Aku punya seorang adik. Dia perempuan sama sepertiku. Bila kau mengira hubunganku dengan adikku baik baik saja, maka kau salah besar. Sangat sangat besar.
Kami biasa saja. Biasa dalam artian yang biasa. Bukan biasa seperti kakak beradik biasanya, namun biasa dalam artian jarang bertegur sapa dan terkesan individualisme.
Keluargaku memang begini.
Pendiam. Bahkan orangtuaku. Bahkan orangtuanya orangtuaku.
Unik, memang. Jangan heran.
Aku dan adikku punya suatu perjanjian yang seharusnya tidak boleh dilanggar oleh siapapun. Setelah menyadari kita yang mulai beranjak dewasa, dia mengajukan satu kalimat padaku.
"Do your own business."
Aku bingung, namun akhirnya mengiyakan. Dan dia senang. Tapi walau begitu, aku tetap tahu apa yang ia lakukan, apa yang ia rahasiakan dariku. Semuanya aku tahu.
Dia yang mengajukan hal itu hanya karena dia yang punya pacar. Dan agaknya dia tidak ingin berbagi kisah mengenai asal usul pacarnya itu kepadaku.
Baik,
Dasar Adik. Aku memaklumi. Dia baru menginjak umur 18 di tahun ini. Beda 3 thun denganku. Yang lahir duluan memang aku, namun kalau soal pencintaan entah bagaimana ia bisa lebih beruntung.
Aku, memang tidak terlalu tertarik dengan hal itu, tapi aku kan sudah dewasa. Tabu rasanya bila aku tidak pernah merasakan rasanya menaksir orang. Dan untuk sekarang, aku melakukannya. Namun aku tidak begitu yakin pula.
Cinta itu abstrak.
Kalah abstrak dengan sikap seorang wanita merajuk.
Kalah abstrak dengan lukisam pada pelukis terkenal yang terjual dengan harga yang hampir ratusan milyar sekalipun untuk satu lukisan.
Apapun itu, aku tidak terlalu ingin peduli.
Dan bolehkah aku menyampaikan ini?
Terimakasih kepada perjanjian bodoh kami.
ㅡ x ㅡ
Bantingan pintu yang tertutup keras membuat atensiku teralihkan. Novel yang tadi kubaca pun akhirnya kuletakkan di atas meja.
Lagi.
Seperti biasa. Seperti suatu rutinitasnya yang tidak boleh alpa walau satu hari sekalipun. Dan sebenarnya, aku juga jenuh lama-lama. Entah dia juga merasa demikian pula atau malah menikmatinya.
YOU ARE READING
Reddish
Teen Fiction"Do your own bussiness", itu perjanjian bodohku dengan adikku. Lelaki, itu alasannya. Memang cinta itu buta dan tuli. Tapi cinta adalah obsesi. Kalau memaksa, maka tanggung risiko. Ini cerita antara aku, dan adikku yang selalu menggalau di kamar den...