Fanwar

6.6K 484 99
                                    

Dear fangirls, pernahkah kalian berpikir apa yang dirasakan idola kalian saat meliat kalian membela mereka mati-matian dengan menjatuhkan idola lain? Pernakah kalian berpikir apa yang dirasakan idola kalian saat membaca sumpah serapah kalian di sosial media hanya untuk sebuat voting? Pernahkah kalian berpikir apa yang dirasakan idola kalian saat tahu bahwa kalian, wanita-wanita manis berkelakuan imut saat fanmeeting¸ akan berubah menjadi garang bermulut jahanam saat fanwar?

Apakah menurut kalian mereka akan bangga?

Atau apakah...

***

"Aku kadang penasaran bagaimana kelakuan mereka di dunia nyata," Toota menggeser layar ponselnya dengan muka malas, "lihatlah kata-kata yang mereka gunakan di sini—uh, kenapa kasar sekali sih?"

Kongpob hanya tersenyum sambil menggeleng mendengar Toota yang sudah mengomel pagi-pagi begini. Sambil mengaduk kopinya, ia bertanya, "memang apa lagi yang sekarang dipermasalahkan?"

"Kudengar NTV mendeteksi adanya vote illegal, jadi mereka 'membersihkan' vote illegal itu dan posisi teratas sekarang jadi berbalik," jawab Toota, "grupmu sekarang ada di posisi pertama."

"Iya? Wah, aku senang." Tanggap Kongpob datar.

Toota memicingkan matanya, "begitukah ekspresi senangmu?"

"Lalu apa yang harus aku lakukan? Berterimakasih pada NTV karena telah mengurangi vote Sunnyside? Maksudku... aku bahkan tidak tahu apa kriteria illegal voting yang mereka maksud," kata Kongpob santai, "aku membaca di twitter, dan sepertinya tidak semua orang menganggap award ini serius. Apalagi ketika NTV menaikkan kriteria voting menjadi 30%. You know NTV, Toota. They're just thirsty for some clicks."

"Tetapi tetap saja award ini bagus untuk pamor Quartune maupun Sunnyside, kan?" sanggah Toota, "NTV Music Awards is one of the biggest."

"You know what, Toota?" seseorang menengahi sambil menyuguhkan sepiring omelet dengan ham di depan Kongpob, "kau terdengar seperti berusaha membuatku dan Kongpob ikut bertengkar."

"Thanks, gorgeous." Kongpob memberikan kecupan singkat di pipi orang itu, Arthit, dan mengambil sendoknya, mengabaikan gestur pura-pura muntah dari Toota. Namun ia mengernyit ketika menyadari Arthit hanya membawa satu piring, "kau tidak sarapan lagi?"

"Aku akan sarapan di lokasi." Jawab Arthit sambil tersenyum ke arah Kongpob, "ayo, Toota."

"Oke." Toota beranjak dari kursinya dan pergi setelah mencomot pinggiran omelet Kongpob, "aku pergi."

"Jadilah manajer yang pantas dan pastikan dia sarapan." Kongpob berbisik tajam.

"Kau bahkan jauh lebih menyeramkan daripada orangtua Arthit." Toota memutar mata, "Arthit, aku menunggu di Starbucks bawah. Akan kubelikan kafein untuk kau dan anak Sunnyside yang lain." Kemudian ia keluar terlebih dulu setelah mendengar gumaman paham dari Arthit.

"Aku akan pulang larut, Kong," Arthit berkata sambil lalu, sibuk mengepak tasnya, "makan malamlah dengan anak-anak Quartune."

"I miss having dinner with you, though." Kongpob cemberut, "kenapa akhir-akhir ini kau sangat sibuk sih?"

"Kenapa akhir-akhir ini kita sangat sibuk," koreksi Arthit, "inilah kenapa aku benci akhir tahun; agensi kita menjadi sangat ambisius dengan jadwal padat. Tetapi aku sudah memastikan pada Toota bahwa aku bisa makan malam denganmu besok. Deal?"

"Besok aku ada siaran radio malam," Kongpob mengeluh, "rasanya kemarin aku senang sekali karena kita bisa comeback di waktu yang hampir bersamaan karena kupikir artinya kita bisa sering bertemu di acara musik. Ternyata sama saja."

So, Who's Gonna Tell Them?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang