"Kau meragukan ku?" tanya Nathan.
Sungguh, jika mereka sedang membicarakan pembunuhan dan penyiksaan, aku tidak kuat.
"Aku tidak meragukan mu. Baiklah aku tinggal dulu, selamat bersenang-senang..."
Pria itu pergi dan meninggalkan aku, pria yang malang dan Nathan.
Aku sangat kasihan melihatnya.
Semoga Tuhan memberi perlindungan kepada mu.
"Kemarilah nak..." Nathan menggerakan tangannya memanggil ku.
Aku mendekat dengan perlahan dan dengan perasaan takut.
"Cepatlah. Jangan membuat ku lama menunggu..." dia mulai geram.
Aku mempercepat jalan ku untuk dapat sampai.
Kenapa kaki ini terasa berat?
Seolah ada sebuah bola besi yang mengikat kaki ku.
"Cepatlah..." teriaknya sudah mulai marah.
Aku kembali berusaha untuk mempercepat jalan ku.
Tuhan lindungilah aku dan pria itu.
"Ambilkan pisau itu..." dia berucap sambil menunjuk ke arah sebuah meja yang cukup besar.
Aku melihat banyak sekali peralatan yang sudah yang tergeletak di meja.
Dan terdapat banyak darah.
"Aku tidak bisa..." cicitku.
"Apa yang tidak bisa? Kau hanya mengambilnya lalu membawa kemari"
"Cepat ambil. Jangan jadi pengecut.."Dia mengatai ku pengecut?.
Akan aku perlihatkan kepadanya.
Aku berjalan dengan cepat, dan mengambil pisau itu.
"Good boy"
"Sekarang lakukan untuk ku?"Lakukan?.
Lakukan apa? Jangan katakan Nathan menyuruh ku untuk membunuhnya.
"Kau pasti tau nak..." dia berucap lagi.
"Aku tidak bisa..." Sungguh aku membenci hal ini.
Aku membenci diri ku.
Aku membenci Nathan.
Aku membenci Emily.
"Lakukan saja. Dan jangan membantah..." gertaknya.
Aku berjalan mendekat kepada pria malang itu dengan takut dan air mata.
Maafkan aku Tuhan. Aku tidak bermaksud.
"Maafkan aku tuan..." aku memeluknya dan menangis tertahan.
"Tak apa. Aku tau kau tidak bersalah. Lakukanlah"
"Aku tidak bisa. Aku tidak ingin menjadi pembunuh..." teriak ku.
"Lakukan. Kau pasti bisa..."
Nathan seperti menyemangati ku.
Aku membencinya.
Kenapa bukan dia yang ada di bangku itu?.
Aku mengangkat pisau itu dan menggoreskan ke arah wajahnya.
Dia tidak berteriak.
Aku tau bagaimana rasanya.
Terkutuklah Nathan dan Emily.
Aku tau pria itu sedang berusaha menahan rasa sakitnya.
"Kenapa kau hanya melakukan itu saja?"
Nathan menampar wajah ku.
"Bunuh aku. Tapi jangan kau siksa dia..." pria itu berteriak membela ku.
"Kau membela dia?" Nathan menarik rambut ku hingga aku terjatuh.
"Cepat kau lanjutkan..." perintahnya.
Aku bangkit berdiri dengan perlahan. Rasa pusing mulai terasa oleh ku.
Kini aku menyayat tangannya.
"Maafkan aku" aku hanya bisa berucap setiap kali aku menyiksanya.
Aku takut.
Aku tertekan.
Darah mulai mengalir tanpa disuruh.
Kali ini aku menusuk tangannya.
Lalu berganti ke paha sebelah kanan.
Tak lama kegelapan datang.
~~~~
"Bangun..." ucap seseorang sambil menendang tubuh ku.
Aku tau itu Emily.
Emily?.
Ya Tuhan, kenapa dia cepat pulangnya?.
Emily terus saja menendang tubuhku. Walaupun sedikit sakit.
Mungkin dia masih lemah.
Aku bangun dengan kepala pusing.
"Kau sudah bangun nak. Cepat berdiri dan perlihatkan kemampuan mu kepada ku!!"
Jadi Emily terpaksa pulang hanya ingin melihat aku menyiksa seseorang?.
Ya Tuhan...
Nathan hanya tersenyum di belakang Emily.
Aku bangkit dan kembali melakukan pekerjaan yang laknat ini.
Menggores wajahnya...
Lengan...
Bahu...
Nathan mengambilkan sebuah gunting. Dan dia menyuruhku untuk menggunting jarinya.
Aku lakukan saja dan tak lupa kembali meminta maaf.
Aku mengguntingnya walaupun terlihat sedikit susah.
Krekk...
Aku membuka mata dan jari telunjuknya sudah berada di lantai.
Aku memeluknya dan kembali menangis.
"Maafkan aku..."
Pria itu mengerang menahan rasa sakit.
"Ce...p...pat... Kau...bunuh...ak....k..u.. la...u....a...n" dia berbicara sambil mengerang menahan sakit.
"Maafkan aku" aku berteriak sambil menusuk dadanya berulang kali. Aku tidak ingin dia merasakan rasa sakit lagi.
Aku juga menusuk perutnya.
Dan kepalanya.
Darah keluar dari mulut, hidung, telinga dan matanya.
~~~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Side
Random"Ahhh!!!...." teriakan Olivia Jane memecah keheningan. Sesuatu melesat di dekatnya. Sebongkah batu hampir mengenai wajahnya. Tanpa disadarinya, ia terus berlari. Jantungnya berdetak kencang dan rasa takut merayapi tubuhnya. Ia menyusup diantara poho...