05:40 a.m
Pemukiman Itaewon 1,
Distrik Yongsan,
Kota Seoul, Korea Selatan.tin tin
"Sini kuncinya." Ia menadahkan tangannya.
"Ya ampun aku baru aja sampe," aku melepaskan helm-ku. "Kita hari ini naik motor aja dong... aku bawa helm 2 kok. Pake jaket lagi." Aku memohon.
"Ngga. Sini kuncinya." Ucapnya dingin.
"Sekaliiii ajaaa. Pleaseeee." Aku menyatukan kedua tanganku, gesture memohon.
"Nggaaaa." Ia tetap menadahkan tangannya.
"Yaudah deh, nih." Aku menyerah.
"Ngga usah melas gitu, ngga usah hela nafas terus. Ayo cepet nanti ketinggalan bus." Ia menyambar tanganku. Kalau kaya gini, gimana aku bisa marah? Genggaman tangannya aja bikin kupu-kupu menari di dada ku.
Sampai di halte tepat waktu, bus yang kami tunggu telah tiba. Setelah men-tap kartu, kami duduk di seat paling belakang.
"Mau duduk deket jendela?" tawarnya padaku.
"Ngga, kamu aja." Ia menganggukkan kepalanya. Melihat rambut hitamnya tertiup angin yang masuk melalui cela jendela bus, membuatku terpesona meskipun sudah melihatnya seperti ini seribu kali.
Song Jarim. Aku mengenalnya hampir 10 tahun. Musim salju tahun 2016 lalu, dengan segenap hati aku menyatakan perasaanku padanya. Apa aku di terima? Tidak. Jarim bilang, aku hanyalah seorang teman masa kecil. Kita tidak boleh lebih dari itu. Sebagai seorang laki-laki yang menyukai teman perempuannya, tentu aku tidak berhenti dan terus menunjukkan bahwa aku benar-benar menyukainya dan menginginkannya untuk lebih dari seorang teman masa kecil. Seiring waktu berjalan, aku selalu berada di sampingnya dan sebisa mungkin selalu di sisinya. Ya seperti inilah kita sekarang... teman biasa bukan, teman spesial juga bukan. Bisa di bilang kami ada di tengah, di antara teman biasa dan teman spesial.
25 menit perjalanan berlalu, kami tiba di sekolah tepat pada pukul 7.05. Sekolah kami di mulai pukul 7.45, tetapi Jarim selalu menyempatkan datang pagi untuk menjalankan tutor sebaya. Jarim memang dihadiahi dengan kemampuan akademis yang di atas rata-rata. Aku? Aku hanya murid rata-rata. Jangan meremehkan. Semester lalu aku mendapatkan peringkat 476 dari 600 murid keseluruhan jurusan. Sebagai murid jurusan ilmu alam dan matematika, 476 tidaklah buruk. Iya, kan?"Aku mau ke ruang OSIS dulu, ya." Ucap jarim.
"Oh, iya. Jangan lama lama yaa."
"Gimana aku bisa pergi? Mau bawa jaketku?" Jarim terkikih. Ternyata aku menggenggam lengan jaketnya erat.
"Ah.. iya.. hehe maaf. Jangan lama lama yaa!" aku melambaikan tanganku. Ia berlari kecil menuju ruang OSIS. Keimutan yang tiada duanya...
Aku menuju kelas dan duduk di bangku ku.
"Oh sudah datang rupanya Pak Dongha." Sapa sahabatku, Jiho.
"Ya, saya telah datang." Aku memberi hormat dan Jiho membalas. Pertemanan kami memang cukup unik. "Taehyun belum datang?"
"Dia ngga masuk. Sakit." Ucap Jiho sambil memandangku sedih.
"Apa-apaan tatapanmu." Aku menutup mukanya dengan tanganku. "Tumben dia sakit. Kenapa sakit?"
"Bagaimana aku tau?" ekspresinya datar.
"Baiklah.. baiklah.."
"Kau tidak bersama Jarim?" ucap Jaehwan, teman sebangku ku yang tiba-tiba duduk tanpa sapaan.
"Ouh.. kenapa tiba-tiba dan grasak grusuk? Bangku mu tidak akan lari!" ucapku sambil memukul lengannya.
"Aku membawa berita." Seperti yang di duga, cowok penggossip nomor.1 di sekolah kami.
"Apa? Apaaa?" Jiho yang sudah tenang bermain game di handphone nya kembali heboh.
"Woah.. calm down calm down. Berita apa pagi-pagi begini? Pembunuhan kucing berantai di Gangnam?" aku menatap Jaehwan serius.
"Bukan. Itu sudah lewat." Jaehwan menghela nafas. "Dongha, dengarkan dulu sampai akhir. Jiho, jangan memotong ucapanku sebelum waktunya."
"Iya aku mengerti, cepat katakan." Jiho berkonsentrasi.
"Kalian tau kakak senior Barom? Anak basket dan sekretaris OSIS." Aku dan Jiho mengangguk. "Beredar berita kalo kak Barom sedang mendekati Jarim." Jaehwan menatapku serius.
"Apa? Gak mungkin banget." Aku tertawa hampa.
"Aku mengerti kau dekat dengan kak Barom dan pasti tidak percaya. Tetapi akhir-akhir ini semua orang menanyakanku apa Jarim dan kak Barom pacaran. Aku yakin Jarim bukan anak yang seperti itu. Tapi kau harus berhati-hati." Jaehwan meneguk susu coklatnya.
"Woah tidak bisa dipercaya." Jiho menatap pintu kelas. Terlihat Jarim sedang tertawa sambil berbincang dengan kak Barom. Seisi kelas menatap kearah mereka dan melihatku dengan tatapan kasihan. Aku berusaha tidak berfikir buruk, mereka bisa saja hanya berteman. Lagipula tahun ini Jarim menjadi panitia pensi sekolah. Jarim pasti harus berhubungan baik dengan seluruh anggota OSIS.
Jarim berjalan menuju tempat duduknya yang bersebelahan dengan aku dan Jaehwan.
"Apa aku lama?" Jarim melepaskan tasnya.
"Ngga, kok." Aku tersenyum. Pasti hanya gossip. Kenapa harus percaya gossip?.
"Jaehwan-ku, cepat pindah kesini. Taehyun tidak masuk, aku kesepian." Jiho memindahkan paksa tas Jaehwan yang ada di mejanya.
"Tidak maㅡ" Jiho memberi tatapan isyarat. Jaehwan menangkap sinyalnya dan pindah.
"Jarim, mau duduk di sini?" aku menunjuk bangku Jaehwan. "Aku duduk sendiri. Taehyun sakit, Seulhee lomba, kan? Kita sama sama sendiri."
"Oke." Ia memindahkan semua barangnya dan duduk di sampingku.
Jam pelajaran di mulai. Jarim selalu fokus dan aku hanya menatapnya. Aku yang bodoh ini masih terngiang-ngiang ucapan Jaehwan tadi pagi. Aku cemburu? Betul. Tapi aku ingin fakta yang jelas, kata kata langsung keluar dari mulutnya.
"Baiklah... halaman 110-118 di jadikan PR. Di kumpul besok pagi di ruangan saya. Telat mengumpul, nilai kalian tumpul. Selamat istirahat." Ucap Pak Yangseob, guru Matematika.
"Terima kasih, pak." Salam murid-murid.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Warm Thing - 따뜻한 것 [Oneshoot]
Teen Fictionㅡ Let's share the warm thing. ㅡ an oneshoot teen fiction by ochaeyo. (sekalian tugas sekolah sih hehet). let's meet again in another story!