Ia bangun pagi seperti biasanya. Ia tanpa alarm, bangun pukul 7 pagi. Ia dengan sigap bangkit dari tempat tidurnya. Perutnya yang memberat hari demi hari, tak pernah membuat aktifitas sehari-harinya berubah. Ia kini sudah meraih handuk dan berjalan ke arah kamar mandi.
Usai itu, wanita tersebut berjalan ke arah kamarnya kembali untuk membangunkan sang suami yang pulas tertidur. Pekerjaan menuntut lelaki itu baru bisa pulang sekitar jam 1 malam. Namun, pukul 9 nanti pria yang masih tertidur pulan tersebut harus kembali berangkat bekerja.
Soojung menggerak-gerakkan tubuh itu perlahan diselingi ucapan "Bangun,". Tak membutuhkan waktu yang lama, lelaki itu perlahan mengembalikan nyawanya. Matanya terkadang masih lengket tak mau dibuka. Rambutnya terlihat acak-acakan karena bergesekan terus sedari malam di kasur.
"Sudah setengah delapan." Ujar Soojung dengan pelan tepat di telinga lelakinya itu.
Seketika tubuh lelaki itu merinding. Kebiasaan baru yang aneh wanita itu muncul mulai kehamilan bulan kedua. Dan selalu sukses membuat Jongin naik bulu mendengarnya setiap pagi. Lelaki itu lalu berdiri, dan berjalan menuju kamar mandi.
Menjadi weker alami bagi sang suami adalah tugas pertama yang Soojung tanamkan dalam diri ketika mereka sudah mulai tinggal bersama tahun lalu. Ia kini melangkah menuju dapur untuk menjalankan tugasnya lagi untuk menyiapkan makanan untuk Jongin.
.
"Bagaimana? Enak?" Kata wanita itu dengan wajah yang berseri-berseri.
Sesuap ayam dengan jamur pedas itu terasa sangat asin di lidah si lawan bicara. Namun, ia berusaha mengendalikan ekspresinya. Jujur, baru kali ini masakan Soojung terasa kurang enak.
"Oh. Enak." Jawab Jongin dengan padat. Seolah-olah tidak ada perasaan yang mengalir disana. Lelaki itu mengambil sesendok nasi tanpa lauk apapun, dan memasukkannya ke dalam mulut.
"Ah tidak enak ya?" Raut wanita itu langsung berubah menjadi padam.
"Bukan begitu. Sepertinya kau salah memasukkan gula menjadi garam," Jongin berusaha menata perkataannya agar tak menyakiti wanita di depannya ini. Kata orang-orang ibu hamil itu memiliki hati yang lumayan sensitif.
Wanita bermarga Jung itu menunduk. Ia lalu berkata dengan pelan.
"Maaf. Sebenarnya aku merasa pusing saat memasak tadi. Tidak usah dimakan kalau begitu."Seketika Jongin merasa bersalah dan khawatir. Wajahnya mengecil.
"Apa kau sakit? Mau ke rumah sakit sekarang?""Tidak perlu. Aku sudah meminum obat."
"Benarkah? Apa kau yakin?" Tanya kembali lelaki itu, memastikan.
"Hm."
Soojung kemudian menyaut.
"Oh ya, aku tolong antarkan ke universitas."Jongin mengangguk.
"Baik. Tapi mulai bulan depan, aku harap kau mengambil cuti.""Eung—" seru Soojung sambil kini mulai membereskan piring-piring bekas makanan. Namun, ketika ia meraih piring Jongin, tubuhnya secara tidak sadar terdiam sejenak. Biasanya Jongin menghabiskan makanan di piring tanpa sisa. Namun, hari ini berbeda.
.
Audi berwarna metalic abu-abu itu melintas di jalanan. Jongin mengganti BMW biru dongker kesayangannya itu dengan mobil baru yang harganya sekitar 1 milliar. Sepanjang perjalanan, Soojung yang biasanya banyak berbicara, terdiam melihat pemandangan. Mirip saat musim dingin dua tahun lalu.
Jongin melirik sekilas ke arah wanita itu saat lampu merah. Ekspresinya terlihat muram. Wanita itu menggenggam erat tas miliknya. Namun, semuanya Jongin hiraukan karena memang ibu hamil mengalami perasaan naik turun yang drastis dan itu adalah hal wajar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Green Light
FanfictionLayaknya jika menunggu di persimpangan lampu lalu lintas, Semua pasti akan mengharap cepat melihat lampu hijau, benar? Namun, lampu hijau tidak akan datang sebelum kau mencicipi kesalnya menunggu lampu merah. Keterangan: Main cast: Kim Jongin dan Ju...