1

162 5 0
                                    

                  Pagi yang cerah itu kuawali dengan perasaan gelisah. Tidur yang terlalu larut membuatku bangun pukul tujuh pagi. Padahal jam delapan aku ada jadwal kuliah, dan dosen telah menjanjikan di minggu yang lalu bahwa hari ini akan ada kuis. Bayangkan saja, untuk sampai ke kampus perlu waktu satu jam dari rumah. Belum lagi kalau macet. Dan sekarang aku baru beranjak dari kasur dengan belek yang masih menempel di sela-sela mata. Tak sempat aku untuk mandi dan sarapan pagi, jadi kuputuskan hanya cuci muka dan gosok gigi. Kemudian ganti baju lalu tancap gas langsung cabut ke kampus. Sialnya di perjalanan mobilku tiba-tiba mogok, memang selalu ada saja kendala saat kupakai Si Jagur ini (sebutan untuk mobil tua ku). Setelah kuperiksa, ternyata businya sudah hitam, untung saja aku bawa busi cadangan. Akhirnya, perjalanan menuju kampus kembali bisa dilanjutkan. Walaupun tergolong mobil tua dan sering mogokkan, kata Ayahku si Jagur ini adalah mobil bersejarah dan juga pemberian teman ayahku.

                   Singkat cerita, aku sampai di kampus pada pukul 08.30. Dengan napas ngos-ngosan karena berlari dari parkiran ke lantai 4 gedung kuliahku. Akupun segera mengetuk pintu ruangan, dan pak Arif tidak membiarkan aku masuk karena batas keterlambatan mahasiswa ialah 15 menit setelah jam kuliah dimulai. Akupun sangat gendok dengan hal itu "Yah gue gak punya nilai kuis dong" keluhku dalam hati. Kemudian mata kuliah yang selanjutnya masih kurasakan dengan hati yang gendok, terlebih setelah mendengar bahwa nilai kuis juga menjadi pertimbangan untuk menambah nilai UAS dan UTS. Aku berusaha menenangkan hati dengan berfikir "ah masa bodoh", tapi nyatanya aku masih gendok dan kesal dengan diriku sendiri yang selalu buruk dalam hal kedisiplinan. Mood yang kurang bagus itu terus terbawa sampai mata kuliah terkahir. Jam menunjukkan 15.00. Ketika aku baru keluar dari kelas, Smartphone ku berdering. Setelah kulihat, itu adalah LINE call dari pacarku Mega. Mungkin dia marah, karena sejak tadi pagi belum aku kabari. "Maafin yang, aku baru kelar ngampus", "Pandu kamu dimana, bisa ketemu sekarang gak, ada yang perlu kita bicarakan" potong Mega, "Aku masih di kampus, tadinya mau langsung cabut. Ada apa sayang?", "Pokoknya ntar jam empat kita ketemuan di Café Grennery, aku mau ngomong sama kamu", "Yaudah deh ntar aku kesana, see you sayang"

               Akupun langsung tancap gas menuju Café Grennery, karena memang butuh waktu sekitar 30 menit untuk sampai disana. Sialnya di perjalanan aku terjebak macet, dan sekarang sudah lebih dari jam empat. "Aduh si Mega bakalan ngamuk nih" keluhku dalam hati. Benar saja, panggilan Line-call pun masuk dan itu dari Mega. "Pandu kamu dimana, aku udah kaya patung daritadi nunggu", "Maafin yang, ini aku kejebak macet, lima belas menitan lagi nyampe", "Ah, dasar jam karet"

               Sekitar pukul 16.30, akupun sampai di café Grennery, mencari Mega yang ternyata sedang duduk memainkan HPnya di meja yang berada di pojokkan. Saat aku menghampirinya, nampak raut Mega yang cemberut dengan tatapan mata yang tajam khas seorang wanita. "Maapin jadi nunggu lama, seriusan tadi kejebak macet". Mega tidak bereaksi sama sekali, malah acuh sambil memainkan Smartphonenya. Pelayan datang menghampiriku "Permisi Mas, mau pesan apa?", "Matcha Latte satu, sama Chicken Burger satu", "Baik Mas", "Oh iya yang, kamu mau pesen apa?", "Engga Pan, aku udah duluan mesen tadi".

Perasaan tidak mengenakan mulai muncul dipikiranku. Masa sih Mega sebegitunya ngambek cuma gara-gara aku telat, itu juga paling lima belas menitan. Atau mungkin memang ada masalah lain.

"Meg sebenernya kamu kenapa sih, akhir-akhir ini jadi beda aja sama aku?"

"Gini Pandu, sebenarnya ada yang perlu aku bicarakan sama kamu"

"Tentang?"

"Tentang........ hubungan kita"

"Ada apa sayang?"

"Aku pengen putus sama kamu"

"Memangnya kenapa?"

"Aku ngerasa hubungan kita sekarang udah makin gajelas. Aku ingin fokus dulu sama karir aku. Lagian mesti nunggu lama sampe kamu lulus kuliah, kemudian baru bisa mapan. Akutuh butuh cowok yang bener-bener mapan yang bisa mengayomi aku."

Sambil meremas kedua tangan aku hanya terdiam, tidak berkata apapun.

"Pokoknya aku minta putus. Tapi sebelumnya aku ingin berterimakasih sama kamu karena udah pernah mengisi hari-hariku. Semoga kamu bisa mendapatkan wanita yang lebih baik. Kalo begitu aku cabut duluan yaa"

Mega langsung beranjak dari kursi, lalu kemudian pergi meninggalkan Café itu.

              Sore itu, moodku benar-benar hancur. Perasaan marah, kesal, menyesal, sedih semuanya bercampur dalam hati. Rasanya aku harus segera pulang kerumah untuk beristirahat, dan kemudian menenangkan diri. Akupun beranjak dari kursi, membayar makanan sebelum aku pergi meninggalkan Café itu. Kekesalan dalam hati membuatku merasa harus melampiaskannya dengan ugal-ugalan di jalanan. Sambil memutar lagu-lagu The S.I.G.I.T keras-keras, kutancap gas pergi meninggalkan Café itu.

                   Mega sialan, terimakasih atas semua penghinaanmu kepadaku. Semoga kamu mendapatkan lelaki yang lebih bajingan daripada aku. Lihat saja, aku bisa sukses dan mapan walaupun tanpa kamu. Ah kenapa diriku ini malah mengumpat seperti itu. Ah tak apalah, hanya sebagapelampiasan kekesalan.

                   Bandung yang diguyur hujan malam itu, dan jalan Soekarno Hatta yang sedang lenggang. Membuatku menancap gas diatas 80 km/jam. Terlalu asyik ngebut dan sedikit melamun, hingga tak sadar bahwa ternyata 50 meter didepanku ada sebuah truck yang hendak putar balik untuk menyebrang. Dengan kecepatan diatas 80 km/jam akupun tak sempat mengerem dan banting stir. Akhirnya tabrakkan pun tak terelakan. Kepalaku membentur sesuatu, dan tiba-tiba semuanya menjadi hitam, akupun tak sadarkan diri.

Mhon saran dan masukannya ya

THE SOLDIERSWhere stories live. Discover now