"Nona."
Gadis berambut merah itu menoleh lalu mengumpat pelan. Penampilannya kacau. Rambut panjang sebahunya yang semerah darah tergerai berantakan. Seragamnya juga acak-acakan, tak lagi serapi pagi tadi. Dipenuhi debu juga noda tanah dibeberapa bagian serta titik-titik kemerahan yang terlihat seperti darah. Tas selempangnya tak lagi berbentuk. Tali tasnya putus dan beberapa bagian terlihat robek cukup besar.Ia menghela napas pelan. Berusaha menyembunyikan kepalan tangannya yang memar dengan buku-buku jari yang terluka dari penglihatan orang yang memanggilnya tadi namun percuma saja. Baru saja berniat kabur, tubuhnya sudah terangkat ke udara, membuatnya memekik karena terkejut.
"Elias...." Gadis itu menggerang frustasi. Campuran antara kesal dan malu karena pekikakannya barusan menarik perhatian, menjadi satu. "Turunkan aku."
Pria dengan pakaian serba hitam itu menggeleng pelan. Membuat rambut frige keperakan miliknya yang tertata rapi ikut bergerak perlahan. Wajah tampannya dengan garis rahang yang tegas, sedang tersenyum manis. Namun tatapan tajam pria itu membuatnya yakin kalau dia telah membuat masalah yang besar.
"Nona, kau terluka."
Ia tak menyahut. Percuma saja, toh semua orang juga dapat melihat penampilannya yang berantakan. Lagipula dia yakin bukan hanya kalimat itu yang ingin dikatakan oleh Elias, pria yang telah lama menjadi kepala pelayan di keluarganya sekaligus pengasuhnya.
" Kau bertengkar lagi. Kali ini dengan siapa?" Suara Elias masih tetap lembut. Seolah sedang membujuk anak kecil yang sedang merajuk.
"Salah satu anak di kelasku dan teman-temannya." Ia menjawab pelan sambil memalingkan wajahnya dari tatapan tajam sang kepala pelayan. Tatapan tajam yang membuatnya merasa bersalah. "Tapi bukan aku yang memulai duluan. Mereka yang menggangguku lebih dulu." Ia mengadu seperti anak kecil. Dengan suara pelan yang bernada penuh pembelaan diri.
Elias, pria berpakaian serba hitam itu menghela napas lalu berbalik dan melangkah pelan menuju arah datangnya tadi. Masih tetap dengan tubuh mungil gadis berambut merah dalam dekapannya. "Nona...." Ia memanggil dengan penuh kesabaran. "Aku mengajarimu semua hal tentang beladiri yang kutahu bukan untuk digunakan bertengkar dengan setiap orang yang mengusikmu. Aku mengajarimu untuk melindungi dirimu sendiri saat aku tak ada di sekitarmu."
"Aku melindungi diriku, Elias. Kalau tidak, mungkin aku sekarang akan berakhir di rawat di rumah sakit dan kau lagi yang akan kesusahan. Mereka bahkan membawa anak-anak yang lebih dewasa hanya untuk mengusikku dan aku tak memiliki kesempatan untuk kabur. Jadi, pilihan apalagi yang kupunya selain melawan. Hanya karena aku berbeda dari mereka bukan berarti mereka bisa menindasku sesuka hati mereka."
"Siapa mereka yang kau maksud itu?"
"Putri kepala sekolah dan teman-temannya."
Elias menghentikan langkahnya. Mengangguk pelan pada pria berpakaian serba hitam lain yang menunggu mereka, kemudian tanpa kata membuka pintu belakang Jaguar XJ hitam metalic yang cukup menarik perhatian. Membuat sang gadis menghela napas lelah karena kembali menarik perhatian beberapa orang. "Sudah kubilang untuk tidak menarik perhatian, Elias." Ia mengeluh pelan. Menyembunyikan wajahnya pada dada bidang pria itu.
"Nona, sadar atau tidak, tanpa semua hal yang kau keluhkan dari tadi, kau tetap menarik perhatian. Lagipula kali ini hanya ada aku dan seorang supir seperti yang kau minta, tanpa satupun pengawal yang biasanya. Mobil ini juga satu-satunya mobil yang paling tidak menarik perhatian yang berada di garasi. Kecuali kau ingin dijemput dengan limousine."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Butterfly Effect
FantasíaKisah ini tentang seorang gadis yang terseret dalam masalah yang tidak ia ketahui. Walau tak ingin, ia terpaksa melakukannya demi kepentingan dirinya sendiri. Namun, semakin jauh ia terlibat semakin banyak hal yang membuatnya ragu dan mempertanyakan...