2

5 0 0
                                    

"eo-odiya?" kata pertama yang terucap saat Ahri baru saja membuka matanya. (dimana)

Langit langit putih.

Bau antiseptik dan obat-obatan yang sangat menusuk penciuman Ahri. Ia tidak suka.

Sltredapat selimut biru muda yang menutupi tubuhnya dengan sempurna.

Dan tangannya yang terdapat selang infusan.

Ia bingung.

Rumah sakit? Kenapa?

Ia mengingat-ingat sejenak apa yang membuatnya berada di sini.

Halte? Ia menunggu seseorang di halte...

AH! namjoon oppa!

"oppa! Namjoon oppa!" ucap Ahri saat mengingat kejadian yang baru saja terjadi. Ia hendak bangkit dari ranjang namun ada sebuah tangan menahannya. Ahri menengok ke arah pemilik tangan tersebut.

"hei.. Hei.. Tenanglah" ucap orang tersebut.

"dimana kakakku?!" bentak Ahri.

"kakakmu baik-baik saja.. Ia sedang beristirahat, sama sepertimu" jawabnya.

Ahri kembali duduk di ranjangnya.

Apakah kakaknya baik baik saja?

Apakah keadaanya lebih parah darinya?

Ahri tidak bisa tenang.. Namun tubuhnya juga terasa sangat lelah, ingin rasanya ia menemui kakaknya. Namun tubuhnya tidak dapat berkompromi dengannya.

Akhirnya ia memutuskan lebih baik berdiam dan beristirahat di ranjangnya. Agar tubuhnya cepat cepat pulih dan dapat pergi ke kamar Namjoon. Memastikan apakah kakaknya benar baik-baik saja.

Saat ia hendak berbaring ia baru teringat sesuatu..

Ia berpikir sejenak..

Oh ya! Siapa gerangan namja yang berada di sampingnya? (laki")

Ahri melirik ke kanan. Matanya meneliti pria tersebut.

Tubuhnya proporsional.

Tinggi.

Tampan? Lumayan..

Hidungnya sungguh mancung. Membuat Ahri iri saja..

Ahri menggeleng-geleng.

Sadarkan dirimu Ahri.

Dan orang tersebut menengok kembali pada Ahri dan tersenyum.

Ya tuhan.. Senyumannya sangat lucu..

Ahripun menggeleng-geleng. Menepis semua pikirannya lagi.

"lalu kau siapa?" tanya Ahri. Penasaran siapa pria tampan di sampingnya.

"kenalkan namaku jung hoseok, kau bisa memanggilku apa saja.." jawab orang tersebut.

"hm hm.. Lalu kenapa kau berada di sini? Apakah kau kerabatku? Seingatku.. Aku tidak ingat memiliki kerabat selain Namjoon oppa"

"tentu saja bukan.. Aku teman kakakmu, ia menyuruhku menemanimu di sini.. Dan juga, apakah kau tidak ingat? Dulu aku sering bermain di rumah kalian saat orang tua kalian sedang bekerja" jawab hoseok sangat excited.

Orang ini sangat ceria.. Sangat tipeku kkk

Mendengar jawaban Pria tersebut Ahri mencoba mengingat sejenak.

Tapi nihil, ia tidak mengingat siapa pria ini.

"maaf.. Tapi aku tidak ingat"

"aku dapat memakluminya.. Karna itu sudah sangat lama, saat aku dan Namjoon masih di sekolah dasar"

Ahri hanya mengangguk-anggukan kepalanya.

"sebaiknya kau tidur agar dapat melihat Namjoon secepatnya"

Ahri menurut. Ia mengistirahatkan tubuhnya di atas ranjang. Matanya menutup perlahan. Tak lama napasnya teratur. Sepertinya sudah terlelap.

"kau berubah banyak sekali Ahri ya.." ucap hoseok sambil meneliti wajah Ahri. Tangannya mengelus pipi Ahri.

"jangan cemaskan Namjoon eoh? Wajah sendumu membuatku tersiksa.. Membuatku merasa bersalah pada kalian, membuatku menyesal.. Telah meninggalkan kalian sendirian di sini.."

Tangannya kembali mengelus pipi Ahri. Sesekali menyibak poni Ahri yang menutupi mata. Sentuhan yang menyiratkan kasih sayang.

Hoseok menghembuskan napas kencang. Seperti ada beban yang sangat berat di punggungnya.

Ia bangkit dari duduknya dan segera pergi dari kamar inap Ahri. Ia tidak sanggup melihat Ahri menderita.

Dibalik mata Ahri yang sedang tertidur, ia mendengarkan semua perkataan pria tersebut. Ahri tertidur tanpa benar-benar terlelap. Ia mendengar semua yang dibicarakan pria tersebut.

Terlebih lagi sentuhan yang diberikannya. Membuat pipi Ahri bersemu merah.
Tentu saja, bagaimana tidak? Ia di perlakukan seperti itu oleh pria tampan! Sungguh tampan. Apalagi dengan senyuman mataharinya.

Dalam hati Ahri bertanya-tanya. Siapa pria itu? Kenapa ia berkata hal seperti itu? Apakah mereka dekat? Ahri sungguh penasaran.

Kalau mereka memang dekat. Lantas kenapa pria itu tidak bersama Ahri dan Namjoon di saat keterpurukannya. Di saat kedua orang tuanya meninggal. Pada saat dimana ia tidak memiliki keinginan untuk bertahan hidup.

Di satu sisi ia penasaran setengah mampus. Ia ingin mengorek lebih dalam tentang hal tersebut. Apakah ada hal yang tidak ia ketahui selama ini?

Namun di sisi lain ia harus mengistirahatkan pikirannya agar cepat sembuh. Kenapa pula tubuhnya harus selemah ini. Cih tubuh sialan.

Ia lebih memilih melupakan sejenak tentang pikirannya tadi. Lalu kembali tertidur. Kali ini ia sungguh terlelap.

——

"OPPAA KHAJIMA JEBAAAL!!"
(mohon jangan pergi)

"dokter! Dokter! selamatkan kakak saya eoh? selamatkan kakak saya!!"

Ahri berteriak sekencang mungkin. Matanya mengeluarkan cairan bening yang tak ada habisnya. Matanya bengkak.

Tangannya mengguncang tubuh pria yang ada di hadapannya.

"saya bilang selamatkan kakak saya!!! Yaaa!!!"

Pria tersebut menunduk. Ia membiarkan tubuhnya diguncang oleh Ahri.

Ahri melihat tubuh kakaknya yang tidak berdaya. Monitor yang berada di sebelah ranjang kakaknya membunyikan satu nada. Niiiiit..

Ahri benci hal tersebut. Ia memeluk tubuh kakaknya yang sangat dingin.

Kemudian Ahri bangkit kembali melihat dokter tadi.

"kau dokter terbrengsek! Sembuhkan kakak sayaaa!!!"

Bruk.

Ahri tumbang.







"hahh hahh hah" napas Ahri tersengal. Ahri membangkitkan dirinya. Ia duduk perlahan. Matanya menelusuri kamar yang ia tempati.

Keringat bercucuran di pelipisnya. Tubuhnya gemetar luar biasa. Tangannya sangat dingin. Air matanya masih mengalir deras.

Mimpi..

"syukurlah.."

Broken. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang