One Shoot

7 0 0
                                    

Halo semuanyaaa! hope you guys enjoyed it, Happy Reading:-)

*************************************************************************************************

Aroma cinnamon yang keluar dari dalam cafeteria itu terasa sangat familiar. Hampir setiap hari saat aku masih menduduki bangku SMA, kamu mengajak ku untuk makan siang ataupun hanya sekedar berbincang ringan. Tempat favorit kita berada diujung cafeteria ini, disana. Posisi yang sangat pas untuk kita berdua singgahi dalam jangka waktu yang cukup lama. Sofa dan dinding kaca besar di sebelahnya merupakan perpaduan yang sangat sempurna dikala hujan, seperti disaat sekarang ini. Aku ingat sekali disaat hari kelulusan mu, kamu mengajak ku untuk makan siang. Katamu, itu merupakan hadiah bagiku yang telah melewati bangku SMA yang banyak orang bilang merupakan masa-masa remaja yang paling indah. Dan seperti di hari-hari biasanya, kamu mengajak aku ke Cafe Aroma-tempat favorit kita berdua.

Kalau bukan karena ada hal yang sangat penting, aku tidak mungkin duduk ditempat ini lagi. Masih sangat jelas kenangan-kenangan itu dan hingga saat ini masih dapat aku rasakan euphoria tempat ini yang dulunya tengah menjadi saksi bisu dari awal mulanya semua kisah kita.

***

Aku tertegun. Suara bising dari seberang sana terlalu berat untuk aku cerna. Isak tangis dan suara meraung dari lantai bawah rumahku membuat suasana menegang. Pagi itu, tepat pukul 08.30 WIB hari Minggu tanggal 27 September 2009. Seseorang yang sangat aku kenal dekat, akhirnya pergi meninggalkanku. Ia merupakan sosok yang sangat penting dalam kehidupanku. Mungkin salah satu alasan mengapa aku bisa memandang dirinya sebagai seorang pemimpin, guru, panutan, bahkan mungkin juga salah satu alasan mengapa hingga detik ini aku masih sanggup untuk bertahan dalam dunia yang fana ini, adalah karena faktor usia. Umurnya lebih tua dariku, 5 tahun.

Hari itu merupakan hari besar kita. Namun ternyata kamu lebih dulu dipanggil oleh Tuhan. Terkadang semenjak kepergianmu aku berpikir, mengapa harus kamu? Pemimpin yang sangat dicintai oleh banyak orang. Bahkan karena pentingnya keberadaan kamu bagi semua orang, di tempat peristirahatan terakhir mu, sekitar 400 jiwa mengantarkan kamu pulang. Mereka rela melakukan itu walaupun hari itu, matahari bersinar sangat terik. Air mata seakan bercampur menjadi satu dengan peluh. Tiada rasa letih yang aku rasakan. Semua rasa itu terhapus dengan perasaan suka cita yang tengah aku rasakan pagi itu.

Apa aku sedih? Tentu saja. Kamu adalah cinta pertama dalam hidup ku. Akan tetapi, kamu jugalah yang mematahkan hati ku untuk yang pertama dan terakhir kalinya.

***

"Lihatlah, hujan sedang berdialog di hari yang mulai senja,"

Hembusan nafas berat serta bisikan dari mulut dia terdengar sangat jelas dari arah belakang daun telingaku. Sekujur tubuhku menegang. Seketika aku merasakan perasaan itu lagi, perasaan iba yang aku rasakan semenjak kepergian mu di hari itu. Sorot mata milik dia tidak dapat membohongiku lagi. Dia pasti kelelahan karena sekarang telah memasuki pukul 17.00 WIB dan benar sekali, ini merupakan waktu jam pulang kantor. Dapat aku lihat diluar sana sedang ada kemacetan yang tentu saja tidak pernah hilang,-ini Jakarta dan Ibukota ini tidak pernah tidur-terlebih lagi diluar sana sedang turun hujan yang begitu lebat. Bunyi klakson kendaraan yang berlalu lalang terdengar sangat jelas. Cipratan air yang ditimbulkan dari genangan air dijalanan saat hujan dan dilewati oleh kendaraan bermotor itu mengotori lantai lantai depan cafe yang sedang aku singgahi kali ini. Aku bisa merasakan apa yang genangan itu rasakan, hancur.

"Saya perhatikan, kamu sedaritadi sedang melamun. Benar?"

Aku terkejut. Baru tersadar bahwa kali ini aku tidak sedang duduk sendiri di dalam cafeteria yang memiliki banyak sejarah ini.

ELEGITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang