TTC #1

5.5K 123 0
                                    

Suasana sore hari di pondok Kajen sangat ramai. Santriwan dan santriwati sedang bercakap-cakap di teras kamarnya masing-masing. Hari semakin petang, adzan maghrib pun sudah mulai terdengar dan saling bersahut-sahutan. Para santri segera mengambil air wudlu dan berjamaah di masjid. Salah satu santri putri masih duduk santai di kamarnya sambil membaca buku.
“Assalamu’alaikum, Mbak.”
“Wa’alaikumussalam. Eh, Dek Nely.”
“Mbak Mila kok masih santai-santai aja to? Mari sholat bersama, Mbak.” Ajak Nely.
“Oh ya, Dek. Duluan aja. Mbak Mil lagi ndak sholat kok.”
“Oalah… Lagi tanggal merah to rupanya. Kalau gitu, Nely duluan ya, Mbak. Assalamu’alaikum.”
Ya, Dek. Wa’alaikumussalam.”
Nely segera pergi ke masjid dan berjamaah bersama teman-teman yang lain. Sedang Mila kembali menekuri buku yang tengah dibacanya sejak tadi siang.
Mila adalah salah satu santri putri yang ikut Ndalem. Sekarang ia sudah kelas dua Aliyah di Madrasah Salafiyah. Mila masuk sekolah pada siang hari, dan di pagi harinya ia bertugas memasak sarapan pagi untuk para santri. Waktu luangnya seusai memasak, ia gunakan untuk menghafal al-Qur’an. Ia pun menyetorkan hafalannya setiap hari senin pada bu nyainya, Qurrotul A’yun yang biasa dipanggil dengan sebutan Umi Yuyun.
***
Di pagi harinya, Mila sudah mulai memasak nasi dan lauk pauk dengan beberapa santriwan dan santriwati yang juga ikut Ndalem.
“Mbak Mil, kita hari ini mau masak apa?” Tanya salah satu temannya, Rena.
“Hari ini kita akan masak oseng tempe.”
“Kalau begitu, aku siapin bahan-bahannya dulu ya.”
“Ya, Dek.”
Mila segera memotong semua tempe dan sesekali ia melihat nasi yang dimasaknya.
“Kang Amin, nasinya sudah matang. Jadi bisa diangkat sekarang.” Kata Mila menyuruh salah satu santri putra bernama Amin.
“Oh, okey Mil.”
Amin segera mengangkat kuali besar yang berisi nasi dengan beberapa santri putra lainnya.
Beberapa santri pun sudah mulai berdatangan dan berantrian untuk mengambil sarapan pagi. Selesai sarapan, mereka pun segera berangkat menuju sekolahnya masing-masing.
***
“Gus, dari tadi saya perhatikan kok melamun aja to? Ada masalah apa, Gus?” Tanya Amin pada gusnya, Rizal, salah satu putra kyainya yang paling bungsu dan yang baru lulus Madrasah Aliyah tahun ini.
“O,,, kamu to, Min. Aku ndak apa-apa kok.”
“Beneran, Gus? Lagi ndak patah hati to?” Ledek Amin.
“Ya ndak lah, sama siapa coba?”
“Ya, barangkali ada cewek yang Gus taksir, tapi sayangnya sudah terlanjur punya pacar.”
“Ndaklah. Kamu ada-ada saja, Min.”
Suasana pagi hari itu sangat sejuk dan dingin. Rizal dan Amin masih betah duduk santai di teras angkruknya yang dibangun di dekat pondok. Saat sedang memandangi pemandangan di sekitar pondok, secara tak sengaja mata Rizal menangkap salah satu santri putri yang sedang duduk di bawah pohon sambil menghafal al-Qur’an.
Gadis yang anggun, batin Rizal.
“Siapa nama gadis itu?” tanya Rizal dan masih menatap wajah gadis itu tanpa berkedip. Ia tak sadar kalau ada Amin di sampingnya.
“Gadis yang mana, Gus?” tanya Amin.
“O… Tidak-tidak.”
“Jangan bohong, pasti gadis yang sedang duduk di bawah pohon itu ya, Gus?” kata Amin sambil menujuk ke arah gadis tersebut.
“Namanya Mila, Gus. Dia salah satu santri putri yang ikut Ndalem di pondok ini.”
“Oh,,,”
“Cantik kan, Gus?” lagi-lagi Amin meledek gusnya.
“Apaan sih kamu, Min?”
“Tapi bener kan, Gus? Selain cantik, dia juga smart dan calon Hafidzoh lagi.”
“Jadi dia itu tahfidzul Qur’an ya, Min? Wah, hebat sekali.” Rizal tersanjung mengetahui bahwa gadis yang dipandangnya adalah calon Hafidzoh.
“Iya, Gus. Pokoknya dia itu perfect deh di mata laki-laki,”
Dan laki-laki yang bisa mendapatkan cintanya pasti akan sangat beruntung ya, Gus. Sayang sekali, cintaku ditolak olehnya. Batin Amin.
Amin emang bener, tuh gadis sangat perfect dibanding gadis-gadis lain yang pernah aku temui selama ini. Perasaan apa yang sedang menyerangku ini? Mana mungkin aku mencintai gadis yang baru kukenal namanya? Ah, meracau saja. Kenapa tidak sekalian aku ta’arufin aja. Barangkali gadis itu belum ada yang mengikat. Entahlah. Batin Rizal sembari nyengar-nyegir sendiri. Amin yang mengetahui tingkah gusnya jadi heran dan geleng-geleng kepala.
Merekapun asyik dengan kata hati masing-masing.

Teka Teki Cinta (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang