itu tidak bisa...