"BANG, Bang Farel. Bangun, Bang." Seorang remaja putra menggoyang-goyangkan bahu Farel dengan perlahan.
Mata Farel membuka perlahan. Dengan pandangan kabur, ia melihat sosok berkulit sawo matang dengan wajah berseri duduk di samping tempat tidur. Ia mengucek-ngucek matanya dan menguap.
"Ayo, Bang. Udah waktunya sahur."
Lagi-lagi remaja itu berusaha membangunkan sepupunya.
Farel menguap. Ia masih belum beranjak dari tempatnya. "Lo aja sana duluan. Gue masih ngantuk."
"Ish, mau nih gue guyur pake aer?"
Farel tidak menghiraukan perkataannya. Mungkin sudah kembali ke alam mimpi.
Gemas, laki-laki berkaos abu muda lengan panjang itu pergi ke kamar mandi, mengambil segayung air dan kembali ke kamar.
Dalam hitungan tiga detik, tanpa ragu ia mengguyur air yang dibawanya ke wajah kakak sepupunya tersebut. Sontak, Farel yang asyik tertidur pun terbangun.
"Sialan lu. Gue lagi enak-enak tidur juga," protes Farel yang terduduk dan mengelap-elap wajahnya yang basah. Bagian atas kaosnya juga terkena air.
Bukannya merasa bersalah, Bagus hanya tertawa melihat tingkah lelaki beralis tebal dan berkulit kuning langsat itu.
"Makanya, jadi orang jangan susah dibangunin," ucap Bagus setelah berhenti tertawa.
"Ish...gue kan ngantuk banget."
"Ya udah. Ayo kita sahur, keburu subuh ntar."
"Iya, iya. Ayo."
***
SEBAKUL nasi dan beraneka lauk pauk berbaris rapi di meja makan, bersiap untuk meluncur ke piring anggota keluarga Pak Cahyo Budiman.Setiap anggota keluarga menikmati hidangan dengan khidmat. Semua berjalan dengan tenang, hingga...
"Farel, tadi Papamu telpon Om. Katanya, kamu disuruh jadi anggota remaja masjid," cetus Cahyo tiba-tiba.
Farel hampir tersedak tulang ikan mendengar pernyataan Omnya itu. Ia pun meneguk air mineral di sampingnya.
"Apa Om? Jadi remaja masjid?" Farel mengernyitkan dahi.
"Iya, itu perintah Papamu."
Farel menghela napas kasar. Ada-ada saja Papa. Farel kan tidak tahu menahu soal remaja masjid. Ke masjid aja jarang.
"Farel males, Om. Farel nggak mau ah."
"Lho, kenapa? Katanya bosan, pengen ke desa. Kalo pengen ke desa ya harus ikut kegiatan disini, tha," ucap lelaki paruh baya itu dengan logat jawa yang kental.
"Ck... Apa gak ada kegiatan lain ya, Om di sini? Yang lebih seru gitu. Kalo gak ada mending Farel pulang aja," keluh Farel menggerutu.
"Jadi remaja masjid itu seru juga, lho. Bisa tambah skill, pengalaman dan juga teman."
"Iya, Bang. Seru, lho. Ceweknya juga cakep-cakep lho," tambah Bagus, berharap Farel tergiur dengan kata 'cewek cakep'.
Namun sayang, sepertinya Farel cuek akan hal itu. Dalam benaknya, cewek remaja masjid pasti cewek-cewek berjilbab lebar dan enggan bersentuhan dengan lawan jenis. Gadis seperti itu sama sekali bukan tipe Farel.
"Hussh, kamu ini, Gus. Malah yang diomongin cewek-ceweknya." Kali ini, Tante Ajeng ikut berkomentar.
Bagus menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Hehe, Bagus kan bilang kayak begitu biar Bang Farel mau masuk remaja masjid."

KAMU SEDANG MEMBACA
29 Hari
Spiritual[ON GOING] Mengalami burnout di tengah mengerjakan skripsi, Farrel memilih menjauh dari Jakarta dan tinggal bersama pamannya di pedesaan Jogja. Ia berharap dapat menemukan ketenangan di sana, tetapi justru dihadapkan pada lingkungan yang sangat asi...