Penyihir Deval memberikan sebuah keputusan yang mengerikan bagi sang bayi kecil mungil, lemah lesuh, lelah letih, tak berdaya di hadapannya. Tak tanggung-tanggung ia menyerahkan nya tanpa berpikir sedikitpun tanpa belas kasihan dan tanpa kasih sayang. Ia bertindak seolah-olah bayi itu adalah tandingannya.
Sebelumnya, ia memang bertanya pada kaca ajaibnya.
"Wahai kaca.... Siapakah yang paling rupawan di negri ini". Tukas Penyihir
Dengan ajaibnya kaca itu menjawab " Wahai yang Mulia sesungguhnya barusan saja ada bayi yang akan menandingi kecantikanmu. Dan mungkin bisa saja bayi itu suatu saat nanti yang akan memenangkan hati semua orang di sekitarnya".
Dengan marah penyihir mengulangi pertanyaannya " Wahai kaca ajaib milikku, aku tanya sekali lagi padamu, siapa kah yang paling menawan di negri ini ?". Kali ini sedikit berbeda dengan lantang bernadakan keras.
"Wahai yang mulia. Sesungguhnya bayi yang barusan lahir itu akan tetap menandingi wajahmu". Tetap saja meskipun kalimat nya berbeda tetapi maknanya tetap saja sama.
"Kau membuatku muak dengan segala ocehanmu. Kita lihat saja nanti siapa kah yang lebih benar. Aku atau kau yang banyak membual dengan bayi baru. Kau pikir bayi itu akan dengan mudahnya mengalahkan ku. Kita tunggu saja hasilnya. Ingat sampai kapanpun juga akulah yang paling tercantik". Tegas Penyihir.
"Baiklah yang mulia jika kau tidak mendengar kan perkataanku itu bukan masalah. Asalkan itu bisa membuatmu bahagia". Sahut kaca ajaib.
Setibanya di rumah Bayi. Penyihir Deval mengetuk-ngetuk pintu. Terlihat bayangan dari sang penyihir yang membuat sang pengasuh merasa senang akan kehadiran sang penyihir. Bukannya membiarkannya terkunci, sang pengasuh malah membukakan pintu tersebut. Padahal majikannya telah berpesan untuk tidak membukakan pintu jika ada orang yang mencurigakan.
Terdengarlah bunyi
krit... krit... krit...
Susana sedikit tercengang
Pengasuh justru sebaliknya, tertawa keras dengan riangnya bersemangat menggebu-gebu bergejolak dari dalam dirinya yang berniat membalas kan dendamnya pada sang majikan.Terbukalah pintu Dengan suara angin yang begitu ribut ditambah buruk oleh sahutan gagak hitam yang berkicau kesana kemari di atas awan yang semakin menghitamkan langit dan seisinya. Matahari sudah mulai tidak menampakkan dirinya lagi. Dalam suasana ini sang bayi tidak menangis sedikitpun justru dengan wajah polosnya sang bayi hanya mematung di balik kain yang membalut dirinya dengan kehangatan.
Sang penyihir segera mengutuknya. Mulai menghentakkan tongkatnya sembari berkata.
"Wahai bayi yang lemah, tidak kah kau sadar bahwa dirimu yang kecil itu tidak ada apa-apanya di hadapanku. Jika kau berani menentang ku maka aku tidak akan segan-segan merenggut nyawamu". Penyihir dengan penuh kemarahan.
Kemudian bertanya kepada pengasuh yang sedang menggendong bayi tersebut.
"Wahai pengasuh siapakah nama bayi yang berada dalam gendongan mu itu ?".
"Namanya Anhata Wina. Ia baru saja di tinggal orang tua nya selepas pekerjaan. Orang tuanya akan kembali segera setelah matahari benar-benar terbenam. Sebaiknya kau pergi saja sebelum semuanya terlambat". Jawab sang pengasuh dengan penuh pura-pura di hadapan sang bayi dan sang penyihir.
Entah mengapa sang bayi tersenyum manis di hadapan sang pengasuh dan sang penyihir meskipun sebenarnya dia tahu niat jahat dari mereka berdua.
" Apa ? Kenapa dia tersenyum ? Apakah dia berpikir ini lucu ? Lelucon macam apa ini ?".
" Aku juga tidak tahu, tapi sebaiknya kita anggap itu sebuah keajaiban ".
"Mengapa kau menganggap nya sebuah keajaiban ?".
"Karena baru kali pertama ini ada bayi yang memiliki keberanian terhadapmu !". Ledekan dari sang pengasuh membuat penyihir merasa tambah tersaingi.
"Keberanian apa ?".
"Satu-satunya bayi yang tidak menangis dan malah tertawa dengan semua keadaan sekarang ini".
"Hmpm... Betul juga. Hanya dia bayi yang seperti ini. Semua bayi yang aku datangi, semuanya menangis, tidak ada satupun dari mereka yang tersenyum dengan kehadiranku".
"Jadi... Benarkan perkataanku".
"Iya, mungkin kau ada benarnya !".
"Ya, tentu saja".
"Eh, tapi tunggu, jangan-jangan ini...".
"Ini, apa ?".
"Kau sepertinya menipuku ya, kau sengaja menghambat pergerakan ku agar supaya aku tertangkap oleh majikanmu, lalu majikan mu memanggil warga hingga akhirnya aku di hukum gantung".
"Iya kan anda sudah tau sendiri. Lalu apa coba masalahnya ?".
"Dasar bodoh !, penipu akan ku hukum kau".
"Apa ? Dasar bodoh !, Bukankah anda yang bodoh, seenaknya saja mengatakan orang bodoh, memangnya kamu punya hak buat ngata-ngatain orang ?".
"Bukan maksudku begitu, tapi kenyataanya kamu yang bodoh".
"Kenapa saya yang bodoh ? Anda yang merasa tertipu, berarti anda sendiri yang merasa bodoh, kenapa mau-maunya di tipu sama saya, sudah begitu sama pengasuh lagi. Kasihan, penyihir dikalahkan sama pengasuh".
"Dasar pengasuh tidak tau diri, anda belum merasakan pembalasanku, kalau begitu aku akan membuatmu merasakan pembalasanku sekarang ".
" Jangan... Kalau anda mengutuk saya, lalu siapa nanti yang akan menjaga bayi ini ?". Berpura-pura lagi
" Ah, itu bukan urusan saya".
" Apakah anda tidak prihatin terhadap bayi ini".
"Tidak sama sekali. Tidak ada untungnya bagiku".
"Apakah anda yakin ?".
"Saya sangat yakin".
"Sangat yakin ?".
" Ya"
"Bagaimana kalau tidak ?".
"Tunggu dulu pengasuh, kau ini bawel sekali, kalau begitu akan ku kutuk kau menjadi...".
" Tunggu. Begini saja, saya punya sebuah rencana".
"Rencana apa?". Tanya penyihir dengan penuh keheranan
" Bagaimana kalau...?".
Tut.. tut... tut...
Terdengar suara klakson mobil dari luar pagar."Cepat katakan. Bagaimana kalau, apa ?". Kata sang penyihir dengan tergesa-gesa
" Bagaiman kalau kita lanjutkan nanti saja ?".
Pintu terbuka. Tanpa menjawab, penyihir langsung pergi begitu saja.
Besoknya, penyihir mengirim surat kepada sang pengasuh bayi Anhata Wina.
Melalui mantra sihir perpindahan tempat, sehingga surat tersebut langsung terkirim pada rumah bayi Anhata Wina.