Cinta Dalam Diam

1K 109 47
                                    


Langkahnya tersendat

Bukan karena keraguan atas rasa yang dia punya

Melainkan karena dia mulai berpikir

Mungkinkah dia benar atas apa yang dipikirkannya

**

*

"Kamu akan kesana Sing?" untuk kesekian kalinya Jane kembali bertanya pada sosok yang tengah bersiap. Bukan, pertanyaannya bukan karena dia tak menyukai sosok yang selalu tersenyum itu. Melainkan dia hanya tak ingin orang yang sudah dianggapnya seperti adiknya sendiri ini bersedih.

"Phii....." Singto melirik Jane dengan tatapan memelasnya. Ah, jangan tanyakan kenapa Singto bisa seperti itu. Untuknya Jane lebih dari sekedar manager, sama seperti Jane menganggapnya adik maka Singto pun menganggap Jane kakaknya. Orang yang dihormati selain ayahnya sekaligus tempat dia bermanja.

"Oke oke...." Jane mengangkat kedua tangannya tanda menyerah. "Tapi haruskah kamu datang sepagi ini?" Jane melirik jam dinding dikamar Singto. Angka 5 terlihat disana, dan itu artinya ini masih teramat pagi.

"Aku harus ada disana sebelum jam 7 phii...." Singto menjawab sambil memakai sepatunya. Senyum cerah selalu hadir di wajahnya meski rasa lelah tak bisa ditepisnya. Bagaimana pun dia tidur cukup larut semalam.

"Permintaan Kit eh?" dan Singto hanya mengangguk sambil kembali memberikan senyumannya. Inilah yang membuat Jane tak mampu melarang Singto. Selalu ada senyum lebar disana saat nama Kit terucap dari bibirnya, meski tak jarang dia melihat mata indah Singto meredup karena nama yang sama.

"Ah... aku harus berangkat sebelum terlambat phi..." Singto berdiri dan menepuk pelan celananya. Sekaligus melirik penampilannya hari ini, terlihat simple namun dia yakin dia tetap mempesona.

"Mau phi antar?"

"Tidak usah phi.." Singto menolak tawaran Jane. "Lagipula setelah darisana aku akan langsung ke kampus.."

"Tapi.."

"Phii.. aku akan hati-hati.." Singto memotong ucapan Jane sebelum sang manager mulai berbicara panjang lebar. "Aku pergi phi..." Singto berlalu dari hadapan Jane sesaat setelah Jane mengangguk dan dirinya memberikan wai kepada sang manager.

"Hati-hati..." pada akhirnya Jane mengalah. Selalu seperti itu.

'Kuharap hari ini hanya akan ada senyummu Sing...' ucap Jane dalam hati sambil menatap pintu yang sesaat tadi ditutup oleh Singto.

**

*

"Iya aku tahu....." Singto tak mampu menyembunyikan senyumannya saat ini. Meski konsentrasinya terbagi, namun suara diseberang sana memberikannya kebahagiaan tersendiri.

"Baiklah.... aku tutup ya, aku sedang menyetir..." sambungnya sambil tetap tersenyum. Dan akhirnya obrolan di telepon itu terputus. Namun senyum cerahnya sama sekali tak terhapus dari wajah tampannya.

Senyum tercetak saat dia mengingat siapa yang barusan berbicara dengannya. Sosok yang sekarang akan ditemuinya, sosok yang memintanya untuk datang dihari wisudanya. Meski hari ini dia ada ujian, namun untuk sosok itu Singto rela menghapus keinginannya untuk beristirahat.

Krist Perawat

Nama itu selalu ada di benaknya, di pikirannya, di hatinya bahkan di mipinya. Sebuah nama yang mengubah cara pandangnya akan hidup yang dia inginkan. Sebuah nama yang membuatnya keluar dari zona nyamannya. Tak pernah dia menolak uluran tangan itu, meski dia menariknya kesebuah tempat yang asing.

Im YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang