Kau bodoh sekali berpura-pura memendam semuanya bertahun-tahun. Memendam cintamu yang begitu membara, tetapi malah kau yang merusak semua alurnya. Kau bodoh sekali berpura-pura membenciku selama 4 tahun ini. Hingga ketika aku bosan menunggu dan perasaan benci itu mulai hinggap, aku berfikir melupakanmu. "Untuk apa mengingat orang yang berpura-pura lupa," batinku. Apa kau tidak takut kehilangan orang yang selalu menyandari bahumu? Benar-benar bodoh!
"Aku minta maaf"
"Maaf? Apa yang harus dimaafkan?"
"Aku tau kesalahanku banyak. Kesalahan terbesarku adalah membuatmu membenciku. Aku sudah memunafiki perasaanku sendiri. Dan buruknya, harusnya aku tau kau menungguku, Rani. Maafkan aku. Kau boleh mencaciku, memukuliku, dan bahkan meninggalkanmu. Tapi aku melakukan ini untuk masa depan kita. Kau harus tahu itu. Sekarang semua pilihan ada padamu." Kata Raka meyakinkanku.
Aku hanya diam.
Hanya musik kafe yang terdengar serta percakapan orang-orang yang ada di sana. Aku hanya menatap dirinya kosong. Begitu pun ia. Ia memandangku dengan pandangan lemah dan rasa putus asa. Namun juga memperlihatkan keinginan yang kuat. Keinginan untuk memaafkan.
Lalu air mata itu jatuh. Aku lagi-lagi hanya perempuan seperti yang kebanyakan. Gagal untuk berpura-pura perkasa. Kemudian dia menghapusnya. Dan mulai menyuapiku makan. Lama pipiku tak disentuhnya. Entah berapa ratus hari. Aku benar -benar merindukannya. Tapi aku hanya bisa berpura-pura benci. "Kembalilah, Rani. Kali ini aku kembali untuk selamanya. Karena dulu sewaktu aku pergi, aku merasa belum pantas untuk bersamamu. Kau jauh lebih baik dariku. Aku sebagai lelaki harus memantaskan diri untukmu. Kau cerdas, pintar, dan aku cintai. Apa yang kurang dari kebahagiaanmu? Hanya saja kau tak pandai menangkap makna. Maaf kalau aku sok puitis. Tapi aku pergi, pergi untuk mencari setidaknya jati diri yang lebih baik. Bekal untuk diriku yang lebih baik, yang nantinya akan bermanfaat untuk masa depan kita. Mengertilah. Tapi jika kau tidak mau mengerti dan memaafkan, aku tidak akan memaksa.
Air mataku jatuh lagi. Aku pamit pergi. Pulang menuju rumahku. Tanpa aku hiraukan dia, aku mengamati langit-langit dan perasaan yang tak kumenegerti. "Aku masih mencintainya dan ingin kembali". Aku gagal berpura-pura.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta: Tempat Manusia Suka Berpura-Pura
Romance"Berpura-puralah bahagia, hingga kau lupa bahwa kau sedang berpura-pura." Kata-kata tersebut sepertinya sudah akrab di telinga manusia. Dalam hal cinta, berpura-pura pun perlu. Benarkah? Berpura-pura yang bagaimana?