Refira berlari dengan kekuatan ekstra menuju sekolahnya, sesekali dia mengumpat lirih. Bisa-bisanya dia mengingat jadwal mata pelajaran pertama hari ini Akuntansi, padahal sudah jelas setiap hari Kamis pagi jadwal pelajarannya adalah Sejarah Peminatan dengan guru super killer yang terkenal di seantaro sekolah.
"Mampus, mampus, dan triple mampus. Bisa digorok Pak Hadi gue kalo telat semenit aja."
"Demi kolor Rio yang bau sangit, gue rela traktir bakso Mang Udin untuk dua sahabat unfaeda gue asalkan Pak Hadi nggak ngisi jam pagi ini, Ya Allah."
Setiap melihat jam yang melingkar pas dipergelangan tangan kirinya, detak debaran jantung Refira semakin brutal. Pasalnya, dia sudah ampun dengan segala hukuman Pak Hadi yang diberikan padanya.
Mulai dari tugas membuat essay dengan 10 judul dan topik sejarah yang berbeda sukses merampas fikiran, tugas membuat rangkuman Sejarah Indonesia mulai Bab I sampai Bab terakhir yang menggetarkan jemari, sampai tugas pengabdian untuk sekolah yang menguras seluruh energi dan stamina apalagi kalau bukan membersihkan seluruh toilet yang ada disertai bukti foto before after toilet yang dibersihkan.
Pak Hadi merupakan satu-satunya guru yang memiliki radar toleransi dibawah 1% pada siswa terlambat dimata pelajarannya, satu menit sekalipun, ah tidak, bahkan 15 detik tak ada ampunan.
"Allahuakbar, Allah maha besar."
Peluh mulai bercucuran disekitar pelipisnya, ditambah cuaca panas yang sedikit demi sedikit mulai menyengat kulit Refira.
"Kurang beberapa kilo lagi. Semangat Fir, sema-"
Tin Tin
"Ra?" Aktivitas lari maraton Refira terhenti detik itu juga. Tanpa menoleh pun, Refira sudah hafal pemilik suara lembut itu.
Refira mengusap peluh dengan cepat disertai keadaan gugup seketika. "Kamu ngapain lari-larian, Ra?"
"Anu, itu, ban motor aku tadi bocor. Jarak ke sekolah masih jauh, ya gini jadinya. Olahraga, hehe."
"Mau berangkat bareng saya?"
Demi kolor batman Rio, kenapa cintaku datang bagai pahlawan kepagian yang mencerahkan suasana pagiku indah sebelum menghadap Pak Hadi, ucap Refira dalam hati.
"Nggak papa, Dam?"
Adam menganggukkan kepalanya sambil tersenyum manis. "Ayo, naik."
Refira pun tanpa disuruh dua kali langsung naik dalam boncengan Adam. Dan sedetik itu juga senyum lebar Refira terbit begitu saja.
"Kenapa sampe lari-larian kamu, Ra?" Ucap Adam ditengah perjalanan.
"Kan bentar lagi mata pelajaran Pak Hadi, Dam. Gue udah ampun sama hukuman-hukuman Pak Hadi. Mana motor gue tadi pake acara bocor segala ban-nya."
"Kamu nggak buka grup kelas?"
Refira mengerutkan keningnya. "Enggak, Dam. Ada apa emang?"
"Pak Hadi kan nggak masuk kelas hari ini. Cuman ngasih tugas, itupun dianter guru piket nanti."
"Allahuakbar. Terus kenapa gue lari-larian kalo gitu. Astagaa."
Adam tertawa kecil mendengar keluhan Refira.
"Jadi jadwal jam pertama kosong ini? Nggak ada guru?"
Adam mengangguk sekilas, "Seperti yang saya bilang tadi, Ra."
"Oh iya, Ra?" ucap Adam.
Refira mencoba menatap Adam melalui kaca spion. "Iya dam, kenapa?"
"Eng, itu, maaf saya nebengin kamu dengan motor, maaf juga kalau nggak nyaman."
"Astaga, sans aja dah dam. Gue malah berterima kasih sama banget lo."
Meskipun tak terlihat oleh Refira, wajah Adam risau dibalik kaca helmnya. "Kamu pasti bingung mau pegangan gimana, kita belum, eng, itu, muhrim. Tapi, bentar lagi udah sampe sekolah kok."
Refira tertawa, Adam memandangnya lewat kaca spion. "Gue udah pegangan kok, serius. Gue pegangan tas lo, Dam."
Adam menghela nafas lega. "Alhamdulillah kalau gitu."
Dan mereka berdua berbincang hingga motor matic Adam terparkir rapi dijejeran parkiran motor sekolah.
Apa kata Refira bilang, Adam itu paket komplit calon idaman kaum hawa. Apalagi sikapnya yang terlewat kalem itu berbeda dibandingkan cowok yang Refira kenal.
-TBC-
Hai, semoga kalian suka ya :*
Love,
Route_A
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai, Kamu
SpiritualDia tampan, baik, sabar, murah senyum, dan sholeh. Kriteria komplit sebagai calon imam kaum hawa, apalagi aku. Tapi, apakah aku yang seperti bisa menjadi cewek kriteria dia? Entahlah, kemungkinan bisa itu dibawah 50% rasanya, ah tidak, bahkan 10%.