(16) Uhui!

354 55 0
                                    

17 Juli 2020

Di Horosho, Janied sedang mengelap meja-meja ketika terdengar bunyi klinting di pintu.

"Pagi." Bremo masuk dengan dua tangan penuh dengan kantong kertas belanjaan.

"Pagi." Masih dengan mengelap meja, Janied membalas sapaan Bremo tanpa semangat.

"Eh, yang semangat dong jawabnya. Masa ditolak kencan aja langsung loyo gitu. Kaya' bentar lagi kiamat aja." Bremo meletakkan kantong belanjaan di meja lalu mengelap keringatnya. "Memangnya WA kamu belum dibalas sampai hari ini?"

"Belum." Janied meletakkan lapnya sembarangan di meja lalu duduk. "Banyak kasus kali ya?"

"Nah, gitu dong, mikirnya positif aja. Sekalian membangun pikiran kalau beginilah resikonya naksir seorang detektif yang nanganin kasus pembunuhan. Jam kerjanya nggak tetap. Asik-asiknya kencan, eh ditelepon karena ada kasus. Sanggup jalanin itu?"

"Aku sudah menyiapkan diriku untuk kondisi itu, Brem," jawab Janied mantap.

"Asekk," Bremo mengacungkan jempolnya. "Kamu beneran suka sama dia nih, Nied?"

Janied terdiam. "Orang tuh kalau sudah suka akan melakukan apapun, Brem. Apapun!"

"Hmmm, nggak cewek nggak cowok, kalau sudah kesambar cinta semuanya berubah jadi....romantis." Bremo berdiri dari duduknya dengan gaya gemulai sambil genit mengedip-ngedipkan matanya.

"Rese," Janied tertawa melemparkan lapnya ke arah Bremo.

"Tapi, Nied, apa kamu sudah memikirkan semuanya? Maksudku, kamu tidak cuman pakai hati kamu aja, kan? Kamu juga mikir, kan, siapa dia dan siapa kita?" Wajah Bremo berubah serius.

Janied mengangguk. "Ya, ya, Brem. Meski aku juga belum tahu kedepannya bakal seperti apa, tapi," Janied berhenti sejenak. "Ya, aku sudah memikirkan semuanya.

"Termasuk.....Felini?" alis Bremo terangkat.

Mata Janied yang semula menatap meja kini beralih menatap Bremo.

"Ya, dia juga. Brem, kamu kan tahu kalau aku tidak pernah punya perasaan khusus padanya. Selama ini aku bersikap baik padanya hanya karena dia putrinya you know who," Janied membuat tanda kutip dengan kedua telunjuknya. "Sebisa mungkin aku sudah jaga jarak dengannya. Dan aku lega banget bisa pindah ke Malang karena itu berarti aku nggak harus tiap hari ketemu sama dia."

"Jangan seneng dulu, Nied. Jakarta-Malang berapa jauhnya sih. Sejam-dua jam juga nyampek. Dia bisa datang kesini kapanpun juga, semaunya dia. Kita baru tiga minggu disini. Jangan berpikir kalau dia nggak datang bukan berarti dia nggak bakalan dateng. Kamu tadi yang bilang orang tuh kalau sudah suka, apapun dilakukan, Nied. Apapun!" Bremo menjentikkan jarinya.

"Yeah," Janied mengedikkan bahunya. "Tapi setidaknya nggak ketemu dia tiap hari bikin aku dapat bernafas dengan lega, Brem. Kamu nggak ngrasain jadi aku, sih, gimana pusingnya ditempelin terus sama dia. Kamu tahu aku nggak bisa nolak gitu aja karena status dia. Bisa berabe aku."

Ars : RESEPSI KEMATIAN (Seri ke-2)Where stories live. Discover now