Cold and Warm

99 7 13
                                    

Gadis itu berjalan gontai seperti hari-hari sebelumnya. Tak ada semangat atau pun sekedar senyum bahagia darinya, jangankan senyum bahagia, senyum simpul pun tak ada.

Teman-temannya cukup resah dan pusing menghadapi tingkah gadis itu yang semakin hari semakin dingin, mereka ragu akan temannya yang dulu hangat berevolusi menjadi dingin dan mulai membatu.

"Kenapa lagi?" suara lemah milik salah seorang temannya yang bernama Dian membuatnya menggeleng tanpa menatap sang penanya.

Dian menghembuskan napas, "Lo yakin dia menjauh? Yakin itu bukan hanya perasaan lo aja? Secara, lo 'kan pekanya kelewatan," tanyanya dengan nada lembut namun tak menutup nada resah dari sana.

Gadis itu hanya mengangkat bahu lalu kembali melanjutkan jalan, sekali lagi tak menoleh kepada temannya. "Udahlah, berhenti buat kita kewalahan sama sikap lo yang tiba-tiba batu kayak gini."

Kalimat itu membuat sang gadis diam lalu berbalik menatap temannya tajam. Habis gue, batin Dian. Dengan sekali tarikan napas dengan nada dingin nan menusuk sang gadis berkata, "Dengar, ya, gue nggak pernah maksa kalian untuk ngadepin gue, kalau kewalahan sama sikap gue, ya udah nggak usah peduli. Gue juga udah terbiasa sendiri. Mulai sekarang, gue kasih kalian jalan untuk lewat dan pergi dari gue."

Perbincangan pagi itu ditutup dengan kalimat milik sang gadis yang mempercepat langkahnya untuk pergi ke ruangan ulangan.

Dian menghela napas, "Lo diapain sama dia sih, Alia?" tanyanya kepada diri sendiri lalu berbalik dan melangkah pergi.

Setelah jadwal ulangan semester hari ini selesai, Ardalia, siswi yang hobbynya menebar senyum– terkecuali untuk beberapa hari yang lalu termasuk hari ini, keluar dari ruangan dengan wajah dingin dan tatapan lurus, tak satu pun orang yang menegurnya mendapatkan tegur balik darinya.

Sebelum benar-benar keluar dari gerbang, Ardalia yang biasa disapa Alia itu berhenti, tatapannya melembut, kurang dari jarak empat meter di hadapannya ada seseorang yang mampu membuat degup jantungnya tak karuan dan lututnya melemas.

"Angin!" seru seseorang dari arah belakang Alia lalu berlari menghampiri sang pemilik nama.

Degupan jantung Alia semakin cepat tatkala Angin berbalik dan tak sengaja menatap tepat manik mata Alia. Hatinya berdoa dan berteriak disaat yang bersamaan. Seulas senyumnya mengembang.

Di sana, Angin tak berekspresi, dengan datar ia melihat Alia lalu membalikkan badan. Melihat aksi Angin yang dirasanya cukup menyakitkan itu, Alia menunduk, tidak berniat untuk melanjutkan jalannya, ia berbalik berniat masuk kembali ke dalam sekolah dan mencari bangku untuk dia dapat mencerna perasaannya sendiri.

Setelah mendapatkan bangku panjang yang kosong di salah satu koridor, Alia duduk, kembali menerawang bagaimana sikap Angin padanya hari ini juga beberapa hari yang lalu.

Angin Hesam Barat atau yang biasa dipanggil Angin adalah salah satu kakak kelas yang ia kenal di organisasi sekolah miliknya. Angin dengan mudahnya mampu mendapatkan hati Alia yang hangat dengan sikap dingin namun memiliki kesan hangat yang dimiliki oleh Angin.

Awalnya semua berjalan baik, sampai akhirnya salah seorang anggota organisasinya mengetahui perasaan Alia kepada Angin dan tak butuh waktu lama untuk kabar itu sampai ke telinga Angin.

Mulai saat itu, Alia merasa Angin mulai menjauhinya. Saat berpaspasan dengan Alia, Angin sudah tidak menegurnya, meliriknya pun tidak. Saat mata mereka bertemu, seperti beberapa menit yang lalu terjadi, Angin akan memutuskan kontak mata dan mulai berjalan menjauhi Alia.

Awalnya, mereka tidak seperti itu. Alia yang hangat mulai melelehkan dinginnya Angin dan merasakan sisi hangat dari Angin yang sukses membuatnya jatuh hati setelah sekian lama.

Cold And WarmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang