Bagi Ayla, berpenampilan sempurna, apalagi setelah patah hati adalah hal yang wajib dilakukan. Jika ditanya kenapa, Ayla akan menjawab.
"Biar mantan lihat, terus kali aja nyesel jadi gue bisa ngetawain dia."
Jahat memang.
Namun itu memang benar.
Seperti pagi ini, Ayla telah siap dengan rambut kuncir satu dan bando hitam, serta polesan bedak dan aroma parfum yang menguar disaat ia berjalan.
Ayla telah sampai di sekolah dan berjalan dengan senyuman. Ia terus berjalan hingga tiba-tiba berhenti karena melihat seorang cowok di depan kelasnya.
Cowok itu melihat Ayla dengan tatapan yang tidak bisa diartikan, ia berjalan ke arah Ayla.
Ayla menahan napas begitu menyadari bahwa cowok itu adalah Alvaro, seolah mencoba meredakan rasa yang begitu memburu dalam hatinya. Ia memutuskan untuk diam, menunggu apa yang dilakukan cowok itu.
Alvaro berhenti di samping Ayla, lalu membisikkan sesuatu.
"Urusan gue sama lo belum selesai. Tunggu tanggal mainnya."
Ayla menaikkan satu alisnya, tidak peduli dengan apa yang ingin dilakukan cowok itu.
Ayla melanjutkan langkahnya menuju kelas. Sesampainya di kelas, baru saja ingin duduk, sebuah suara mencegahnya.
"Eeh, Ay, sini lo,"
Ayla sudah hafal siapa pemilik suara itu. Galih.
"Apaan?"
Galih mengeluarkan buku IPS nya. "Bantuin gue ngerjain soal. Kemarin kan gue mau nyontek punya lo, tapi udah dikumpulin. Kampret."
Ayla tersenyum geli. Ia dengan cepat membuka buku Galih lalu menunjukkan jawaban-jawaban dari setiap soal. Jangan pikir Galih malas, karena Ayla dan Galih memang sering berdiskusi soal pelajaran. Dan sering bertukar jawaban.
Galih menengok ke arah Ayla yang asyik membolak-balik halaman sambil berdiri.
"Eh, duduk kali. Pegel gue liatnya."
Ayla tersadar, ia menggeser kursi mendekati meja Galih.
Galih tersenyum, lalu menulis jawaban yang ditunjukkan oleh Ayla.
Ayla melihat Galih yang sedang menulis dengan serius. Alis tebal, dengan tambahan kacamata yang bertengger di hidungnya seolah menjadi pahatan sempurna.
Ayla menggeleng. Mengapa ia jadi memerhatikan Galih?
"Lih," panggil Ayla.
"Apaan?" Sahut Galih tanpa menoleh.
"Gajadi deh." Ayla mendadak bingung. Tadi ia memanggil Galih hanya untuk mengalihkan perhatiannya saja.
"Lah, gimana," ujar Galih sambil tertawa kecil.
Ayla ikut tertawa kecil sambil menggaruk tengkuknya. Ia lanjut memperhatikan Galih, seperti seorang guru memperhatikan muridnya. Sampai tak sadar kelas mulai ramai.
KAMU SEDANG MEMBACA
With You
Teen Fiction-bersamamu, apakah pilihan yang tepat? hanya kisah seputar masa putih abu-abu dan dua sejoli yang terjebak dalam satu kisah yang sama. selamat datang di gerbang kisah penuh rasa, luka, dan tawa.